Mami benar-benar bikin perhitungan, wanita itu meletakkan secarik kertas berisi ancaman di pintu utama rumah Jevi. Intinya Jevi diharuskan melaporkan ke Maminya dalam 2x24 jam untuk mempertanggungjawabkan hilangnya dia kemaren, jika tak dia lakukan maka itu artinya dia rela untuk membiarkan perusahaannya diobrak-abrik perencanaan keuangannya.
Jevi meremas kertas itu lalu menghempaskannya ke lantai dan menginjaknya tanpa ampun dengan emosi yang tinggi. Gita yang baru turun dari mobil dengan menggandeng banyak barang di tangannya melihat majikannya itu kebingungan. Ada apa dengan pria ini, perasaan tadi moodnya di mobil baik-baik saja, bahkan sempat bernyanyi-nyanyi saking girangnya.
"Om, jangan marah-marah kenapa sih Om, ntar cepat tua loh, buruan pintunya di buka, Gita mau masuk berat nih bawaannya."
Jevi mendelik ke arah Gita tajam, sudut matanya benar-benar sudah melebar tanda dia dalam kemarahan yang besar.
Dia lemparkan seperangkat kunci itu ke muka pembantunya dan langsung menabrak pipi gita sebelah kiri. Lumayan sih rasanya karena rentengannya itu banyak dan terbuat dari besi. Tak minta maaf atau apapun, Jevi langsung pergi dan memacu mobilnya cepat-cepat dan membuat Gita semakin kebingungan karenanya. Ya sudah lah, anggap saja Om-om itu lagi kerasukan setan dan apa yang terjadi sore ini tak usah dibawa perasaan.
---
Sepertinya Jevi tak akan pulang malam ini. Gita padahal sudah bersiap membelikannya nasi goreng Bang Rojak di dekat portal. Tapi sampai jam 9 malam Jevi tak juga datang. Tak tau entah di mana Om-om itu sekarang, tak bisa dihubungi karena sejak sabtu siang sampai saat ini dia masih membuat telepon selularnya dalam kondisi padam.
Gita sepertinya harus naik ke ranjangnya lalu berdoa dan tidur secepatnya. Seharusnya jam kerjanya sudah berakhir dari jam 9 malam. Lagian sudah tak ada yang ditunggunya lagi sejak nomor Fares dia blok dari kontaknya. Biarkan lelap melebur lelahnya karena beraktivitas seharian.
---
Tuan muda itu benar-benar tak pulang sampai siang dan tentunya tanpa satupun kabarnya yang diterima Gita. Pembantunya itu sekarang hanya di rumah saja dengan melakukannya kewajibannya sebagai pembantu rumah tangga. Ngepel lantai sudah, cuci piring kelar, ngelap kaca beres, memastikan tak ada barang-barang yang tak sesuai tempatnya juga selesai, dan memasakpun sudah dia lakukan meski hanya untuk dirinya sendiri yang rasanya juga tak pernah baik hari demi hari. Gita itu sering sekali bereksperimen dengan makanan tapi sayang sekali tak mempunyai dasar yang kuat untuk mencampurkan bahan masakan, jadinya ya makanan itu berakhir di perutnya dengan efek yang tak jarang mulas-mulas, mual-mual, beserta muntah-muntah.
Tapi itulah hebatnya Basagita Dewani, selalu menghargai hasil karyanya sendiri, meskipun sampah yang dihasilkan dari kerja tangannya yang terlalu asal-asalan. Dan begitu juga dengan sifatnya sehari-hari, masih bisa memaafkan meski orang tersebut banyak kesalahan sekalipun. Seperti sekarang, dia kembali mengingat Fares yang sebenarnya sudah melecehkannya di sabtu kemaren.
Ah, kesepian sekarang terasa lebih menyusahkan. Dia hubungi telepon selular Amri, tetapi adiknya itu masih berada di jam sekolah. Dan HP yang dipegang Amri itu adalah satu-satunya media penghubungnya dengan keluarganya di kampung halaman.
Ngerumpi dengan pembantu tetangga sepertinya bisa dilakukannya di jam setelah makan siang ini. Biasanya para majikan membebaskan asisten rumah tangganya di saat-saat ini, teras rumah Bu Romlah lah markas besar mereka, Mbak Atik pemegang kendali agar rumpi berjalan semestinya, dan tentunya ada Bang Rojak juga sebagai ahli pernasigorengan yang rada melambai untuk senantiasa mengompori jika ghibah-ghibahan sudah mulai dingin. Semuanya di sana dijamin bakal tertawa lepas, tapi asalkan rajin datang bergunjing, kalau tidak hadir sudah pasti diomongin.
Gita kunci pintu rumah, pintu pagar, lalu bergabung sama mereka yang sudah membentuk formasi satu demi satu. Beberapa sudah mulai duduk-duduk di situ bahkan ada yang saling bantu membantu mencari kutu, memijat bahu, walaupun ada yang sok-sokan produktif dengan merajut baju. Sebelum Mbak Atik datang, pergibahan belum bisa dimulai, paling hanya ghibah kecil-kecil aja seperti ngomongin pemerintah dan artis atau bisa juga berbasa-basi menanyakan kabar di antara satu sama lain.
"Eh, Git, sibuk amat beberapa hari ini nggak ngumpul bareng kita, udah mulai sombong ya?"
Sri yang seumuran dengan Gita langsung menyapa saat gadis itu baru bergabung dengan mereka yang sudah datang dari tadi. Gita dudukkan badannya di dekat temannya itu segera.
"Gita persiapan kuliah Sri, hehe, makanya beberapa hari ini nggak ke sini dulu, soalnya Gita belajar."
Para pembantu lain mulai menjadikan Gita sebagai objek perhatiannya. Mereka sudah siap dengan kalimat introgasi selanjutnya.
"Wuih, dulu aku pernah tuh ngelamar kerja di tempatnya Jevi walaupun cuman lewat basa-basi saat papasan sama dia di warung, mayan bisa godain, tapi tetap aja dia nggak buka lowongan pembantu. Betah amat dia tinggal sendiri di rumah segede itu. Paling cuman seminggu sekali ada tukang bersih-bersih kebunnya atau isi rumahnya itu. Heran juga deh aku sama dia, kayak anti sosial gitu kayaknya, tapi sama kamu dia mau ya Git!" kata Mbak Anik memberikan kesaksiannya.
"Yang sering ke sana cuman cewek cantik ya Mbak, gonta-ganti lagi, kayaknya kita-kita ini tak termasuk perhitungan dia kecuali Gita. Gita kan aduhai," sambar Mbak Tuti saat itu juga.
Gita malu-malu, lagian dia tau bukan itu yang membuat Jevi mempertahankannya, apalagi kalau bukan karena hutang budi pada ibunya.
"Git, udah mau nikah nggak sih majikanmu yang super tampan itu atau bakal jadi bujang lapuk selamanya?" tanya Sri.
"Insyallah dalam waktu dekat Sri, soalnya udah dijodohin, semoga aja berhasil."
Para pembantu memasang wajah kecewa. Benar-benar seperti mendengar berita duka sepertinya.
"Andai aku kaya ya Git, pasti udah kupermak mukaku dan kugoda Jevi biar dia jadi suamiku," ujar Mbak Anik sambil berkhayal.
Gita sebenarnya merasa aneh kenapa banyak sekali pembantu di sini yang selalu menjadikan Jevi sebagai trending topik pembicaraan. Sesekali ngomongin BTS come back kek, drama baru Lee min ho kek, atau lagu baru blackpink kek, masa omongan mereka Jevi lagi Jevi lagi. Menurut Gita, Om-om itu gantengnya juga kalah dibanding artis korea.
"Tenang Nik, Jevi itu masih milik kita semua, aku yakin dia nggak bakal nikah-nikah sampai kapanpun juga. Dia hanyalah milik dari fantasi kita-kita semua!" ucap Mbak Tuti menenangkan para penggemar Jevi.
Huft, Gita tak berminat sepertinya, kalau omongan mereka Jevi lagi dan Jevi lagi.
"Eh Git, selama di rumah dia, kalian ngapain aja sih?" tanya Mbak Anik ingin tau.
Darah Gita terasa akan berhenti mengalir, napasnya benar-benar terasa tersangkut di tenggorokan.
"Ya biasa pembantu sama majikan aja Mbak, hehe."
"Pembantunya, pembantu apa dulu nih Git? Ikut muasin di ranjang juga nggak?" ujar Sri menggodanya.
Selaksa peristiwa langsung bermunculan di benak Gita seketika itu juga, rasanya saat ini bercandaan Sri itu sudah seperti tuduhan dan Gitapun tak sanggup mengelakkannya.
"Ah, nggak, nggak kok!"
"Kok gugup amat kamu Git, emang udah ngapain aja?" introgasi Sri.
"Aku nggak ngapa-ngapain kok, bentar ya aku pulang, lupa matiin kompor."
Gita bangkit dari duduknya di teras, lalu kocar kacir berlarian ke rumahnya. Dustanya sudah menyelamatkannya dan dia tak akan kembali lagi ke sana sampai besok hari tiba. Menunggu mereka lupa dengan topik saat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/367203097-288-k262003.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...