"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Jay?" Tanya Justin dengan emosi yang tertahan
"Tak baik, seperti yang kau lihat wajahku memar gara-gara ia marah besar. Dia menghajar ku saat mengetahui aku berbohong padanya dan Lisa." Jelas Nathan
"Berbohong? Apa maksudmu?" Justin semakin penasaran pada Nathan, dengan dada bergemuruh ia berusaha menahan emosinya agar tak meledak.
"Saat selesai perpisahan dengan klub, aku pergi ke Amsterdam untuk bertemu Lisa dan Zayn. Namun aku beralasan pada Jay dan Dziya bahwa aku akan mengunjungi teman yang sakit di sana. Tak aku sangka 2 hari setelahnya mereka datang bersama Harry memergoki ku sedang di rumah Lisa." Mendengar penjelasan Nathan, Justin tak bisa menahan lagi emosinya. Ia meraih baju Nathan, mengangkatnya hendak melepaskan pukulan.
"BRENGSEK! JAY MEMANG PANTAS MELAKUKAN HAL ITU, JIKA AKU BERADA DISANA PUN MAKA AKULAH YANG AKAN MENYIKSAMU LEBIH DARI INI!" Justin mendorong Nathan hingga terlentang di kasur, ia tak jadi memukulnya karena ingat bahwa kini mereka akan berjuang untuk negara.
"Pikirkan baik-baik perkataan ku dulu, pilih salah satunya atau lepaskan dua-duanya! Jika memang kau ingin hidup tenang." Setelah mengatakan itu, Justin pergi meninggalkan Nathan sendirian dengan pikirannya yang berkecamuk.
Nafasnya memburu, jantungnya berdetak kencang, hatinya cemas, jarinya bertautan saling memilin, mulutnya tak berhenti bergerak merapalkan doa, Dziya duduk di tribun menyaksikan perjuangan kakaknya dalam meraih tempat promosi ke Serie A. Venezia sudah unggul 1-0, satu kakinya sudah menapak di Serie A hanya tinggal menunggu beberapa detik lagi untuk memastikan diri lolos.
PRITTT PRITTT PRITTTT
Suara peluit panjang berbunyi pertanda pertandingan telah berakhir. Sorak sorai para penggemar bergemuruh, tangisan haru mengiringi akhir perjuangan ini, Venezia lolos Serie-A Italia. Jay menangis di lapangan, ia benar-benar bahagia telah membantu timnya promosi, ia kini melirik ke arah tribun melihat sang adik yang bertepuk tangan dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Ia hampiri dengan berlari kemudian memeluk erat sang adik.
"Kakak berhasil, Dek" ucap Jay dengan nada haru
"Selamat kak, aku bahagia sekali" balas Dziya dengan tangisan yang tak henti.
"Kakak akan kembali ke lapangan, kamu kembalilah ke rumah ya. Ingat, jangan kemana-mana!" Jay memperingati Dziya
Diliriknya laki-laki disebelah Dziya, ia menepuk pundak lelaki tersebut.
"Jaga Dziya selama aku masih disini! Jangan biarkan segores luka mengenainya! Paham!." Harry mengangguk mendengar perintah Jay, ia kini menemani Dziya pulang ke rumahnya.
Sejak pertemuan terakhir dengan Lisa, Harry langsung terbang ke Italia setelah ia mengetahui bahwa Dziya tinggal bersama Jay. Ini tentu saja untuk menjalankan rencananya, ia akan berpura-pura baik di depan Jay dan Dziya tentunya.
"Kau akan ikut ke Indonesia, Dziya?" Tanya Harry saat memasuki kapal yang akan membawa mereka ke desa dekat kota Venesia tempat Dziya tinggal.
"Iya, tentu saja. Kakak ku tak membiarkan ku sendirian sekarang, dan tentunya aku akan datang ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan ku juga mendukung kakak ku" jawab Dziya tanpa melihat Harry
"Lalu bagaimana dengannya?" Tanya Harry menjurus pada Nathan
"Aku tak peduli! Biarkan dia bahagia bersama istri dan anaknya" jawab Dziya acuh membuat senyum di bibir Harry terbit.
Dihirupnya aroma ruangan yang telah ia tinggalkan selama beberapa bulan ini, ada rindu yang mendalam dimana setiap sudut ruangan menyimpan kenangan. Tempat-tempat ia menangis, tertawa, termenung, mengeluh, dan menyemangati diri menjalani hidup seorang diri tanpa seorangpun yang ia kenal. Sampai akhirnya suara seseorang yang telah menemaninya selama 5 tahun terakhir terdengar, orang yang pertama kali menolongnya dan menjadi temannya.
"Dziyaaaaaaa, aku rinduuuu." Dziya tersenyum dan merentangkan tangannya begitu melihat Keyna yang berlari ke arahnya.
"Aku benar-benar rindu sahabatku ini" Keyna begitu erat memeluk Dziya hingga Dziya menepuk punggungnya
"Engap aku, Key" Ucap Dziya yang membuat Keyna melepaskan pelukannya
"Maafkan aku, Dzi. Aku terlalu rindu hingga memelukmu sangat erat" balas Keyna dengan cengirannya
"Aku maklum, karena sejak dulu kamu begitu" jawaban Dziya membuat mereka tertawa
"Ekhemm" suara deheman membuat keduanya menghentikan tawanya.
"Kalian melupakan ku disini" Jay bersuara setelah diam menyaksikan interaksi kedua sahabat itu.
"Hehe, maaf kakak" Dziya menggaruk tengkuknya
"Aku kira gak ada Kak Jay disini, maaf ya kak" Keyna cukup gugup begitu tahu ada Jay disini.
"Haha, tak apa key, Kakak tahu kalian ini kalo ketemu suka kadang kidding" ejek Jay
"Itu Kakak tahu" ucap Dziya dan Keyna bersamaan
"Oh iya Key, Kakak minta Dziya menghubungi mu kesini karena Kakak ingin menitipkan adikku yang manis, baik dan imut ini tinggal dulu di rumahmu selama Kakak kualifikasi disini" Jay mengutamakan niatnya
"Dengan senang hati, Tuan Jay. Saya dan keluarga saya sangat tersanjung apabila Nona Dziya tinggal di rumah kami." Jawab Keyna dengan candaan yang membuat mereka bertiga tertawa
"Baiklah kalau begitu, Saya sangat berterimakasih kepada anda, Nona Keyna." Jay melanjutkan candaan mereka
"Kembali kasih, Tuan" Jawaban Keyna menjadi akhir percakapan mereka sebelum akhirnya mereka makan malam bersama.
"Ngomong-ngomong kemana Nathan?" Pertanyaan Keyna membuat Dziya tersedak makanannya sendiri. Jay dengan sigap memberikan minum kepada Dziya sambil menepuk pundaknya.
"Key, bisa jangan bahas itu untuk kali ini?" Ucapan Jay membuat Keyna tak enak hati, pasti ada masalah besar yang kembali dibuat Nathan sehingga membuat Jay marah, dilihat dari raut mukanya yang berubah setelah ia menanyakan Nathan.
"Ma-maaf, Dzi, kak Jay." Sesal Keyna
"Tak apa, Key. Lanjutkan saja makannya." Dziya tersenyum
Makan malam telah usai, Jay sudah berangkat menuju hotel setelah mengantarkan Dziya bersama Keyna. Dziya sudah berada di kamar Keyna kini.
"Dzi, maafkan aku jika aku tak tahu kondisi. Aku ingin memastikan saja bahwa dugaan ku benar" Keyna mulai berbicara serius.
"Memastikan apa?" Dziya bertanya meskipun sebenarnya ia sudah tahu arah percakapan Keyna
"Ini tentang mu dan Nathan. Apakah ia kembali menyakiti mu?" Pertanyaan yang dilontarkan Keyna sesuai dengan dugaan Dziya.
Tidak ada jawaban dari Dziya, ia sibuk menimbang-nimbang jawabannya.
"Dzi?" Keyna memanggilnya karena tak kunjung diberikan jawaban.
"Key, untuk kali ini kau pasti tahu jawabannya tanpa perlu mendengar jawabanku, kau bisa melihatnya dari situasi saat ini. Tapi jika kau ingin tahu penyebabnya, maka maafkan aku karena aku tak bisa menceritakannya, ini privasi ku." Jawab Dziya.
"Baiklah, aku mengerti. Semoga masalah ini segera selesai ya, aku menyayangimu sahabatku." Keyna memeluk erat Dziya.
Suara koper diseret terdengar disepanjang lorong hotel, sang empunya fokus pada handphonenya hingga tak sadar ia menabrak seseorang.
"Maaf" ucap kedua orang itu bersamaan.
Mata keduanya bertemu, yang satu langsung menundukkan pandangannya sedangkan satunya lagi memandang dengan penuh amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Fanfiction"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...