MAU NGGAK?

1.2K 10 0
                                    

"Mau nggak?"

Jevi kembali bertanya dengan harap-harap cemas. Harapannya sih Gita memakan umpannya, karena bagaimapun juga, menurutnya kecupan lama adalah salah satu terapi stress yang paling efektif.

"Om?" Gita masih ragu.

"Iya atau tidak Git, jawab aja!"

Gita kembali mengemut lolipopnya dengan perlahan-lahan sembari memikirkan keputusan yang akan diambilnya tersebut.

"Ya udah, nggak mau nih?"

Jevi menoleh ke belakang dengan menjilat sisa manis yang ada di bibirnya tersebut.

Gita memperhatikan bibir seksi pria itu bergerak-gerak secara sensual. Rasanya benar-benar menggoda untuk dicecapi dengan lidahnya secara lebih dekat.

"Om kenapa hari ini nggak manggil teman Om untuk bercinta?"

Jevi mengangkat bahunya lalu bilang, "Gue mau bertobat, mau yang jelas aja sekarang mah, masa Nabila bisa, gue nggak bisa."

Oh, kabar baik yang didengarkan Gita seharusnya. Tapi ntah kenapa ada rasa tergores-gores di hatinya.

"Ya udah kalau gitu. Terus kenapa Om ngajak Gita ciuman?"

"Karena ciuman sama lu itu candu, seperti kebutuhan, dan gue susah sekali bisa lepas dari itu Git. Gue juga nggak tau gimana. Ada rasa ketakutan juga ntar kalau gue nikah sama Nabila dan gue nggak bisa nahan nafsu gue elu!"

Gita mengerti, lagian kalau berharap banyak atas jawaban Jevi itu tidak mungkin. Gita tau, Fares melakukan itu karena nafsunya dibarengi cinta dengan Gita. Sedangkan Om-om ini jangan harap, semuanya hanya berlandasan suka sama suka.

"Kalau elu gimana Git, kenapa ngelakuinnya bareng gue?"

"Geli Om, ngerasa enak aja saat Om ngelakuin itu. Entahlah Gita juga nggak tau perasaan apa itu."

Jevi mengangkat satu sudut bibirnya, tersenyum miris. Ada apa sebenarnya dengan anak walinya ini. Ntah dia terlalu naif atau terlalu menikmati.

"Tapi lu suka Git?"

"Suka Om!"

Gita jujur sekali sepertinya, Jevi perhatikan gadis itu secara lebih dekat.

"Jangan—" ucapan Jevi terpotong.

"Jangan cobain ke cowok lain kan Om?"

Jevi mengangguk, Gita sepertinya hafal setelah diwanti-wanti berkali-kali.

"Om dulu Gita ngiranya kontak fisik itu dilakukan sama orang yang saling mencintai, tapi ternyata tidak juga. Syaratnya hanyalah sama-sama saling menikmati."

Jevi speechless tak tau mau jawab apalagi. Hilang sudah pembelaannya yang musti dia sampaikan. Sebenarnya dia takut Gita berprinsip seperti ini. Mau jadi apa gadis ini jika nanti tinggal jauh darinya. Bisa-bisa Gita semakin kecanduan untuk ditelanjangi.

"Lu ingat Git, kalau lu pacaran masih ngelakuin sebatas apa yang gue lakuin ke elu sebenarnya masih wajar meskipun dosa zina ya tanggung sendiri. Tapi gue minta sebelum lu benar-benar dewasa dan bersuami, lu musti jaga diri. Laki-laki itu gampang menelanjangi Git, kalau bertanggung jawab baru susah. Gue kalau kita khilaf ya gue bakal kasih apa yang gue janjiin ke elu. Kalau lu hamil gue akan nikahin lu."

Gita mengangguk. Lalu menatap tuan muda itu seperti penuh perasaan yang tertahankan selama ini. Memang rasa bersama Jevi itu nano-nano, ada berbagai rasa yang melingkupi. Terasa terancam, terlindungi, biasa saja, deg-degan, semuanya menjadi satu kesatuan yang sulit didefinisikan. Tapi satu yang terpenting, dalam lubuk hati terdalam Gita sayang dengan laki-laki ini. Rasa sayang yang sulit untuk diterjemahkan tentu saja.

"Om, Gita nggak bisa meluk Om, pegang tangan Om aja ya?"

"Takut dicium ya lu? Alah padahal sendirinya mau, dan hampir selalu balas."

Gita menyelipkan jemarinya di sela-sela jemari Jevi yang lembab. Dia penasaran mengapa tangan majikannya itu menjadi basah seperti ini.

"Om, udah berobat jantung belum, tangan Om lembab gini."

"Gue juga bingung, jujur gue kayak gini kalau bareng lu doang, gue juga tak mengerti kenapa bisa begini."

Gita menempelkan tangannya satu lagi ke dada Jevi. Lalu merasaka apa yang berdebar di dalam sana.

"Ayo kita ke rumah sakit Om, di sana kan ada dokter jaga 24 jam, kita bisa tuh nanyain apa penyakit Om di sana. Gita nggak mau kehilangan Om di waktu muda, kalau bisa ntar Gita bisa melihat Om menua dan punya cucu, Gimana?"

Jevi lalu masuk kamar mandi dan menyuruh Gita bersiap-siap agar mereka busa bersama-sama ke tempat yang mereka tuju itu.

***

Tak ada yang bermasalah, semua normal, tapi seorang perawat sempat berseloroh kalau Jevi sedang jatuh cinta dengan seorang wanita. Tapi masa iya, apalagi orangnya tersebut adalah Gita yang masih belia dan remaja. Rada-rada tak mungkin jika itu terjadi, mengingat selama ini track record Jevi hanya mau menjalin hubungan dengan orang yang umurnya dengan jarak maksimal 9 tahun dari umurnya. Lah ini, 20 tahun cuy, bisa-bisa dia dicap pedophilia.

Gita menunggu di kursi tunggu tepat di depan ruang praktek dokter jaga tersebut. Bahagia sekali dia sepertinya, seperti menemui seseorang sebentar ini. Dia goyang-goyangkan kakinya, lalu tersenyum-senyum bahagia tapi penuh tanda tanya bagi Jevi yang melihatnya. Sungguh lucu memang gadis ini. Suka sekali membuat orang penasaran akan tingkahnya yang begitu.

"Kenapa elu? Kesambet?"

"Tadi Gita ketemu Azhar sama Om Husein tau Om. Dia ngambil surat kesehatan sehat, emang Om nggak dengar dari dalam kita ngobrol apa?"

"Oh yang ngobrol bareng lu itu si Husein, Ya ampun gue kira siapa!" kata Jevi seketika menyadari suara yang ribut-ribut di luar.

"Dia ngajakin Gita main ke rumahnya kalau mau belajar bareng, baik ya dia Om?"

Pikiran Jevi travelling, tapi mengingat Azhar adalah anak dari teman baiknya sewaktu SMA jevi hentikan berasumsi negatif.

"Ya udah, kalau sama dia silahkan. Jangan bawa perasaan aja. Ntar patah hati lagi lu, tipe cewek macam lu bukan tipe Azhar banget," kata Jevi sok tau.

"Ya nggak apa-apa juga sih, Gita nggak ngarapin itu juga, yang penting Gita punya teman sekarang. Itu aja udah bikin Gita senang."

Jevi baru mengerti, pasti anak walinya ini gagal total bersosialisasi untuk hari pertama masuk kuliah tadi pagi. Pantesan cemberut gitu waktu di telepon siang tadi.

"Ya udah, kalau kapan-kapan lu butuh ke sana buat ngerjain tugas bareng, gue anterin sekalian gue mau bertemu bapaknya."

Gita senang bukan kepalang. Ah rasanya Azgar bukanlah tipe seperti Fares yang banyak keganjenan dengan banyak wanita. Dia pasti mampu membuat Gita nyaman saat bersahabatan dengannya dan tentunya tanpa sentuhan fisik yang terjadi antara keduanya.

Jevi menggandeng tangan Gita sampai ke luar dari rumah sakit ini. Benar, dia deg-degan jika berposisi seperti ini. Padahal tadi di ruang dokter semuanya baik-baik saja dan tak ada debaran jantung berlebihan yang terjadi. Tapi amit-amit jatuh cinta dengan anak remaja yang usianya beda jauh dari dirinya tersebut.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang