Suara kunci diputar membuat keduanya tidak sabar untuk segera masuk ke dalam hunian baru mereka. Kini Nathan dan Dziya sudah berada di Swansea, mereka akan menempati hunian baru yang akan menjadi saksi bisu perjalanan hidup keduanya. Tepat saat pintu dibuka, keduanya melangkahkan satu kakinya ke dalam rumah seraya melantunkan doa agar diberi berkat dalam kedamaian di rumah baru mereka ini. Mereka mengelilingi seisi rumah dengan decakan kagum yang menghiasi keduanya, tiba saatnya di dalam kamar yang hendak mereka tempati, Dziya memeluk Nathan dengan eratnya seraya berbisik yang membuat Nathan tersenyum.
"Terimakasih atas semuanya, Mas" hati Nathan bergetar begitu mendengar kata terakhir dari Dziya, apakah itu sebuah panggilan spesial untuknya?.
"Kamu bilang apa tadi?" Ia ingin mengulang sekali lagi saat Dziya memanggilnya dengan Mas.
"Yang mana?" Alis Dziya berkerut
"Itu lho yang tadi, kata terakhir yang kamu ucapkan" Nathan mulai kesal, ia tidak suka digoda seperti itu
"Yang mana si?" Tanya Dziya sembari menggoda Nathan.
"Ah kamu mah" Nathan tak sabaran, ia juga tak ingin mengungkapkan keinginannya hingga pada akhirnya ia merajuk. Nathan menuju ranjang dan duduk di sampingnya, mulutnya berdecak sebal karena Dziya menggodanya.
"Aih jangan merajuk seperti itu dong, maafkan aku ya, MAS" Ucap Dziya sembari menekankan panggilan Mas.
Nathan tersenyum, ia menarik Dziya untuk duduk di sampingnya. Ditatapnya penuh damba dan cinta pada perempuan di depannya, haru menyelimuti hatinya saat mendengar istrinya memanggilnya Mas, apakah itu benar?
"Kamu memanggil ku Mas?" Tanyanya memastikan. Dziya mengangguk, ia suka melihat Nathan tersenyum lebar seperti ini.
"Iya, aku tidak enak jika memanggil kamu dengan nama, juga sebentar lagi kita akan punya anak. Tidak mungkin kan kalau kita masih saling memanggil nama?" Dziya menjelaskan alasannya memanggil Nathan dengan panggilan Mas. Panggilan itu sudah ia pikirkan dari jauh-jauh hari, bahkan sebelum masalah antara ia dan Nathan terjadi. Pada akhirnya panggilan itu baru bisa ia sematkan setelah badai perpisahan hampir memutuskan semuanya. Nathan tersenyum, ia mengecup kening Dziya lama dan setetes air mata jatuh tepat di kening Dziya.
"Terimakasih, sayang" Nathan memeluk Dziya begitupun sebaliknya, Dziya memeluk Nathan dengan sama eratnya.
Malam ini mereka habiskan dengan saling berbagi kasih sayang. Dimulai dari makan malam sepiring berdua dengan suapan yang saling bergantian, kemudian memandang langit Swansea yang indah dan diakhiri dengan tidur saling berpelukan.
Tidurlah wahai sang pujaan, aku akan datang dengan kebahagiaan yang senantiasa membuat hatimu menghangat
Nathan akan segera memulai latihan pertamanya kali ini dengan drama pagi yang membuat emosinya sedikit tersulut namun harus tetap sabar. Dziya tidak ingin ditinggal sendirian dan ia benar-benar ingin berdua dengan Nathan, itu tidak bisa ia lakukan karena ia harus segera berangkat latihan. Dziya akhirnya bisa dibujuk namun dengan syarat Nathan harus membawakannya tahu bulat. Kalian tahu? TAHU BULAT! mana bisa ia mendapatkannya di sini. Stress sekali Nathan memikirkan bagaimana caranya ia mendapatkan makanan yang diinginkan sang istri. Namun ia berusaha tetap fokus berlatih agar ia bisa mendapatkan menit bermain di klubnya saat ini, Swansea city FC.
Keringat bercucuran dari dahinya, nafasnya memburu, ia meminum air putih di tengah teriknya panas matahari. Jam istirahat membuat Nathan bisa bernafas lega, intensitas latihan di hari pertama ini cukup menguras tenaganya. Nampak pelatih sedang memberikan arahan kepada para pemainnya, Nathan dengan seksama mendengarkan apa yang pelatih jelaskan. Dalam hatinya ia bertekad untuk berjuang lebih keras agar ia bisa membuktikan diri bahwa ia layak bermain di klub ini.
"Come on guys!!!" Pelatih selesai dalam pembicaraannya, ia memacu semangat para anak asuhnya. Semua bertepuk tangan sebagai pertanda bahwa semangat dalam diri mereka membara.
Latihan usai, kini pikiran Nathan dipenuhi oleh Dziya. Ia bingung dimana mendapatkan tahu bulat di kota Swansea ini, sepanjang jalan ia memikirkan cara ia mendapatkan tahu bulat. Hingga akhirnya sebuah ide terlintas di pikirannya, ia membuka aplikasi YouTube di handphonenya kemudian mencari tutorial membuat tahu bulat. Senyumnya terbit, ternyata tidak susah membuatnya jika dilihat dari video, maka dengan semangat Nathan menuju supermarket untuk membeli bahan-bahan guna membuat tahu bulat. Urusan Dziya akan memakannya atau tidak biarlah nanti ia pikirkan, yang penting sekarang ia akan berusaha membuatnya dan menjelaskan kepada Dziya bahwa tidak ada tahu bulat disini.
"Aku pulang, sayang" Nathan berteriak begitu ia sampai di rumahnya. Tidak dilihatnya istrinya kini, dimana ia?. Nathan menuju kamarnya untuk membersihkan diri, terlihat Dziya sedang tertidur dengan laptop yang berada di sampingnya. Nathan merasa iba dengan posisi istrinya akhirnya ia membenarkan posisi tidur sang istri dan menyimpan laptopnya di meja kerja.
Selesai membersihkan diri, Nathan langsung mengeksekusi bahan-bahan yang telah ia beli tadi. Nathan amat fokus mengikuti tutorial yang ia tonton, meski sudah gagal tiga kali namun Nathan tidak menyerah hingga pada percobaan ke empat, ia bisa membuat tahu bulat.
Dziya terbangun, ia mendengar suara gaduh dari arah dapur. Dengan rasa penasaran tinggi, ia langsung keluar dan melihat apa yang menjadi penyebab kegaduhan di dapur rumahnya. Terlihat Nathan dengan wajah cemongnya sedang membuat sesuatu, Dziya yang penasaran langsung duduk di kursi tepat di belakang Nathan. Karena kefokusan nya Nathan tidak menyadari kehadiran Dziya, ia terus membuat tahu bulat. Dziya merasa terharu melihat effort Nathan untuknya, dia benar-benar menepati janjinya untuk selalu memenuhi apa yang Dziya inginkan.
"Terimakasih, Nathan. Kamu sudah benar-benar berubah, aku mencintaimu" ucapnya dalam hati.
"Akhirnya selesai juga, tinggal menggoreng saja. Cussss" gumamnya. Nathan terkejut begitu ia membalikkan badannya, ia melihat sang istri yang memandangnya dengan senyuman manis.
"Sejak kapan kamu disini, sayang?" Nathan mendekati Dziya, hendak menyentuh pipinya namun diurungkan begitu ia melihat tangannya yang kotor.
"Aku mendengar suara gaduh dari arah dapur, ternyata itu kamu" balas Dziya membuat Nathan nyengir kuda.
"Aku membuat tahu bulat pesanan kamu, maafkan aku karena tidak bisa menemukan penjualnya disini" ucap Nathan lirih
"Tidak apa, seharusnya aku yang minta maaf karena permintaan ku begitu nyeleneh dan selalu menyusahkan kamu. Sekarang aku begitu tergoda pada tahu bulat buatan kamu, Mas. Gorengin ya" Dziya menunjukkan muka gemas yang membuat Nathan tersenyum.
Tahu bulat sudah tersaji, Dziya terus menghirup aroma harum yang dikeluarkan makanan itu. Dengan semangat ia langsung duduk di meja makan menunggu Nathan memberikannya tahu bulat tersebut.
"Ini, makanlah. Aku harap ini sesuai" Nathan harap-harap cemas.
Dziya langsung memakannya, ia lahap sekali sampai Nathan melongo menatapnya. Dziya terus memasukkan tahu itu sampai mulutnya penuh dan mengembung.
"Pelan-pelan, sayang" Nathan mengambilkan air untuk istrinya itu, ia bahagia saat melihat Dziya memakan apa yang ia mau. Lebih spesial lagi karena ia yang memasaknya, ia sangat terharu.
"Ini enak, mas" puji Dziya sembari menawarkan tahu bulat itu pada suaminya.
"Tidak, makanlah" sengaja Nathan menolak karena ia lebih mengutamakan istrinya, untuk dia biarlah urusan nanti.
"Tidak, cobalah ini Mas" Dziya akhirnya menyuapi Nathan, air matanya menggenang, terharu pada sikap Dziya.
"Bahagia selalu, Dziya"
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN TJOE
Fiksi Penggemar"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layaknya rindu hatiku, seandainya bisa kubuka maka akan ku dekap rindu itu. Rindu terhadap Dziya, keluarga...