"SEKARANG KAU BARU MENYESAL HAH?! KEMANA SAJA KAU SELAMA INI? KAU MENOREHKAN BANYAK LUKA PADA SEORANG WANITA YANG TELAH BANYAK MENANGGUNG LUKA SEJAK KECIL!. IA DITINGGALKAN ORANGTUANYA SAAT BERUMUR 8 TAHUN, IA HANYA HIDUP DENGAN KAKAKNYA! DAN SAAT MENIKAH DENGAN MU, IA BERHARAP MENDAPATKAN CINTA DAN KASIH SAYANG YANG SELAMA INI TAK PERNAH IA DAPATKAN NAMUN KAU HANYA MENOREHKAN LUKA, LUKA DAN LUKA!" Romeo berteriak, ia benar-benar marah pada Nathan.
"Papa, maafkan aku. Aku benar-benar menyesal, Pa. Aku sadar aku yang salah, aku banyak menorehkan luka padanya, aku memang lelaki pecundang yang tak bisa menjaga istriku dan menjadi penyebab gugurnya calon anakku..." Nathan berucap lirih, ia benar-benar sedih kini.
"Apa maksudmu?" Tanya Melinda dengan nada amat datar saat Nathan berucap demikian.
Nathan hanya diam, bibirnya kelu untuk berucap bahwa ia penyebab gugurnya janin Dziya. Meskipun sebenarnya janin itu masih hidup, namun dirahasiakan oleh Jay dan Dziya.
"Jawab Nathan, apa maksudmu?", kali ini Melinda mengangkat kepala Nathan yang tertunduk, ia tatap wajah sang anak dengan serius.
"Dzi-dziya ke-keguguran, sa-saat memergoki ku dengan li-lisa dia sedang ha-hamil dan aku tak tahu itu." Jawab Nathan dengan terbata-bata. Semua orang memandang Nathan dengan mata membola, mereka tak menyangka hal ini. Johanes tak kuat untuk menjaga keseimbangan tubuhnya, ia terduduk di sofa dengan bantuan Joy.
Melinda mendekati Nathan, tangannya mengudara menuju pipi Nathan
PLAKKK
"Mama benar-benar tidak habis pikir padamu, Noel. Bagaimana bisa itu terjadi?" Melinda menangis, ia benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan anaknya.
"Kau tak tahu istrimu mengandung?" Tanya Rommy datar pada adiknya itu.
"I-iya kak, saat Dziya memberitahu kabar itu, aku tak mengaktifkan handphone ku karena aku ingin fokus pada Zayn dan Lisa, saat setelah mereka memergoki ku aku baru tahu kalau Dziya ternyata sedang mengandung." Jawab Nathan dengan nada sendu.
"BRENGSEK! BAJINGAN KAU NATHAN!" Johanes bangkit, ia mendaratkan pukulan keras pada perut Nathan.
Nathan tak menghindar saat Johanes terus menerus memukulinya, ia paham perbuatannya sangat tak bisa dimaafkan.
"Kau memang pantas mendapatkan semua siksaan ini, perbuatan mu begitu rendah, kau menjijikan Nathan" datar Melinda berucap, ia benar-benar kecewa pada anak bungsunya.
"Maafkan aku Ma, aku benar-benar menyesal." Ucap Nathan memohon, ia bersimpuh di kaki sang Mama.
"Pergilah, jangan kembali ke sini. Mama kecewa dengan perbuatan mu, Mama tak ingin melihat muka mu lagi."
Melinda melengos, ia pergi ke kamarnya. Semua orang kini menatap Nathan yang masih bersimpuh di lantai dengan tangisan yang tak kunjung reda.
Suasana hening menyelimuti keluarga tersebut, hanya suara tangis Nathan yang terdengar. Romeo yang jengah dengan situasi ini, ia bangkit menuju Nathan. Diangkatnya badan Nathan hingga ia terduduk di sofa, ia menatap Nathan dengan serius.
"Nathan" Tegas Romeo berucap membuat Nathan mendongak menatap sang Papa
"i-iya Papa" lirih Nathan
"Sekarang keputusan ada di tanganmu, pilih salah satu diantara keduanya." Ucap Romeo
"Aku tak bisa" Nathan tak sanggup untuk menatap wajah papanya
"Kenapa? Kenapa kau tak bisa? Hanya memilih antara meminta maaf pada Dziya dan berbaikan dengannya atau memilih wanita itu dan hiduplah berdua tanpa restu dari kami" Ucap Romeo tegas yang semakin membuat Nathan kesulitan mengambil keputusan.
"Aku tak bisa, Papa. Aku mencintai Dziya namun aku juga tak bisa meninggalkan Zayn anakku". Ucap Nathan, Romeo menghela nafas mendengarnya
"Terserah mu, kau memang lelaki pecundang Nathan. Kau bisa saja meninggalkan perempuan itu dan bawa anakmu kemari, atau kau bisa mengurusnya tanpa status pernikahan dengan perempuan itu." Ucap Romeo kembali
"Lalu apa bedanya Papa denganku? Dengan berucap seperti itu sama saja Papa merendahkan Lisa dan status pernikahan kami." Balas Nathan
"Aku hanya menawarkan penawaran terbaik untukmu, karena aku tahu perempuan itu bukan perempuan yang baik!" Ucap Romeo emosi
"Tahu apa Papa tentang Lisa? Kalian saja tidak pernah bertemu" Nathan bangkit, ia tidak terima Lisa disebut perempuan tak baik.
"Naluri seorang ayah tak akan pernah salah, suatu saat kau akan menyadarinya. Sekarang juga pergi dari rumah ini, hiduplah dengan Lisa-Lisa itu dan jangan temui Dziya lagi. Karena bidadari tak cocok bersanding dengan lelaki plin-plan sepertimu." Setelah berucap demikian, Romeo pergi disusul yang lainnya meninggalkan Nathan seorang diri.
Nathan termenung di sofa sendirian, ia begitu bingung harus bagaimana. Ini adalah kesalahannya dan ini juga konsekuensi yang harus ia terima namun dalam hatinya tetap mengutuk perbuatan Harry karena bagaimanapun ini adalah akibat perbuatannya dulu.
Nathan menarik rambutnya, ia benar-benar frustasi harus memilih siapa diantara Lisa dan Dziya. Di satu sisi ia mulai mencintai Dziya dan merasakan ketulusan hatinya sedangkan disisi lain ada Zayn yang harus ia jaga. Kini ia mulai menyesal, kenapa ia tak jujur dari awal mungkin saja hal ini tak akan terjadi. Dziya tak akan sakit hati dan dia juga Lisa akan hidup bahagia meskipun penuh dengan rahasia.
Nathan bangkit, ia pergi meninggalkan rumah orangtuanya. Entah kemana ia akan pergi, yang pasti ia butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikirannya juga mencari jalan keluar dari semua masalah ini.
Sejak dua hari lalu setelah kepindahannya dari Belanda, Dziya masih terus melamun memikirkan nasibnya ke depan. Sudut hatinya masih berdenyut nyeri saat teringat kejadian Nathan bersama Lisa, tak ia sangka rupanya Nathan dapat menyembunyikan rahasia sebesar ini. Dipikirannya dulu Nathan hanya belum bisa menerima perjodohan antara mereka namun nyatanya ia memiliki istri yang dirahasiakan, nafasnya terhela, Dziya berusaha melupakan kejadian itu. Ia bangkit, membalikan badan dan disambut senyuman tulus sang kakak, Jay Idzes.
"Kakak, sejak kapan berdiri disitu?" Tanya Dziya sembari memeluk Jay.
Dibalasnya pelukan sang adik, ia cium pucuk kepala yang harum itu.
"Sejak kamu melamun tadi, melamun apa hm?" Tanya Jay sembari menatap Dziya penuh senyuman
"Bukan apa-apa" jawab Dziya.
"Kakak tahu kamu masih memikirkan dia, ini memang tidak mudah namun kakak yakin kamu bisa melewatinya." Jay kembali memeluk Dziya.
"Terimakasih kakak, kakak selalu ada untukku dan selalu menjadi malaikat pelindung ku, aku menyayangimu kak" ucap Dziya dengan mengeratkan pelukannya
"Kembali kasih, Dek. Kamu tanggung jawab kakak, sudah seharusnya kakak melakukan itu." Jay melepaskan pelukannya
"Kakak harus berangkat, hari ini pertandingan semifinal play off. Doakan semoga menang ya" ucap Jay sembari mengambil tasnya
"Pasti kak, semoga kakak menang dan nanti saat kondisi ku benar-benar pulih aku janji akan menonton kakak" janji Dziya.
"Yang penting kamu terus mendoakan kakak, kakak hanya perlu itu. Sampai jumpa, Dek, jaga diri kamu baik-baik jangan terus memikirkan dia." Jay pergi dengan mobilnya meninggalkan Dziya dengan senyuman tipisnya.
Dibalik tembok rumah sebrang, ada seorang pria yang tersenyum getir memandang ke arah perempuan itu.
"Aku merindukanmu, Dzi" lirih, sangat lirih ia berucap. Ia terus memandangi perempuan itu hingga ia kembali hilang dibalik pintu.
Hallo Guys, maaf ya tadi pagi gak sempet update soalnya hp aku mati dan baru nyala sekarang. Sebagai permintaan maafnya, khusus hari ini aku double up
Enjoy guys❤️
Terimakasih❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Fanfiction"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...