17. Anna

2 1 0
                                    

Aku belum kasih tau tentang Anna sebelumnya.. dan di chapter ini aku bakal bongkar kenapa Anna ragu buat lanjutin sekolah..

hepi reding!

hepi reding!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Anna adalah pribadi yang tak suka sembrono. Hidupnya selalu ter rencana. Nilai nya selalu bagus, ranking tiga besar dan mendapat beasiswa. Semua nya ia rencanakan dengan baik.

Dan seperti saat ini, ia memutuskan untuk melanjutkan sekolah lalu menggapai cita-cita nya menjadi dokter. Ini adalah mimpi nya yang asli, yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun. Bahkan ke orang tua nya sekalipun.

"Bu, koyok e aku arep lanjutke sekolah" (Bu, kayaknya aku mau lanjutin sekolah) ucap Anna sembari menunduk. Ia tak kuasa menatap orang tua nya.

Ayahnya menatap Anna sendu "Koe ora mesakke karo bapak ibu nduk? omah mu ki wis elek, arep jebol. Nek di pekso, ora di dandani, pasti bakal roboh" (Kamu gak kasian sama bapak ibu nak? rumah kamu ini udah jelek, mau jebol. Kalo di paksa, gak di benerin, pasti bakal roboh).

Kata-kata ini.. yang selalu di ucapkan ayahnya. Tangannya mengepal. Ini kelemahannya, ekonomi keluarga. Bahkan untuk membenahi rumahnya saja mereka tak mampu. Sampai harus mengorbankan pendidikan Anna.

Anna menatap ayahnya sedih "Kenapa? kenapa mesti Anna buk pak? kenapa mesti pendidikan aku sing di korbankan? Anna juga kepengen sekolah tinggi koyok konco-konco ku sing lain" (Kenapa? kenapa harus aku Bu pak? kenapa harus pendidikan aku yang di korbankan? Anna juga mah sekolah tinggi kayak temen-temen ku yang lain).

Inara dan Simo saling menatap. Jika sudah begini, Inara memilih pergi. Biar suami nya saja yang menghadapi Anna, ia tak sanggup. Simo yang takut kelepasan emosi, juga memilih pergi.

Anna pun seketika menangis. Tangisan yang ia tahan seketika meluruh dengan deras. Ia bingung harus bagaimana. Orang tua nya seakan melarang nya, namun mereka segan mengatakannya.
.
.

"Anna, selamat yo koe entuk beasiswa" (Anna, selamat ya kamu dapat beasiswa).

Anna tersenyum senang. Ia berhasil mendapatkannya. Saran dari Aghis saat mereka mengobrol di gunung tentang beasiswa, berusaha ia cari. Waktu itu ia tak menanggapi ucapan Aghis karena ia ragu, ia takut tak bisa dapatkan beasiswa. Dan beruntung nya dia, Anna terpilih menjadi siswi yang mendapat beasiswa tahun ini. Mungkin ini puncak kejayaannya.

Berarti ia ada kesempatan untuk melanjutkan sekolah tanpa harus mengganggu keuangan keluarganya. Ibu dan ayahnya pasti akan bangga padanya.

Saat sampai rumah, niatnya ingin memberi orang tua nya kejutan. Berupa beasiswa yang ia dapatkan. Namun senyum yang tadi selalu menghiasi bibirnya memudar, saat mendengar percakapan ibu nya dengan kakaknya melalui telepon.

"Riana keno bully mbak?" (Riana kena bully mbak?). Tanya Inara resah.

"Iyo kii, kepiye toh, ya Allah Riana. Aku mesakke tenan nar. Bali-bali nde'e keadaane wis berantakan. Rambute awut-awutan" (Iya ni, gimana sii, ya Allah Riana. Aku kasihan banget nar. Pulang-pulang dia keadaannya udah berantakan. Rambut nya acak-acakkan) ucap bude nya resah dari seberang telepon.

Soulmate and Fate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang