EMANG LU KUAT NAHANNYA?

4.4K 19 0
                                    

Jevi menyandarkan tubuhnya ke kursi, menghisap batang nikotinnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Asap itu seketika melayang-layang pada udara panas di teras kedai kopi Amerika ini. Andre tau betapa tertekannya bujang lapuk ini sekarang, pantasan sejak di Gym tadi Jevi selalu mengajaknya bubar duluan. Padahal baru setengah jam mereka menghabiskan waktu di dalam.

"Jadi elu sekarang dijodohkan dengan ukhti-ukhti solehah tapi udah punya buntut dua, dan satu anaknya macam titisan dajjal? KARMA, HAHAHA."

Tawa Andre langsung meledak, Jevi tiba-tiba tersedak. Rasanya mendengar Andre terbahak, asap rokok yang berusaha di hirup Jevi menjadi ganas di paru-paru, memberontak minta dikeluarkan lebih cepat tapi tanpa aba-aba.

"Uhuk, Uhuk, Setan lu, teman lu lagi kesusahan malah lu ketawain. Jin ifrid lu dasar!" rutuk Jevi sambil memukul meja.

"Gue nggak peduli sih Jev, lagian gue percaya dan yakin, lu bakal jadi bujang lapuk selamanya. Itu kutukan karena lu suka main selangkangan tanpa bertanggung jawab jika lawan main lu bawa perasaan."

Andre meneguk espresso yang ada di depannya. Lalu memperhatikan muka kusut Jevi dengan senyum simpul yang memikat.

"Apa lu senyum-senyum. Lagian gue kan cuman FWB sama mereka. Ya mereka juga mau, sama-sama 'ah, oh, yes' waktu di ranjang gue, dan juga bilang terima kasih habis gue puasin. Lah salahnya di mana?"

Jevi masih belum paham di mana letak dosanya yang fatal. Lagian selama ini yang dia ajak senang-senang juga bukan wanita suci dan sepolos Gita. Semuanya punya track record dosa nakal masing-masing. Bahkan Arum yang terlihat solehah pun juga nakal sama lelaki lain saat masih bersuamikan angkatan negara.

"Ya namanya wanita Jev, awal-awal buat senang-senang aja atau ganti suasana, tapi ya lama-lama dia juga bawa perasaan karena lu perlakukan spesial meski aslinya lu ilang-ilangan. Sekarang gue tanya deh, berapa kali lu berjanji akan nikahin mereka saat lu lagi ke pengen banget."

Jevi mengulang memori. Ya, ratusan bahkan sampai ribuan kali mungkin. Termasuk dengan pembantunya sendiri itu, pernah juga dia janjikan untuk menikahi wanita itu. Waktu dia waras dan tak terpengaruh dengan nafsu, dia baru menyadari gadis itu baru bau kencur, terlalu muda jika ingin dia nikahi, apalagi keberadaannya ada sangkut pautnya dengan Mbak Sumi yang dia cintai.

"Ya banyak, Ya, tapi mereka pasti sadar kok kalau gue hanya asal bicara. Lu pikirin aja, mungkin nggak gue nikahin wanita yang tidur bareng gue dan suaminya itu AKP kepolisian? Jangankan menikah, ketahuan selingkuh aja pasti di-dor gue kayaknya."

Andre kembali tertawa, padahal menurut Jevi tak ada yang lawak dari omongannya tersebut.

"Gue kalau jadi cewek-cewek yang lu tiduri, bakal gue bawa surat pengalihan harta benda ke ranjang sewaktu lu lagi pengen-pengennya bercinta. Biar nanti saat lu udah pengen berat dan semuanya bisa lu lakukan agar dapat lubang, gue akan sodorin tuh surat pengalihan harta benda biar lu tanda tangani. Gue yakin bisa auto kaya gue waktu lu lagi kalap. Kenapa cewek-cewek itu nggak kepikiran ya. Heran gue!"

Jevi mempertemukan alisnya. Ternyata otak Andre adalah perpaduan antara oportunis dicampur kriminal juga rupanya.Tapi untung saja itu tak pernah kejadian di dunia nyata. Kalau menjadi realita, Jevi bakal habis sehabis habisnya karena kemaniakannya dalam bercinta.

"Gila lu, jadi gue musti gimana nih Ndre? Rasa mau ke rumah sakit jiwa gue saking stressnya. Ah, masa seorang Jevi yang punya segalanya harus punya anak tiri belangsatan macam si Rara sih."

"Kan Nabila udah sesuai kriteria lu tuh, solehah dan sepertinya sudah pengalaman mantap-mantapan sama sebelumnya dan gue yakin dia jagoan. Ya, kalau bisa sih, anaknya yang kelakuannya macam setan itu lu kerangkeng aja di pesantren. Biar di sana dia diajarin cara menghormati orang yang lebih tua dan lu jenguk aja seperlunya. Udah kan, lu bisa nikmatin waktu sama Nabila!"

Andre menyimpulkan dengan santai tanpa terbebani apa-apa. Tapi otak Jevi segera menemukan masalah baru yang harus dia utarakan.

"Terus si Lala, anaknya yang berumur tiga tahun itu gimana?"

Andre memegangi kepalanya, lalu berpikir jalan keluar selanjutnya.

"Nggak bisa dititip ke Neneknya gitu? Gue tau lu rada alergi ngurusin yang begituan. Kita apain ya Jev?"

"Lah lu malah tanya gue. Gue mana tau. Kan lu lebih pengalaman nikahin janda dibanding gue. Itu anak tiri lu Rahma gimana ceritanya bisa jarang pulang dan nggak betah di rumah?"

Andre mengangkat satu sudut bibirnya. Kalau masalah keluarganya sendiri dia tentu tau solusinya.

"Si Rahma mah emang liar dari sejak SD juga. Dia nggak betah di rumah bukan karena konflik tapi karena suka banget di kasur pacarnya dari siang sampai malam-malam. Dilarang juga nggak bisa, ya paling ntar jadi sering di rumah waktu minta uang buat aborsi. Baru kelas dua SMA udah dua kali kebobolan. Heran gue sama anak jaman sekarang, pergaulannya lebih parah dibanding kita-kita dulu selama masa sekolah, Bre."

Jevi geleng-geleng kepala. Pikirannya langsung tertuju ke Gita nun jauh di sana. Jujur saja, walaupun Gita itu bukan anak kandungnya, tapi kecemasannya terhadap gadis itu benar nyata adanya, walaupun di sisi lain dia tak bisa menjamin anak perempuan itu aman di tangannya. Emang dasar semuanya berawal dari nafsu keparat, Gita yang sebelumnya benar-benar seperti anak rumahan baik-baik, sekarang sepertinya sudah menganggap pagutan bibir itu jadi suatu yang biasa adanya. Bahkan jika Jevi ingat kembali bagaimana mereka saling melumat, laki-laki itu semakin merasa berdosa dibuatnya karena sudah mengajarkannya melakukan itu bahkan memaksanya sesekali karena hasratnya yang terlalu membuncah.

"Lu ngerasa marah nggak sih Bre karena anak tiri lu kayak gitu?" tanya Jevi penasaran

"Ada juga sih rasa kayak gitu tapi kan lu tau bini gue dulunya juga suka menjajal cinta ke banyak pria. Ada istilah 'orang tua kencing berdiri maka anak akan kencing berlari', ya kayaknya gue tak bisa nyalahin anak aja sih, kesalahannya juga ada di bini dan gue juga. Dulu aja waktu pacaran sama bini gue, kan gue sering banget ke rumahnya dan tidur berdua, ya pasti Rahma tau dan sadar lah meskipun saat itu dia baru kelas lima SD."

Jevi terdiam, dia takut suatu saat Gita akan mengikuti jejaknya yang sering bawa lawan jenis ke rumah buat mantap-mantapan. Alamak, rasanya sekarang tanggung jawab Jevi jadi bertambah-tambah.

"Kenapa Lu, mikirin pembantu lu itu ya Lu?"

Dari mana pula lah Andre ini dapat ilmu cenayang yang bisa membaca pikiran orang, sekarang laki-laki yang duduk di depan Jevi itu terlihat menakutkan.

"Gue nggak kenapa-kenapa!"

"Atau udah lu pake ya itu pembantu aduhai?"

Andre memandangi Jevi curiga. Jevi langsung membela diri seketika.

"Kagak lah, gila aja lu!" ucap Jevi setengah berdusta.

"Emang kuat nahan lu sama cewek yang bodinya kayak gitu?" alis Andre satunya terangkat ke atas, dia masih mempertanyakan.

"Eh gila, gini-gini gue tau main sama siapa. Mana mau gue ngerusak perawan. Nggak ada sejarahnya gue merawani anak orang! Gue ngerusak yang udah rusak juga."

"Tapi megang-megang sama lumat-lumat pernah kan lu sama dia?"

Jevi sudah hampir kehabisan kata-kata karena Andre terus mempertanyakan sebab tak percaya. Bisa terbongkar aib-aibnya dengan Gita kalau begini terus adanya.

"Udah, nggak usah lu jawab, gue udah tau jawabannya, minum Bre, kopi lu udah lama dingin tuh!"

Jevi mengusap mukanya. Ah, susah sekali menyimpan rahasia rapat-rapat kalau berhubungan dengan temannya ini. Kopi ini terasa lebih pahit di lidah.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang