BAB 24

80 8 2
                                    

Pintu kamar Serra terketuk di pertengahan malam panjang. Wanita itu dengan malas membuka pintu dengan mata yang masih setengah terbuka. Matanya terbuka lebar ketika menyadari pria di hadapannya adalah suaminya sendiri. Membawa bantal guling dan rambutnya yang berantakan. Pria itu berkata dengan lemah, "bolehkah aku tidur disini?"

Serra menghembuskan napas berat, dan menggeleng pasrah seraya menjatuhkan dirinya ke atas ranjang besar empat pilar itu. Archie melempar guling dan ikut tidur bersama Serra. Walaupun istrinya di ambang kesadaran, Archie tetap sadar sepenuhnya dan menarik selimut untuk mereka. Serra menggeliat kencang, dan kedua tangannya mengenai dada bidang Archie. Pria itu tidak terkejut dan malah menahan tangan Serra disana.

Serra memaksa membuka matanya, karena dia yakin sesuatu hal yang salah telah terjadi. Dasarata Archie Mallory akan menggodanya. Serra menepuk dada Archie dan segera mengambil guling pria itu lalu ia kekap dengan sekuatnya. Seakan menunjukkan bahwa, jika Archie berani macam-macam maka guling ini tidak akan diam. Archie yang gemas juga ikut memeluk—memeluk istrinya dengan erat selayaknya guling.

"Archie!" teriak Serra melepaskan tangan pria itu dan memukulnya dengan guling, seperti yang Serra seakan telah tunjukkan pada suaminya. Bahwa jika Archie macam-macam dengannya, maka guling ini akan bermain.

Archie tertawa pelan dan tetap berusaha tidak akan melepaskan pelukannya.

"Archie, lepaskan! Aku tidak mau disentuh kamu!"

Archie tidak peduli dan Serra dengan sekuat tenaga terus berusaha lepas dari dekapan suaminya sampai dia lelah dan napasnya memburu. Serra menarik napas seakan oksigen di muka bumi akan habis. Dia kemudian mencoba tenang dan mengatur napasnya lebih pelan. Setelah itu, Archie mendongak karena terheran—kenapa istrinya cepat sekali menyerah. Archie pikir mungkin dia akan mengeluarkan jurus lainnya.

"Terima kasih Cherry." Itu kata pertama yang Archie keluarkan dari mulut manisnya. "Terima kasih karena telah mengembalikan kehangatan keluarga ini."

Alis Serra bertaut. Hangat dari mananya? Pikir Serra sinis.

"Gusti Tedjo tidak pernah pulang ke Akkadiamadjantara, jika-pun dia pulang. Dia tidak akan makan bersama keluarganya. Dan tadi, aku melihatnya sendiri. Gusti Tedjo menikmati makan malamnya bersama dengan keluarganya, dan aku, Serra."

"Ini kali pertama setelah sekian lama, akhirnya aku bisa makan bersama keluargaku, lagi."

"Terima kasih, Cherry." Archie mencium pundak istrinya dengan lembut. Disaat itu, Serra bukannya menolak, setan di dalam dirinya malah menyuruh Archie untuk melakukannya lagi.

Serra tenang, atur napasmu, atur pikiran mesummu Serra. Ingat, dia Archie—pria yang meninggalkanmu tanpa berpamitan, tanpa selamat tinggal.

"Aku tahu, aku dibenci di keluargaku sendiri. Bahkan Eyang jarang membelaku karena dia tidak ingin terlibat. Dia juga harus menjaga perasaan adik dan cucu-cucunya yang lain. Eyang tidak ingin dibenci, jika pun harus, maka Eyang yang akan mengatakannya terlebih dahulu. Dia harus bersikap adil, sampai aku terkadang harus menerima semua cacian mereka di hadapan umum. Eyang ingin aku punya prinsip. Bahwa aku dapat membela diriku sendiri, aku adalah seorang bangsawan terhormat, dan jika aku ingin dihormati, maka aku harus bisa berdiri di atas kakiku sendiri dengan berani, lantang, dan tak kenal takut."

"Tetapi dihadapan Gusti Ruum dan Gusti Raka, aku bagai manusia bodoh. Kakiku goyah dan tubuhku tak berdaya. Entah itu karena mekanisme psikologis ku yang mengaturnya untuk mereka. Sebab, rasa kecil di hatiku sudah ada sejak aku kecil. Kehadiran mereka memunculkan sisi lemahku." Archie mendecih dan tertawa miris.

"Aku bodoh, bukan begitu Cherry?"

"Kakekku meninggalkan wasiat disaat usiaku menginjak tujuh belas tahun. Hari dimana aku tidak pernah membalas pesanmu lagi, aku tidak mengucapkan sepatah katapun, dan aku menghilang begitu saja. Itu karena wasiat kakekku."

Serra memejamkan matanya, kepala menggeleng mengisyaratkan agar Archie tidak perlu melanjutkan ceritanya. Serra tidak mau karena cerita Archie itu, ia bisa jadi luluh dan kembali kepadanya. Serra tidak ingin sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Ia sudah cukup muak dengan pria, mereka brengsek.

Tangan Archie dengan lembut mengelus pundak Serra. "Aku ingin kamu mendengarnya saat ini, aku tidak ingin tersiksa dengan perasaanku, Serra. Setiap mengingatmu, sakit hatiku karena aku berbuat salah kepadamu. Kesalahan yang tidak akan pernah kamu maafkan. Kesalahan yang membuat kamu terlalu jauh dariku. Aku tidak akan menyerah, tidak kali ini. Kamu akan aku perjuangkan sampai aku mati, Cherry."

Serra ingin sekali pergi dari sana. Namun tindakannya ditahan oleh Archie. "Serra dengarkan aku, aku mohon."

Serra terdiam. Ya, suara pria itu bergetar. Dia akan menangis lagi, pikir Serra. Oh, jangan menangis lagi, Archie.

"Aku pria cengeng. Aku seperti ini karena aku mencintai kamu, Serra. Dengan jujur aku sangat mencintai kamu. Aku sangat bahagia ketika Eyang Rita menghubungiku untuk menikahimu. Aku benar-benar menjadi pria paling bahagia di hari itu, Serra. Tidak ada hari indah diingatanku selain hari pernikahan kita. Selama ini, disini," tunjuk Archie ke arah kepalanya. "Hanya ada ketakutan, rasa bersalah, dan tuntutan yang terus menghantuiku. Tetapi kamu, you bring the light, you bring heaven to me, Cherry. I save with you, aku selalu merasa seperti itu. Kamu selalu menjagaku, melindungiku dari orang-orang yang ingin menyakitiku. Kamu bahkan melindungi aku dari cambukan Papa dulu."

Serra memejamkan matanya, ia ingin menangis rasanya.

"Pada minggu ujian dibulan November, kita belajar bersama. Nilai kimiaku turun, dan Papa sangat marah pada saat itu. Tetapi kamu, kamu dengan berani menghentikan Papa. Kamu melindungi aku dan bertanggung jawab atasku, Serra. Mulai detik itu, aku berjanji akan menjadikan kamu ibu dari anak-anakku. Ibu yang akan melindungi anak-anaknya kelak disaat dunia ini kejam kepada mereka."

Serra menganggukkan kepalanya dengan mata yang memerah. Sekarang yang Serra butuhkan adalah alasan pria itu meninggalkannya, tanpa aba-aba, tanpa satu kalimat perpisahan pun.

"Terus, kemana saja kamu selama ini? Kenapa pergi tanpa sepatah katapun? Jika kamu sangat mencintaiku kenapa kamu meninggalkan aku?" Suara Serra bergetar hebat, sial, dia akan menangisi hal ini.

"Kemana kamu disaat aku butuh kamu? Kemana kamu disaat aku lagi hancur-hancurnya karena Skyline? Hah? Kamu dimana Archie?" Air mata Serra jatuh ketika ia menyebutkan nama kakaknya dan teringat akan hari itu. Disaat yang bersamaan Archie tak ada kabar dna Serra sangat merindukannya.

"Aku disini Serra..." lirih pria itu. "Akkadiamadjantara mengurungku, karena aku akan menjadi Raja. Taj Rukmasara memanggilku, dan aku tidak bisa mengelak."

"Menjadi Raja? Lantas mengapa kamu berakhir seperti ini?"

Archie menarik tangan Sera, membawa tangan lembut itu ke dadanya—agar wanita itu dapat merasakan ketulusan dihatinya. "Wasiat itu membawa petaka Serra. Wasiat itu pula yang merenggut semua kebahagiaanku," ucap Archie sendu.

"Kekuasaan membuat seseorang takut. Sebagian merasa terancam dan sebagian lainnya tak masalah dengan itu. Toh, semuanya sudah berdasarkan takdir. Taj Rukmasara tidak pernah salah, itu kepercayaan Akkadiamadjantara, tradisi keluarga."

"Apa yang membuat kamu tidak berada di tahta itu Archie?" tanya Serra menekan.

"Kamu akan tahu seiring dengan berjalannya waktu." Archie menatap Serra dalam. Namun, wanita itu kesal bukan main.

Malam itu pula, seisi istana terbangun dari tidur lelap mereka. Teriakan Lalitha membuat semua orang keluar dari kamar mereka. Archie-pun sigap melompat dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar. Meninggalkan Serra yang kebingungan sendirian disana karena sikap pria itu.

"Apa yang kamu tutupi dariku, Archie?"

TBC

SERCHIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang