GOBLOK LU JEV!

1.1K 8 0
                                    

Alunan musik instrumental dari sexophone di kafe ini, benar-benar seirama dengan kondisi Gita dan Azhar yang kini duduk berhadap-hadapan. Mereka sudah dari tadi bercakap-cakap di sini meski tak ada satupun tugas yang mereka kerjakan, semuanya sekarang hanya murni perkenalan satu sama lain yang akan memulai hubungan serius untuk ke depan. Azhar yang dulu kaku dan dingin, kini sudah seperti gunung es yang mencair, lalu didihkan dengan panas yang tinggi, sehingga dapat melayang-layang dalam udara yang dinamakan cinta.

Tak ada sentuhan fisik sama sekali yang terjadi di antara mereka berdua. Beberapa kali memang mereka bersitatap dalam beberapa saat, tapi itu tak berlangsung lama karena Azhar tau jika itu akan mengundang dosa dari yang namanya zina mata. Tapi tetap saja hal itu, tak mengurangi dari kesakralan saling mengenal dari kedua belah pihak.

"Git, kamu yakin masih mau bekerja sama Om Jevi kalau kita nikah nanti? Aku insyaallah bisa biayain kamu dan adikmu itu loh dari bisnis yang aku kelola!"

Gita tau jika Azhar sudah punya usaha dropship, reseller pakaian muslim, dan juga aktif membantu Ibunya di usaha tour travel haji dan umroh. Tapi tetap saja, Gita tak berkenan dalam merepotkan pria muda tersebut, terlebih tanggungan Gita juga masih ada dua lagi yang masih butuh dana pendidikan.

"Nggak Har, aku bekerja cuman paruh waktu sama Om Jevi, paling ntar setelah dia makan malam aku pulang ke rumah kamu. Lagian hutangku sama Om Jevi juga banyak. Nggak enak kabur-kabur gitu aja!"

Azhar merasa keberatan dengan keputusan Gita tersebut. Lagian rumah Jevi itu bisa terhitung jauh dari rumah yang Azhar tempati sekarang. Bagaimana ribetnya nanti jika Gita bolak balik ke sana.

"Ya udah keluarga aku yang bayarin aja, gimana?"

Gita sigap menggeleng. Wanita itu walaupun tak punya duit, tetap saja harga dirinya setinggi bintang di langit.

"Nggak Har, Gita bisa sendiri mecahin masalah Gita!"

Azhar mencoba untuk mengerti, "Bagaimana jika kamu kerja sama Umi aku aja, di tour travelnya, bisa digaji sampai 4 juta buat paruh waktu loh Git. lebih besar dari gajimu di tempat Om Jevi."

Mata Gita bersinar, benar-benar rejeki anak soleh rupanya. Lumayan juga pemasukannya. Memang tak bisa menutup biaya sekolah Amri dan Cika perbulan, tapi Gita bertekat akan memindahkan kedua anak tersebut ke sekolah negeri di sekitar tempat tinggalnya nanti. Jadi uang empat juta itu akan dia alokasikan setengah untuk membayar utangnya dengan Jevi dan setengah lagi untuk kebutuhan sehari-hari.

"Gimana Git?" tanya Azhar lagi

"Gita setuju Har, Gita mau."

Azhar tersenyum dengan manis sekali. Lekukan yang tajam di kedua pipinya tersebut kembali terlihat sangat menarik. Matanya menyipit dan alisnya tebalnya agak turun sedikit. Dia senang tak berperi dengan keputusan gadis yang akan dinikahinya nanti.

***

Jevi kembali meminum satu teguk cairan berwarna biru yang ada di hadapannya tersebut. Sudah hampir tiga gelas blue vodka dia habiskan, tapi tak dapat membuatnya berdamai dengan apa saja yang terjadi di hidupnya akhir-akhir ini. Sudah dua hari ini dia rajin marah-marah, bentak-bentak, sampai memecat karyawannya yang membuat semuanya berantakan. Memang Jevi selalu berusaha perfeksionis dengan apa saja usaha yang dijalaninya. Tapi Tama yang menemaninya minum di bar ini menilai jika Jevi berlebihan dalam menanggapi semuanya.

"Jev, lebay tau nggak sih lu. Dulu waktu lu kehilangan kerja sama dengan bokapnya Aluna, lu nggak sampai segininya. Padahal lu bisa prediksi kerugian lu 3M. Ini hanya salah ngatur beberapa armada dua hari loh Jev dan kerugian lu juga nggak nyampe Milyaran. Paling mentok juga ratusan juta, tapi lu lebaynya sampai aut-autan. Sampai pecat-pecatin karyawan lu lagi. Emang lu nggak kasihan sama mereka, ntar anak bininya mau dikasih makan apa?"

Jevi kembali meneguk minumannya, dia sekarang tersenyum sinis, "Persetan, nggak peduli gue juga, masalah gue udah banyak!"

Tama mencari cara agar Jevi kembali jinak. Dia berpikir hal lainnya yang bisa menjadi pembanding untuk masalah pemecatan karyawan tersebut.

"Kenapa nggak lu pecat aja pembantu lu yang sering bikin rusuh hidup lu itu, kan sebenarnya kondisinya juga sama aja dengan mereka yang lu pecat siang ini! Sama-sama nggak kompeten di bidangnya."

Jevi tak sanggup, hatinya selalu bilang 'jangan Gita, jangan Gita', sampai berulang-ulang.

"Gue nggak paham Bro, gue takut kehilangan dia, jantung gue selalu berdebar jika di dekat dia. Tapi gue nggak paham apa sebabnya. Gue curiga gue mulai pedopilia. Sialan!"

Jevi memandang kosong ke depan dengan mata sayunya itu. Rasanya kini, tak ada yang bisa dia lakukan setelah tadi sore Gita memaparkan perencanaannya untuk berhenti jadi pembantu saat dinikahi oleh Azhar suatu saat nanti.

"Eh geblek lu berasumsi pedopilia, gue juga nikahin tante-tante yang jarak umurmya 13 tahun kali, tapi nggak ada tuh satupun yang nganggap bini gue pedopilia. Yang ada, ya dibully pecinta brondong aja. Kalau pedopilia itu jika si Gitanya saat ini dia umur 14 tahun ke bawah. Lah ini udah hampir 19 tahun. Cukup lah Jev, lu normal kok, tak ada yang salah!"

Jevi memutar bola matanya. Masuk akal sih teori temannya ini. Tapi Jevi belum paham apakah perasaan ini adalah cinta atau hanya sekadar penasaran saja.

"Lu tau kalau gandengan gue nggak pernah lebih muda 8 tahun dari gue kan? Tapi Gita itu 20 tahun cuy jarak umur kita. Gila aja gue jatuh cinta sama dia, bahkan dia belum orokpun gue udah bisa menciptakan calon orok ke tubuh wanita. Ya walaupun nggak pernah jadi karena main aman."

Tama yang hanya meminum segelas air mineral agar dapat memastikan Jevi pulang aman, lalu menatap temannya itu dengan tampang penuh pertanyaan.

"Lah dulu lu juga suka Mbak Sumi, Ibunya Gita yang jaraknya bahkan 17 tahun dari umur lu. Lu bisa-bisa aja loh buktinya. Lebih tua lagi Mbak Suminya. Lah ini, Gita yang lebih muda cuy, wajar aja sih menurut gue banyak pria yang menyukai daun muda emang, ya kecuali gue yang tipenya emang tante -tante gini."

"Dia itu di sisi lain masih kayak anak-anak cuy, masih kayak bocah. Malah mau nikah ntar lagi! Gila nggak tuh?"

Ekspresi Jevi berubah dengan teramat frustasi, tapi Tama bisa mengambil benang merah kenapa pria ini akhir-akhir ini suka marah-marah. Ya, semua itu karena Gita yang akan segera menikah.

"Oh, pantes ya, lu artinya selama ini cemburu cuy, lu aja yang nggak sadar. Ribet ya jadi lu, jatuh cinta musti lewat tiga kali penyaringan dulu; bibit, bebet, dan bobot. Kebanyakan mikir lu Jev, cinta itu nggak bisa lu pikirin macam itu. Dia datang secara alami ke perasaan lu dan ngalahin logika lu itu perlahan-lahan. Jangan lu bantah mulu kalau lu jatuh cinta sama Gita. Emang daya tariknya kuat sih cewek itu meskipun kerja rumahnya berantakan," jelas tama kembali meneguk air mineral di hadapannya.

Jevi merasa semuanya sudah terlambat, Gita sudah direncanakan jadi mantu keluarga turunan Arab.

"Gue ngerasa udah nggak tau lagi gimana caranya bikin pertunangan atau pernikahan mereka agar tak terjadi. Keluarga calonnya udah datang ke gue dan minta izin dengan semuanya. Gue udah nggak ada harapan lagi Bro!"

"Goblok lu Jev, bini orang yang lagi hamil muda aja bisa lu setubuhi dan pindah haluan jadi milih elu karena di baper ke elu. Lah ini Gita cuy, tunangan aja belum, nikah apalagi. Sebelum janur kuning melengkung, lu masih bisa nikung dia. Mulai sekarang lu usaha, keluarin semua pesona lu itu. Gue yakin emang lu cinta dia dengan apapun yang lu lakuin selama ini ke dia. Jangan menampik lagi Jev, tubuh lu itu udah ngasih lu pertanda, kalau lu sayang dia. Buruan lu berusaha dan bikin dia jatuh cinta!"

Jevi lalu meminum cairan biru itu langsung dari botolnya. Dia sepertinya semakin kacau dengan semua yang ada.

"Woi, udah, lu jangan minum lagi, Gita lu di rumah sedang telponan tuh sama calon lakinya, sedangkan lu di sini persiapan strategipun nggak ada. Payah lu!"

Jevi rasanya langsung terkoneksi dengan pembicaraan Tama tadi. Dia segera bangkit dari kursi dan mengepalkan tangannya serta diangkat tinggi-tinggi.

"Ayo kita pulang sekarang Tama, gue udah nggak sabar buat dia bertekuk lutut di kaki gue!"

Tama mengikuti pergerakan Jevi yang bersemangat hendak pergi dari sini, tapi tak berapa lama temannya itu ambruk karena kebanyakan minum alkohol kadar tinggi.

'Yah, ribet dah ini. Harus nganterin sampai rumahnya lagi,' rutuk Tama dalam hati.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang