Sudah jam setengah satu dini hari padahal, tapi ranjang itu masih bergoyang-goyang hebat karena ulah sepasang manusia yang sama-sama terengah-engah di atasnya. Posisi mereka sudah berganti berulang kali, dari awalnya memakai sedikit pakaian sampai akhirnya polos dan tak berbusana sama sekali, dari Jevi masih konsisten pakai kontrasepsi sampai sekotak itu habis sampai tak memakainya lagi. Berkali-kali pelepasan, berkali-kali mereka melengguh bersamaan, dan tentunya berkali-kali juga kalimat saling mencintai itu keluar dari mulut keduanya. Bercinta bisa menyelesaikan masalah keraguan Gita yang pernah terprovokasi majikannya itu dengan menuduh Jevi hanya memanfaatkan tubuhnya, saat ini Gita percaya beribu-ribu persen jika Jevi sungguh mencintainya dengan baiknya pria ini memperlakukannya di tempat tidur. Gita seperti dewi yang diutamakan kepuasannya oleh laki-laki yang barusan kembali melengguh untuk kesekian kali di ujung pelepasannya.
Jevi pejamkan matanya, dia tumbang di atas tubuh Gita yang segera memeluknya penuh cinta. Laki-laki ini memang terlewat perkasa, berjam-jam durasinya bersenggama.
"Om, bobo yuk, jangan dipaksa! Saatnya Om beristirahat!"
Gita berbisik pada Jevi yang kelelahan setelah memuntahkan cairan itu di pangkal paha kekasihnya tersebut. Mereka masih saling berpaut, lelah sudah menjemput, tapi pria matang itu masih merasa mereka harus melakukannya sampai hari benar-benar larut.
"Gue pulang ke kota besok sore Git, gue pasti merindukan lu saat itu terjadi!"
Gita tau jika tangan Jevi sudah mulai bergerilya kembali ke dadanya yang sintal. Menekan-nekan bagian tersebut sehingga Gita kembali mendesah hebat.
"Om, Gi ... ta akan se ... lalu jadi milik Om, Ah, Gita nggak mau Om sakit karena ke ... ca .. pek ... an! Lagian ntar kan bisa video call."
Gita berusaha melepaskan genggaman Jevi di area sensitifnya tersebut. Pria yang tubuhnya basah oleh keringat itu malah mempererat genggamannya.
"Gue pengen ini, ini punya gue kan Git? Lu musti bilang ini hak gue ntar baru gue lepasin!"
Jevi mengancam sembari memperkuat remasannya. Gita kesakitan dibuatnya.
"Iya Om, ini hak Om, semua yang di tubuh Gita adalah hak Om!"
Jevi tersenyum lalu melepaskan satu kecupan ke kening Gita. Dia lalu mengubah posisinya ke samping kekasihnya itu dan melepaskan tautan kelamin di antara mereka berdua.
"Git, gue akan menua lebih dulu dibanding elu, mungkin gue juga akan mati lebih dulu dibanding elu. Lu mungkin akan menghadapi gue sepuh dan menjadi pelayan sekaligus pendamping hidup gue sampai lu capek sendiri, lu masih ikhlas Git?"
Gita mengangguk, memperhatikan wajah Jevi dengan seksama dan bersungguh-sungguh.
"Om, itu resiko Gita karena jatuh cinta ke Om. Gita nggak masalah meski nanti Gita akan ngurusin Om di masa tua karena usia kita terpaut terlalu jauh. Gita ikhlas kok Om!"
Ini malam terbaik dalam hidup Jevi karena dapat berdua dengan bidadarinya yang cantik sekali. Jevi rangkuh Gita dengan erat, lalu wajahnya yang lelah berusaha ceria menatap kekasihnya itu.
"Serius?"
Gita mengangguk yakin, mengecup bibir Jevi sekilas, sebelum satu tangannya melinggar ke pinggang pria tersebut.
Mereka terlelap dalam remang pada ruangan yang lapang. Berharap pertemuan mereka yang harusnya kurang dari 24 jam ini akan panjang.
***
Cinta dan masa depan yang membuat Jevi bersikeras untuk datang ke sini. Ke rumah sederhana tempat kediaman calon adik iparnya yang salah satunya bisa saja menjadi batu sandungan untuk hubungannya dengan Gita ke depan.
Minggu jam sembilan pagi, dua orang itu sudah sampai di dekat pintu rumah tersebut. Salah seorang berinsiatif untuk mengetuk, siapa lagi kalau bukan Jevi yang kini memakai pakaian batik lengkap dengan celana panjang yang formal seperti pakaian pria yang datang melamar ke rumah keluarga wanita.
Tak lama pintu dibuka, ya si kecil Cika yang melakukan hal tersebut. Awalnya bibir gadis kecil itu terkatup karena tak menyangka siapa yang ada di depannya kini. Dia takut jika kakak laki-lakinya akan marah sekali lagi saat mengetahui keberadaan Jevi yang berkunjung ke rumah ini.
"Om, ada Kak Amri di rumah, Om ntar dimarahi lagi! Kak Gita, kemaren Kak Amri ngutuk-ngutuk Kakak karena nggak pulang satu malam lagi, dia marah-marah!"
Jevi tersenyum miring, sedangkan Gita ketakutan sambil menggenggam tangan Jevi dengan tangannya yang dingin. Sejurus kemudian, laki-laki yang dibicarakan Cika itu sekarang berdiri di antara mereka bertiga.
"Ngapain Om kesini? Mau membuat Kak Gita menderita lagi ya, Kakak kenapa nggak pulang ke rumah tadi malam? Kata Pak Keenan, Kakak dibawa Om Jevi. Kalian berdua ini kenapa sih, belum selesai urusan hubungan sugar baby dan sugar daddy antara kalian berdua meski sudah berjauh-jauhan kalian terpisah seperti sekarang?"
Gita menekur sedangkan Jevi berusaha membuat keadaan bisa dikendalikan olehnya.
"Cika masuk ke kamar ya? Ri, kita selesaikan ini di dalam rumah lu! Ini penting!"
Amri mengiyakan ide Jevi, lagian tak etis ribut-ribut di luar rumah, meski pria ini bukanlah tamu yang diinginkannya.
Cika segera memisahkan diri, sedangkan Jevi, Gita, dan Amri masuk ke ruangan depan. Duduk bertiga di lantai kayu, tanpa suguhan, dan hanya membicarakan masalah yang penting saja.
"Ri, gue cinta Kakak lu ini. Gue minta izin lu, buat membina hubungan serius dengan dia. Gue pinjam dia kalau gue lagi berkunjung ke desa ini. Sehari dua hari lah, gue akan kabarin, jadi kalau dia nggak pulang lu percayakan saja dia aman bersama gue!"
Jevi berbicara itu ringan, dia agak tenang dari semua kecemasan. Tapi dia tak memperhatikan resiko dari pembicaraannya tersebut.
"Om nggak balikin Kak Gita dua hari buat apa Om? Lagian apa salahnya Om balikin malamnya, kenapa Kak Gita harus nggak pulang? Emang gaya pacaran kalian itu seperti apa sampai nggak sempat buat pulang?"
Ah, begonya Jevi, pembicaraannya barusan menjadi bumerang yang siap memutilasi kepercayaan Amri terhadapnya. Gita semakin pucat, takut dengan penolakan yang akan diucapkan oleh adiknya tersebut.
"Ya, lu nggak perlu tau juga sih Ri, ini urusan orang dewasa dan ini privasi. Pokoknya kakak lu ini aman bersama gue. Gue akan pulangin lagi dia baik-baik lagu ke rumah saat gue balik ke kota!"
Amri menepuk bahu Gita yang barusan menekur karena wanita itu tak mau melihat akibat pembicaraan Jevi yang semakin lama keliatan semakin mencari masalah. Gita mengangkat wajahnya menatap adiknya , Amri memperhatikannya penuh kecewa.
"Kakak dulu pernah bilang jika aku nggak boleh jadi Om Jevi saat aku banyak uang karena menurut Kakak Om Jevi itu brengseknya keterlaluan. Sekarang kenapa kakak malah mau dengan laki-laki seperti ini? Aku berani bertaruh jika nanti Kakak hamil karenanya, dia akan pergi meninggalkan Kakak dan mencari wanita lain untuk dia kencani."
Jevi bangkit, dia tarik kerah baju Amri dengan ganas. Dia tak terima jika tuduhan itu dialamatkan pada dirinya yang sudah bersungguh-sungguh pada kakak perempuan dari remaja laki-laki ini. Amri menatap tajam, menantang ke bola mata Jevi yang kini melotot, laki-laki itu tak akan takut demi menyelamatkan kakaknya itu agar tak salah jalan dengan membina hubungan terlarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...