Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Timnas Indonesia akan melawan Vietnam dalam lanjutan kualifikasi piala dunia. Semua pemain kini tengah berkumpul di lobby, tidak lupa Erick Thohir memberikan semangatnya untuk para pemain agar meraih poin penuh.
Nathan kini duduk bersama dengan Jay. Mereka berdua saling berbisik.
"Hari ini, kita gagal menemui Dziya ke apartemennya." Jay membuka percakapan.
"Kenapa? Tidak ada izin kah?" Nathan bertanya heran, karena sebelumnya mereka diizinkan menemui keluarganya sebelum pertandingan.
"Bukan, tapi mereka yang akan datang kemari. Seluruh keluarga pemain akan datang kemari. Termasuk Dziya."
Nathan mengembangkan senyumnya, ini kesempatannya untuk meluluhkan hati Dziya, dan tetap berusaha mendapatkan maaf darinya.
"Wow, bagus sekali kinerja federasi kita. Itu akan memacu semangat para pemain karena sebelumnya bertemu dengan anggota keluarga dahulu" mulutnya tersenyum lebar, matanya memancarkan kebahagiaan.
"HaHa, bilang saja karena kau sudah rindu pada adikku kan? Padahal semalam kalian sudah bertemu. Dasar lelaki haus pelukan" Jay mengejek Nathan.
"Elehhh, jangan salah. Dia kan istriku jadi aku bebas ingin memeluknya, bahkan menciumnya sekalipun. Memangnya kau, kakak ipar. Makanya segera nikahilah pacarmu itu" Nathan membalas ejekan Jay.
"Sabar, adik ipar. Pacarku tak aku bawa, karena takut yang lain kepincut dan aku akan menikahinya nanti. Tunggu saja. Oh ya, mengenai kau dan Dziya, kalaupun nanti kalian bertemu, kau tidak bisa memeluknya ataupun menciumnya seperti katamu tadi. Kau tahu kan pernikahan mu dirahasiakan. Tidak ada yang tahu, kecuali beberapa orang temanmu itu. Hahahaha" Jay tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Nathan yang langsung kehilangan senyumannya.
Dziya, dan kedua orang tua Nathan kini berada di lobby hotel bersama keluarga Timnas lainnya. Mereka akan memberikan semangat untuk masing-masing pemain.
"Wow, ramai sekali di sini." Melinda terpukau dengan banyaknya orang disini. Selain keluarga para pemain, banyak juga fans-fans yang berdatangan.
"Iya, inilah fanatisme sepakbola Indonesia. Jika laki-laki berkumpul di stadion, sedangkan perempuan di hotel tempat pemainnya tinggal." Romeo menyahut.
Berbeda dengan Melinda dan Romeo yang tampak antusias, Dziya justru merasa kurang bersemangat. Ia diam, sibuk dengan lamunannya.
"Ya, banyak sekali memang keluarga pemain di sini. Namun mereka nampak bahagia, sedangkan aku? Aku harus kembali berpura-pura baik-baik saja ditengah luka yang belum kering ini. Melihat Nathan, seperti melihat sebuah duri, kecil namun menyakitkan. Hufhhh, aku harus kuat, demi Kakak, demi kedua orang tua Nathan. Lagipula tidak ada yang tahu aku sudah menikah dengan Nathan, jadi aku bisa menghindarinya dan fokus pada Kakak ku saja." Batin Dziya.
"Eumm, Dziya. Kenapa kamu diam saja?" Melinda
Dziya tersadar dari lamunannya, ia tersenyum pada Mertuanya itu.
"Tidak apa-apa, Mama. Aku hanya bingung saja, bagaimana cara menemukan Kak Jay dan Nathan ditengah banyaknya orang seperti ini." Jawab Dziya spontan.
"Gampang, Nak. Kita bisa tanya staf, Ayo." Ajak Romeo.
Kini mereka berjalan mendekati staf Timnas. Setelah bertanya, mereka diarahkan pada satu kursi di ujung yang berisi 2 orang lelaki keturunan. Mereka Jay dan Nathan.
"Hallo, Sayang" Melinda dan Romeo berlari menuju Nathan. Sedangkan Dziya berjalan dan disambut rentangan tangan sang Kakak yang akan memeluknya.
"Kakak...." Dziya langsung memeluk kakaknya itu dengan erat, menyalurkan rindu yang sudah lama terpendam juga mencari penenang dari rasa sakit yang dialaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Фанфик"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...