HAMIL?

1.3K 97 11
                                    

"hati-hati di jalan, sayang", Dziya memeluk Nathan, kemudian keningnya di kecup cukup lama oleh Nathan.

"Terimakasih, jaga dirimu baik-baik sayang" Nathan tersenyum, kemudian ia menuju Jay.

"Jaga istriku, Bro." Nathan memeluk Jay.

"Heh dia adikku, tanpa kau suruh pun aku akan menjaganya" Jay memukul dada Nathan pelan. Keduanya tertawa.

"Baiklah, aku pergi. Sampai jumpa, sampai bertemu 3 hari lagi" Nathan memasuki mobilnya dan melambaikan tangan pada Dziya dan Jay.

"Maafkan aku Dziya, aku kembali menyakiti mu secara tak langsung. Bukan maksudku untuk berbohong, namun aku memiliki tanggung jawab sebagai ayah untuk Zayn. Maafkan aku juga Jay, aku kembali mengingkari janjiku padamu untuk menjaga adikmu, aku kembali menyakitinya. Ini bukan kemauanku, namun takdir memaksaku untuk melakukannya." Nathan membatin, ia tatap kedua orang yang melambaikan tangan padanya.

"Nathan sudah pergi, ayo kita masuk. Besok kita akan pergi ke makam Mama dan Papa." Jay merangkul adiknya untuk masuk kedalam rumah.

"Iya kakak, aku rindu pada mereka." Jawab Dziya dengan nada sendu.

"Jangan menangis, Dek. Mama Papa gak suka lihat kamu menangis, kakak pun sama. Hapus air mata kamu, doakan terus mereka ya agar mereka tenang di surga." Jay mengelus kepala adiknya. Sesampainya di kamar Dziya, ia baringkan adiknya itu.

"Ayo, segera tidur. Kakak akan menunggu disini sampai kamu tertidur." Jay menyelimuti tubuh Dziya.

"Kakak, aku sudah besar." Dziya menolak, namun lain di hatinya. Ia menginginkan hal ini, ia suka diperlakukan manja oleh kakaknya.

"Biarpun kamu sudah besar bahkan sudah menjadi istri orang, bagi kakak kamu tetaplah adik kecilku yang cengeng" Jay mencium kening Dziya, ia menepuk halus kepala adiknya agar segera tertidur.

Ditatapnya wajah ayu didepannya, wajah yang mirip sekali dengan mendiang ibunya.

"Ahh, kamu begitu cantik, Dek. Wajahmu yang teduh sama seperti Mama. Dulu aku selalu cemburu saat kamu selalu dibela oleh Mama dan Papa saat kita bertengkar. Dulu kamu selalu dituruti apa yang kamu mau, kakak iri dengan itu Dek. Meskipun kakak tahu kamu saat itu masih kecil yang memang akan dimanja. Kakak selalu cemburu ketika kamu ditemani tidur, disuapi makan bahkan selalu digendong kemanapun, Kakak hanya melihat itu dengan rasa iri. Meskipun kita berbeda dua tahun, namun Mama dan Papa selalu mengutamakan mu dengan dalih kakak adalah anak laki-laki pertama. Namun, semuanya berubah saat Mama dan Papa pergi. Aku sadar, kamu lah yang paling singkat disayangi oleh Mama dan Papa. Kakak mengerti , kenapa dulu selalu dimanja, kenapa kamu selalu diutamakan dan kenapa Kakak harus dituntut dewasa. Kakak mengerti, sekarang peran itu kakak yang menjalankan nya. Kakak janji Dek, Kakak akan selalu menjadi orang tua bagimu, selalu jadi pelindung pertama jika ada orang yang menyakiti mu. Kini orangtua kita pasti bangga Dek, anak bungsunya telah menjadi istri orang. Istri dari teman masa kecilnya, pria yang selalu menjahili mu selain kakak. Kakak berharap Nathan bisa menjadi tameng bagimu saat kakak tak bersamamu. Jujurlah terus pada kakak, agar kakak selalu menjadi malaikat pelindung bagimu, sekalipun Nathan yang menyakitimu."

Ia bangkit dari duduknya, kembali ia kecup kening adiknya. Dipandanginya wajah yang selalu menjadi kebahagiaannya kini.

"Selamat tidur, Dek"

Ia matikan lampu, kemudian pergi dari kamar Dziya.

Pagi hari, Jay telah menyelesaikan masakannya. Hanya nasi goreng biasa, makanan kesukaannya dan adiknya.

"Dek.... Bangun... Ayo sarapan, tumben kamu bangun siang" Jay berteriak setelah Dziya tak keluar dari kamarnya.

"Dekkkkkk" kembali ia panggil adiknya itu.

NATHAN TJOE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang