SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA ...

3K 19 0
                                        

Jevi merasa dalam dua setengah jam acara pertemuan dua keluarga ini, penderitaannya belum berakhir sepenuhnya. Ntah hasutan setan mana, Husein dan Salimar berinisiatif menitipkan Azhar di rumah Jevi agar bisa belajar bersama dengan Gita. Tuan rumah yang merupakan sahabat akrab dari salah satu pihak yang meminta, tak sanggup menolak. Sekarang terpaksa dia izinkan saingannya dalam mendapatkan cinta Gita, berada di rumahnya berlama-lama.

Mereka berdua belajar di ruang keluarga, tidak terlalu ribut kedengarannya, tapi tetap saja membuat Jevi penasaran dengan apa yang sedang mereka lakukan. Laki-laki itu sejak tadi memikirkan cara agar bisa bergabung dengan mereka berdua. Dia cari buku kewarnegaraan yang mudah-mudahan ada di rak kamarnya. Niat awalnya sih, biar dia bisa nyambung omongan mereka berdua, jadi dia akan membaca dulu sebelum bergabung ke sana.

Lima menit pertama saat buku yang pernah diwariskan Demian itu tak bersua, memang terasa tak jadi masalah. Tapi setelah lima belas menit selanjutnya, Jevi mulai gundah gulana. Pikirannya mengelana, dibayangannya sekarang, Azhar sedang bercinta di sofa bersama Gita ketika tuan rumah tak mengawasi mereka berdua. Semakin besar bayangan itu menyesaki pikirannya, Jevi jadi seperti orang kehabisan akal, saking kacaunya, tremornya jadi kambuh. Tangannya mulai bergetar-getar dan menjadi susah dikendalikan, dia tersiksa, merana, cemburu buta, menyedihkan, dan seperti lagi membayar semua karmanya.

Jevi harus turun ke lantai satu untuk mengambil obat dan mengawasi mereka berdua. Dia tak masalah dibilang overprotektif, posesif, kolot, asalkan Gita dalam keadaan baik-baik saja. Tak akan dia izinkan Azhar menyentuh Gita meski seujung jaripun, dia tak ingin orang yang akan dia nikahi, diobok-obok pria lainnya sampai kapanpun juga.

Jevi menyerah, dia akhirnya keluar dari kamarnya, lalu meminum obat dan melangkahkan kaki ke ruang keluarga tempat mereka berdua berada. Azhar yang menyadari kehadirannya pertama kali, langsung menyapa dengan segera bangkit dari sofa, sopan sekali anak muda itu ternyata, beda sekali dengan Gita yang hanya biasa saja saat melihat tuan rumah yang bergabung dengan mereka berdua.

Jevi mengambil bagian tempat duduknya, tentunya di hadapan mereka berdua. Celingukan sendiri sampai yang dia hadapipun jadi salah tingkah dibuatnya. Azhar yang sedang membacakan satu-satu materi ujian kewarnegaraan pada Gitapun menjadi terbata-bata. Ya wajar saja, mata Jevi tajam sekali mengawasi, telinganya kuat sekali untuk mendengarkan, dan dia juga sedang berusaha memahami apa yang Azhar jelaskan tadi.

"Jadi Git, bela negara itu adalah ..." ulang Azhar setelah satu kali menjelaskan.

"Sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara."

Jevi menjawab itu dengan mukanya yang datar. Gita kesal karena Jevi ikut campur saat dia dan Azhar belajar.

"Om, kan Gita yang belajar, kok Om ikutan jawab sih?"

Jevi menaikkan bahunya. Dia tetap datar tanpa menjawab apa-apa.

"Ke atas kek Om, sana urus urusan Om sendiri."

"Lah kok lu ngusir gue di rumah gue sendiri sih, nggak sopan!"

Jevi duduk santai dengan tatapannya masih meneliti aktivitas mereka berdua. Gita lalu bangkit dari kursi karena merasa terganggu dan risih. Menurut Gita, sifat jevi itu secara tidak langsung mengusirnya dan Azhar dari ruang keluarga ini, benar-benar tak ada sopan-sopannya majikannya itu sebagai tuan rumah.

"Har, kita ke kafe aja yuk buat belajar. Om Jevi rese! Gita ambil tas dulu ya!"

Gita sudah bersiap-siap untuk segera berpindah dari rumah ini. Tapi Jevi menahannya agar tak beranjak.

"Sini aja sih Git, gue ke atas deh!"

Jevi akhirnya menyerah, tapi dia menemukan ide yang cukup berlian setelahnya.

Aha, itu intinya, Jevi sedari tadi harusnya tak norak menanggapi semuanya. Apa gunanya CCTV yang dipasang di hampir semua sudut rumahnya tanpa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Baiklah, sepertinya camera mata-mata di ruangan keluarga itu harus diaktifkan kembali agar dapat mengamati dosa-dosa mereka berdua.

Jevi langsung sigap ke lantai dua, pergi ke ruangan monitoring CCTV. Mencari-cari letak pengaturan agar kamera tersebut bisa diaktifkan. Aha, gampang juga ternyata. Tuh ada Gita dan Azhar sudah tertangkap CCTV.

Mantap, Jevi bisa menatap mereka berdua lewat layar monitor yang ada di depannya. Awalnya terasa sangat membuat penasaran tapi lama kelamaan menjadi membosankan.

Sepertinya dua orang ini menjalin hubungan dengan cara yang sehat, tak ada sentuhan fisik yang terjadi di antara mereka berdua yang bersifat mencurigakan. Jevi mengantuk, lalu dia sandarkan punggungnya di sandaran kursi dalam-dalam. Ini adalah waktu tidur sore untuknya. Minimal bisa sedikit melepaskan kelelahannya saat bekerja di satu minggu belakangan.

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Basagita dewani binti Sutrisno dengan seperangkat alat shalat dan emas 20 gram dibayar tunai," ucap pria berpakaian serba putih di akad nikah tersebut.

"Bagaimana sah saksi?" tanya Wali hakim.

SAHHHHHH

Jevi yang menyaksikan itu tak lagi gelisah, tapi sudah tumbang dengan perasaannya berdarah-darah.

Beberapa orang menggotongnya ke suatu tempat yang jauh dari lokasi akad nikah, tapi tak lama terjadi sebuah gempa yang teramat besar yang meruntuhkan semuanya. Dan Jevi terjaga dari mimpinya dengan muka yang syok dan nafas yang sesak. Dia usap wajahnya yang sekarang banyak keringat, jakunnya naik turun, dadanya sakit, karena mimpinya barusan benar-benar seperti kenyataan.

Jevi perhatikan layar monitor itu dengan seksama. Masih tak ada yang mencurigakan, dia lihat kejadian sebelumnya dalam tempo video yang dipercepat. Dan Jevi dapat berkesimpulan jika dua sejoli tersebut adalah pasangan yang berpacaran yang sehat.

Jevi ingin menghubungi Tama untuk menghalau kegalauannya terhadap mimpi yang baru dialaminya tersebut. Dia raih telepon selularnya di samping meja monitor. Lalu dihubunginya temannya itu segera.

"Tam, gimana kabar lu, mobil gue jadi lu balikin lagi ke sini nggak?"

"Baik bro, iya Bro habis isya ya. Nggak apa-apa kan? Gue soalnya lagi ngurusin anak gue kena kasus nih di luar kota. Digrebek warga tadi siang di kosan pacarnya!" Tama terdengar panik dalam panggilan tersebut. Jevi yang ingin curhat jadi menyurutkan niatnya agar tak menambah pikiran Tama.

"Si Rahma Bro? Mudah-mudahan cepat kelar ya kasusnya. Kalau lu nggak bisa cepat buat balikin mobilnya, biar ntar gue aja yang ambil sendiri ke sana."

Jevi mengalah, dia tau seberapa besar masalah itu untuk seorang Ayah, walaupun Tama hanyalah Ayah sambung tapi kasih sayangnya pada Rahma pasti sudah bertumbuh.

"Sorry ya Bro, gue nggak bisa lama-lama nih. Masih panjang nih urusannya. Baik-baik ya sama si Gita, jangan terlalu posesif banget sama dia."

Jevi yang sedang fokus berbicara sama Tama dengan menggoyangkan kursi putar, seketika ingat dengan Gita. Dia kucek matanya ketika melihat kejadian di monitor di depannya. Ini tak mungkin, nggak bisa, mana bisa begitu adanya. Jevi matikan panggilannya dan segera, lalu bergerak ke bawah secepatnya.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang