"DZIYA" Seruan panik Jay dan Nathan berbarengan, mereka tergopoh-gopoh menghampiri Dziya.
"Nath, kau ambilkan minum untuk Dziya biar aku memijat tengkuknya" perintah Jay yang langsung dituruti oleh Nathan.
"Ini" Nathan membantu Dziya untuk minum, sedangkan Jay sibuk memijat tengkuk sang adik.
"Are you okay?" Nathan meletakkan gelas yang tandas setengahnya. Dziya mengangguk, namun tenggorokannya masih panas karena ia tersedak oleh sambal ijo.
Nathan duduk di samping Dziya kemudian membantu mengurut area leher bawah menuju dada atas Dziya untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar. Setelah sedikit reda, akhirnya Dziya buka suara.
"Apa maksud kamu tadi, Nathan?" Tanya Dziya yang membuat Nathan mengangkat alisnya.
"Tadi? Yang mana?" Pancing Nathan, ia sudah tahu arah percakapan nya namun dengan sengaja ia bertanya seperti itu.
"Tentang kandungan ku" lirih Dziya, ia kembali meminum air putih.
"Ah itu, iya aku tahu Dzi bahwa kandungan kamu masih bertahan kan? Anak kita masih hidup kan?" Tanya Nathan dengan nada serius.
"Kata siapa? Kamu tahu kan saat itu aku di rumah sakit dan saat itu juga aku bilang kepadamu, jadi mana mungkin!" Dziya mencoba mengelak
"Jangan berbohong, Dziya!. Aku sudah tahu dari Harry saat aku memergokinya dengan Lisa, dia mengatakan kalau kamu tidak keguguran. Aku juga tahu bahwa kamu mengidam akhir-akhir ini, iya kan? Salah satu buktinya adalah ini! Kamu ingin nasi Padang langsung dari kotanya padahal disini juga banyak yang jual" Nathan menatap serius kakak beradik itu.
"Sudahlah, jangan bahas ini lagi. Terimakasih sudah memenuhi permintaan Dziya dan kau boleh pergi sekarang" Jay mencoba mengakhiri pembicaraan ini, ia melihat adiknya mulai tersudut.
"Tidak, Jay! Aku harus meluruskan ini. Benar kan Dziya kalau kamu tidak keguguran? Anak kita masih hidup kan?" Nathan memegang tangan Dziya, ditatapnya mata yang mulai berembun itu.
"Jawab, Dziya!" desak Nathan karena Dziya yang tak kunjung membuka suara.
Kini tatapan Nathan beralih pada Jay, ia menatap serius sang kakak ipar.
"Jay, ku mohon jawab jujur. Aku benar-benar tidak apa-apa jika kalian menyembunyikan hal ini dariku, aku tahu maksud kalian baik. Tapi aku mohon, jawablah agar aku tenang" mohon Nathan, kini nadanya mulai melemah.
"Aku tak berhak, biar Dziya yang menjawab" hanya itu kalimat yang dikeluarkan oleh Jay membuat Nathan kembali menatap pada Dziya.
Ia mengelus punggung tangan Dziya, diangkatnya kepala yang tertunduk itu, ia tatap mata yang mulai mengeluarkan air yang semula memenuhi pelupuk.
"Dziya, aku mohon jujurlah" Nathan berucap lembut membuat Dziya berani menatap kembali mata Nathan.
Menghela nafas sejenak untuk menetralkan kembali perasaan, kemudian ia mulai menarik nafas dalam.
"Maafkan aku, Nathan. Bukan maksudku untuk membohongi mu namun aku melakukan itu untuk mempermudah perpisahan kita. Benar, kandungan ku masih bertahan, anak kita masih hidup." Jawab Dziya dengan tangisnya yang mulai keluar.
"Maafkan aku" lirih Dziya, ia terisak amat dalam.
"Dziya, lihat aku." Nathan mengangkat dagu Dziya, ia menghapus air mata yang menganak sungai di pipi wanita pujaannya.
"Aku mengerti kamu dan Jay melakukan ini untuk melindungi calon anak kita dari ayah seperti ku, ayah yang tidak bertanggung jawab dan ayah yang pecundang. Aku mengerti, namun ku mohon maafkan aku. Kita mulai dari awal ya? Berikan aku kesempatan sekali lagi untuk menjadi suami yang baik, adik ipar yang baik dan pastinya ayah yang baik, ya?" Nathan mulai mengutarakan niat awalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Fanfiction"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...