Pertandingan pertama di round 3 kualifikasi piala dunia zona Asia mempertemukan Indonesia melawan Saudi Arabia. Para pemain dengan semangat yang memburu memasuki lapangan dengan debar dada yang berguncang. Indonesia Raya berkumandang, air mata menetes dari seluruh pemain begitupun para suporter, bagaimanapun ini adalah sejarah mereka lolos ke round 3. Peluit dibunyikan pertanda pertandingan dimulai, Dziya menonton di bangku VVIP bersama Keyna dengan mengenakan Jersey sang Kakak, Idzes. Sedangkan hatinya menyebutkan nama sang suami, Nathan, untuk terus berjuang.
Pertandingan berjalan panas, banyak benturan di atas lapangan, kedua tim saling jual beli serangan, para pemain berjuang keras menguasai pertandingan, terlihat Jay Idzes berjibaku dibelakang menghalau serangan-serangan dari Tim lawan. Di luar dugaan Indonesia berhasil unggul terlebih dahulu membuat pemain Timnas Saudi terkejut. Suara gemuruh suporter Indonesia terdengar, meski bukan di negerinya namun semangat mereka tetap membara. Dziya bersorak, ia amat bahagia saat melihat negaranya unggul dari negara yang sering tampil di pentas tertinggi sepak bola itu.
Suara Dziya langsung terdiam bersamaan dengan gol pembalasan dari Saudi Arabia. Keyna mengumpat kasar pada pemain yang mencetak gol, ia benar-benar kesal. Sedangkan Dziya terus berdoa agar Tuhan membantu negaranya untuk menang.
"Kamu bisa, Mas, Kak" semangatnya tanpa mengeluarkan suara, ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi yang dilihat oleh Jay dan Nathan. Mereka berdua tersenyum, mengangguk sedikit kemudian saling merangkul.
"Semangat, kita bisa, Ayo!!!" Jay menyemangati pemain lain yang mulai kehilangan energinya.
"Finally! We win guys!!" Jay memeluk satu persatu pemain dengan bahagia, senyuman tak luntur dari bibirnya. Indonesia memberikan kejutan dengan mengalahkan Saudi Arabia sang negara langganan piala dunia.
"Kak" Nathan memeluk sang Kakak ipar, ia menangis terharu setelah mencetak gol pertamanya.
"Kamu penyelamat, Nath. Kakak bangga padamu!" Jay membalas pelukan Nathan dengan sama eratnya.
"Ayo, kita menuju tribun." Jay merangkul pundak Nathan, mereka menyusul pemain lain untuk berterima kasih kepada suporter.
Tatapan matanya tertuju pada wanita dengan Jersey nomor 4, Dziya. Bibirnya melengkung memandang wajah cantik yang sembab itu, ia tahu istrinya itu pasti menangis terharu juga pada gol pertamanya.
"I love you" gerak bibirnya terbaca oleh Dziya
"I love you too" jawaban dari Dziya membuatnya salah tingkah, ia merasakan bahunya dicengkeram erat oleh orang disampingnya.
"Jangan tebar pesona dihadapan ku, Nath" Jay dalang dibalik cengkraman bahu Nathan.
"Iri bilang boss, makanya segera halalin tuh mbak Pien" ejeknya membuat Nathan menatapnya tajam.
"Kau menyebutnya apa?" Tanyanya memastikan.
"Mbak Pien, bagaimana bagus kan?" Jawab Nathan dengan alis yang dinaik turunkan.
"Hmmm bagus juga, baiklah aku tak jadi marah padamu" tawa keduanya menggelegar hingga membuat yang lain menatap keheranan.
"Selamat atas kemenangan juga gol pertama mu, Mas" Dziya langsung memeluk Nathan begitu ia masuk ke dalam kamar hotelnya.
"Terimakasih, sayang" Nathan mencium bibir Dziya cukup lama, hasratnya ingin meminta lebih namun ia sadar situasinya tidak mendukung.
Gemuruh para suporter begitu terdengar menyambut para pemain datang, ini membuat para pemain ketar-ketir karena yang berteriak adalah suporter perempuan mereka. Tepat sekitar 1 jam yang lalu mereka mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta. Bis berhenti tepat di depan hotel, para pemain turun satu-persatu membuat suara-suara teriakan semakin keras terdengar. Untungnya sekarang ada pengaman yang sangat ketat sehingga para suporter tidak bisa mendekati mereka dan para pemain bisa masuk ke hotel dengan aman. Namun tetap saja tangan mereka penuh dengan hadiah-hadiah yang diberikan fansnya, seperti Nathan kini, ia kesusahan berjalan karena hadiah yang menumpuk di tangannya membuat pegal. Jay yang melihat adik iparnya kesusahan mendekat, ia mengambil beberapa hadiah dari tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Fanfiction"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...