(Sang Pengguna)

81 22 0
                                    

.

.

.

Sebuah tebasan memotong dinding reruntuhan dengan mudah saat Reiva mundur dan menghindari serangan apa pun yang datang padanya.

Robot, atau Meka Clockwork itu terus mengejarnya tanpa berhenti untuk sekedar jeda membuatnya kerepotan untuk mengatur rencana dalam otaknya.

Dia juga sama sekali tidak bertemu dengan siapapun selama melarikan diri di sekitar area reruntuhan tersebut, jelas saja dia cemas dengan dua orang lainnya. Ucapan dan nama yang si Ballader sebutkan sebelumnya membuatnya was-was jika 'Dokter Gila' yang dia maksud itu macam-macam dengan kedua temannya itu.

Dia tenggelam dalam pikirannya ketika Meka Clockwork itu menendang perutnya dan mengirimnya terbang ke dekat genangan air, membuatnya basah dan kesakitan.

Akhirnya merasa muak, begitu robot masuk ke dalam genangan air, dia mengirimkan gelombang listrik melalui air ke arahnya.

Meka Clockwork itu mengeluarkan suara statis, tapi segera menggerakkan tubuhnya dan menyerangnya sekali lagi.

Sementara aliran listrik masih mengalir ke tubuhnya, Reiva mengambil posisi, dan saat itu tangannya sudah berkobar dengan api, dia menunduk menghindari serangan robot dan meninju dadanya dengan tinju berapi.

Segera setelah itu terjadi, ledakan antara dampak api dan listrik mengirimnya mundur dan berguling ke tanah dengan dampak yang keras.

Robot itu segera hancur saat bagian tubuhnya terbang kemanapun ia bisa, semuanya menjadi berkeping-keping saat Reivas akhirnya bisa menghela nafas lega.

"....Dokter Gila ya? Dia sepertinya mengenal kita dengan baik." dia bergumam pelan sambil menyisir poninya yang basah dan menatap tajam ke bagian yang tersisa dari robot itu.

'Dia jelas tahu apa kekuranganku saat bertarung. Dia tahu bahwa aku tidak bisa fokus pada titik tertentu dalam situasi seperti ini, terutama dengan cedera dan tipe elemen spesifik yang ku gunakan saat bertarung membutuhkan waktu untuk bertukar.'

".... Apakah Ballader satu-satunya yang menguntit kami setelah sekian lama?"

"Dugaanku tidak."

Reiva menoleh ke arah suara itu dan melihat The Ballader sedang berjalan ke arahnya dari tangga reruntuhan sambil menatapnya dengan ekspresi arogan di wajahnya.

"Persetan dengan yang lain, aku hanya mengirim bawahanku untuk mengikutimu, dan entah bagaimana itu menarik.. perhatian rekanku juga."Lelaki itu berkata sambil mengerang kesal, "Beberapa di antaranya, terutama Dokter 'Sakit' itu mengetahui hal itu dari bocah berambut jahe yang sepertinya menganggapmu menarik dan semacamnya. Yah, aku juga begitu."

".... Kedengarannya seperti pedofilia.." gumam gadis itu dengan wajah jijik sekaligus lelah setelah mendengar penjelasannya.

"Katakan itu sekali lagi di hadapanku, jalang kecil sial-"Pria itu dengan cepat menutup mulutnya sebelum menghela nafas kecewa, "Aku hanya tertarik pada sesuatu dari apa yang kau katakan sebelumnya saat kita bertemu pertama kali, bukan sesuatu seperti itu."

"Mencurigakan."

"Aku tidak."

Reiva sedikit mengernyit, menatapnya dengan tatapan tertekan sebelum memalingkan wajahnya sambil memijat pelipisnya.

Tak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan oleh suara dari kejauhan, ledakan keras yang datang dari luar area reruntuhan membuat semuanya terasa bergetar karena dampaknya.

Khawatir itu adalah teman-temannya, Reiva segera berdiri dan mulai berlari menuju keributan itu untuk memastikan tebakannya salah.

Sementara itu, Ballader tampak menyipitkan matanya, wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan atas tindakannya yang tidak ragu-ragu dan mulai berlari untuk memastikan semuanya baik-baik saja.

[𝕱𝖔𝖚𝖓𝖉 𝖒𝖊 𝖇𝖊𝖋𝖔𝖗𝖊 𝖎 𝖉𝖊𝖛𝖔𝖚𝖗 𝖒𝖞𝖘𝖊𝖑𝖋]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang