.
.
.
●
♡
'Kejadian terakhir kali lagi-lagi.. sebuah kebetulan. Aku tidak mau percaya kalau aku punya hubungan dengan semua itu. Lebih baik jadi perantara, kata mereka, namun yang terjadi aku seperti menjadi seorang penengah antara Asteria dan masalah yang dia buat di Teyvat..'
"...Rei..?"
'Padahal dunia ini seharusnya adalah dunia game, sama seperti yang Fang sering katakan sejak pertama kali kami tiba di dunia ini..'
"Reeeeiiiiiii...!"
'Keberadaan kami.. tidak seharusnya pernah ada. Dan jika itu memang benar, pertanyaannya sekarang adalah; mengapa kami bisa tiba disini..? Jika diingat-ingat lagi, semuanya terlihat buram dan tidak jelas.. sama seperti Author..'
Eh kurang ajar-
*PIIIIIPPPPPP*
Sambil menatapnya dengan cemas, Ying dengan pelan mencolek luka gadis itu yang seketika membuatnya terjengit dan merintih kesakitan.
"Yingggg(个_个) what the heck???"
"Ya kau sih, melamun." Balas Ying dengan acuh, kemudian lanjut mengolesi salep ke luka temannya itu yang ada di pinggangnya,"Lagian sedari kemarin kau melamun terus. Itu tidak baik, tahu."
"... Habisnya aku bingung.. seharusnya semua yang ada disini game kecuali kita, kan..?"ujar Reiva dengan wajah murung, menunduk dan menatap lukanya sendiri,"Semuanya terlalu nyata untuk sebuah kebetulan. Dan situasinya memaksa kita untuk menerima bahwa semuanya bukanlah semata fiksi."
"Depresi mulu.."suara Boboiboy, atau lebih tepatnya salah satu pecahannya yang berdiri dan berjaga di depan pintu yang tertutup,"Sesekali coba kayak Duri atau Blaze. Terlalu berenergi."
"Berisik, paus Benediktus XV."balas Reiva sambil melempar tatapan sinis kearah pintu.
"Hush hush! Berantem mulu!" Ying menengahi dengan kesal,"Ku jodohin juga kalian sama NPC kalau berantem terus!"
""Ngga mau/Yaudah sih.""
Ingin rasanya Ying menghantam mereka berdua berulang kali menggunakan kekuatannya, namun sebagai ibu yang penyabar, dia cuma berharap mereka berdua kena karma.
(Ibu macam apa kamu????)
Hush..
Setelah membalut luka Reiva, Ying kemudian pergi meninggalkan ruangan itu setelah gadis itu memakai bajunya kembali, kemudian menyusulnya bersama Ice.
"Kita mau ngapain tadi..?"tanya Reiva sembari melirik Ice yang berjalan disampingnya.
"Bantu-bantu orang di Pulau."jawab pemuda itu seadanya.
Sebelum keluar dari kuil itu, keduanya langsung memakai topeng mereka dan keluar untuk melihat kondisi diluar.
Bak disihir, suasana diluar berubah 180 derajat dari dua hari yang lalu, dimana di mata mereka, tempat itu lebih hidup dan memiliki banyak perubahan serta perkembangan berkat kerja sama yang terbentuk dari kedua bangsa tersebut yang ternyata mampu saling melengkapi.
Dengan Arsitektur dipimpin oleh bangsa manusia yang lebih paham peradaban, sedangkan pekerjaan berat dengan mudahnya diatasi oleh bangsa Vishap yang beradaptasi dengan baik.
Melihat semua itu membuat pemuda berelemen es itu melirik kearah temannya yang hanya terdiam, namun getaran di pundaknya membuatnya tersenyum tipis menyadari bahwa kelegaan dan senang adalah hal yang gadis itu rasakan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝕱𝖔𝖚𝖓𝖉 𝖒𝖊 𝖇𝖊𝖋𝖔𝖗𝖊 𝖎 𝖉𝖊𝖛𝖔𝖚𝖗 𝖒𝖞𝖘𝖊𝖑𝖋]
Fanfiction«𝕀❜𝕞 ℍ𝕒𝕦𝕟𝕥𝕖𝕕.. ℍ𝕒𝕦𝕟𝕥𝕖𝕕.. ℍ𝕒𝕦𝕟𝕥𝕖𝕕..» ------------★ 𝔗𝔞𝔭𝔦 𝔞𝔨𝔲 𝔰𝔢𝔩𝔞𝔩𝔲 𝔡𝔦𝔥𝔞𝔫𝔱𝔲𝔦.. 𝔡𝔞𝔫 𝔨𝔞𝔲 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔰𝔢𝔩𝔞𝔩𝔲 𝔪𝔢𝔫𝔤𝔥𝔞𝔫𝔱𝔲𝔦.. 𝔖𝔞𝔶𝔞𝔫𝔤, 𝔞𝔨𝔲 𝔟𝔦𝔰𝔞 𝔪𝔢𝔫𝔧𝔞𝔡𝔦 𝔟𝔞𝔶𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫𝔪𝔲, 𝔨𝔞�...