Hai haiii semuaaa. Aku lagi seneng banget nulis cerita ini, makanya aku double up.
Happy reading!!
"Berangkat bareng bapak ya" Ghaida Tiana Respati mengangguk sambil mengunyah makanannya. Aghis mengernyit tak suka ke arah ibu nya.
"Aku gamau berangkat pagi Bu" bisiknya agar tak terdengar ayahnya "Biar bapakmu kerja" Aghis hanya bisa mendengus pasrah.
Hari ini hari pertama ia bekerja. Ya, pada akhirnya ia memutuskan melamar kerja di gudang sembako. Walau gaji nya kecil, ia sudah tidak masalah. Terlalu lelah berharap kerja di PT.
Gudang buka sekitar jam 8, sedangkan sekarang baru jam 7 kurang. Itulah mengapa ia kesal di pagi hari. Padahal niat nya ingin rebahan dulu tadi.
"Bapak padahal juga entar kerja" Aghis mendumel sambil makan "Iya, tapi jam 10. Kesiangan itu mah" ibu nya masih menjawab dengan santai yang membuatnya makin kesal.
Ayahnya kerja sebagai supir yang biasa di sewa dengan mobil nya sendiri, namun itu juga tak setiap hari. Makanya tak berharap banyak dengan penghasilan ayahnya. Udah gitu pake buat bayar utang lagi, kesal Aghis.
Pada akhirnya ia tetap harus berangkat bersama adiknya di pagi hari. Ia dan adiknya sedang ribut sekarang perkara dia berangkat telat gara-gara Aghis.
"Lah, gua mah udah siap dari tadi. Kenapa nyalahin gua?" Aghis menatap sengit adik nya.
"Pokok nya lu yang bikin gua telat! Jangan terlalu santai makanya. Di kira gua sebagai siswi bisa fleksibel waktunya" ketus Ghaida masih menyalah kan Aghis, dan itu mampu menyulut emosi Aghis di pagi hari. Udah mah dia sebel harus berangkat kepagian, sekarang malah adik nya nyalahin dia karena telat berangkat.
"Heh! lu harus nya salahin tuh bapak lu yang terlalu nyepelein waktu! Gua mah bisa berangkat kapan aja" ucap Aghis dengan suara keras. Suaranya sampai terdengar oleh ibu nya.
Ibu nya yang paham langsung berteriak "MASS!! ANAKNYA TELAT INI, ENTAR DI HUKUM!!!" udah biasa, sebelum nya juga pernah gini, waktu Aghis masih sekolah. Dan terulang kembali.
"Masa sih? hahaha, iya tah?" bukannya panik karena anaknya telat masuk sekolah, ayahnya malah dengan santai jalan dari kamar nya sembari tertawa.
Belum selesai dengan masalah waktu, kali ini masalahnya karena ban mobil nya kempes. Untung punya alat isi angin ban. Tapi Ghaida jadi kesal hingga ingin menangis. Aghis yang melihat itu hanya bisa menahan tawa.
"Nah kejadian lagi. Bukannya dari tadi ngisi nya. Makin telat itu anak nya" Awal nya ayahnya masih santai, tapi karena sang ibu terus mengompori, kini emosi ayahnya malah tersulut.
"Ya aku mana tau kalo kempes! berisik banget kamu! bantuin aja engga. Engga bakal telat, enggaa! tenang ae wong masih jam 6.40!" ayahnya berucap dengan suara lantang yang membuat Aghis dan Ghaida menjadi takut. Ibu nya malah santai karena sudah biasa kena semprot seperti ini.
"Biasain hargai waktu, disiplin. Kamu mah gak ngerasain jadi anakmu yang harus di hukum nanti nya kalau telat" ibu nya masih terus menjawab yang membuat Aghis makin ketar-ketir.
Aghis mencoba menghentikan ibu nya untuk tak beradu mulut lagi "Bu, udah diem aja" ucapnya pelan penuh penekanan.
"HALAH LEBAY! KALO DI HUKUM BIAR AKU YANG NGOMONG SAMA GURUNYA! KAMU TUH YANG KAYAK GINI DI BESAR-BESARIN, MALAH BIKIN MASALAH!!" ayahnya kian memperbesar suaranya, jatuh nya jadi kayak membentak.
Aghis dan Ghaida benar-benar ingin menutup telinga. Makin telat jadinya kalau begini. Ibu nya yang sudah paham memilih untuk mengalah, jika terus larut bertengkar akan merugikan anaknya nanti. Untung nya mempunyai ibu pengalah.
Setelah melewati pertengkaran panjang di pagi hari, mereka berhasil berangkat. Ghaida sampai di sekolah tepat jam 7, sebelum gerbang akan di tutup sebentar lagi.
Tersisa Aghis yang berada di mobil. Jika sudah begini pasti ayahnya akan membicarakan kejadian pagi tadi. Dan ini alasan kedua yang membuatnya malas berangkat di antar ayahnya.
"Ibumu itu loh, bantuin engga tapi cocot nya bikin kesel" Aghis menutup mata menahan emosi. Kata-kata kasar ini terbiasa ia dengar, tapi tetap saja, kalau di tujukan untuk ibu nya ia tak akan bisa menerima itu.
Aghis memilih diam. Kalau ia sampai kelepasan, bisa di lempar keluar nanti nya dari mobil.
"Liat kan? Ghaida gak telat, sok tau banget dia! saya tau dan bisa memperkirakan kira-kira telat atau enggak"
Aghis hanya mengangguk-angguk, sebenarnya ia ingin menyahuti. Namun tak bisa. Mulutnya seakan terkunci dan suaranya seperti tercekat di tenggorokan.
Untung nya tempat kerja nya sampai sebentar lagi. Dan ia akan segera keluar dari perangkap ini. Rasanya lega, dan pengap nya se akan menguap. Emosi nya tadi perlahan mereda.
Aghis menyalimi tangan ayahnya "Assalamualaikum" salam nya sebelum membuka pintu mobil. Ia tahu jahat sekali tak menanggapi ucapan ayahnya yang sedang berkeluh kesah. Namun jika ia menanggapi sekalipun, yang ia bela akan terus ibu nya sampai kapanpun.
Peran ayah bagi Aghis itu tidak ada. Kata-kata 'ayah cinta pertama anak perempuan nya' juga tak ia benarkan. Entah sejak kapan untuk melihat sedikit kebaikan ayahnya ia tak bisa. Di matanya sekarang ayahnya akan tetap salah sampai kapanpun. Mungkin karena sikap tempramen nya?
Kalian kalo jadi Aghis, sedih ga??
Kalo aku si jelas sedih..
Keluarga itu satu-satunya orang kepercayaan kita, kalau dari salah satu ga memiliki hubungan yang baik dengan kita..
bakal berat buat kita ngejalanin hidup nya kan? kayak kurang semangat gitu.
komen yang banyak dong kalau setuju sama aku heheheh..
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate and Fate [End]
Science FictionIni tujuan Aghis.. Aghis berharap ia bisa mengubah masa depan ibu nya dan menghalangi pernikahan ayah ibu nya. Ia tak ingin ibu nya merasakan hidup melarat dengan ayahnya. Maka dari itu, Aghis meminta kepada Tuhannya untuk di beri kehidupan kedua...