BAB 28

79 8 2
                                    

Ajuda

"Mae, keputusan ini tidaklah benar. Skyline masih bisa hidup, Mae!" Sierra berteriak kepada mertuanya. Memohon agar ibunya dapat membatalkan keputusannya.

"Apa kamu tidak mendengarkan kata dokter Sie? Ini sudah berakhir, dan biarkan aku menetapkan kematiannya dan bisa fokus kepada Cherry untuk menduduki tahta Ajuda."

"Nao, Mae! Nao! Serra tidak pernah setuju dengan keputusan ini," geleng Sierra tegas.

"Dia tidak berhak menentukan apapun. Aku yang berkuasa, aku yang memerintah, dan aku menentukan."

"Ini tidak masuk akal, Mama. Skyline anak kami, kami bertanggung jawab atas keputusan terhadap dirinya," ucap Sierra Jasmine kekeuh. "Jika Anwar ada, dia juga akan menentang hal ini, suamiku tidak akan membiarkan hal ini terjadi," sambungnya dengan lirih.

"Faktanya, anakku tidak ada disini, dan garis suksesi harus terisi." Regina mengisyaratkan kepada dokter untuk segera melakukan tindakan.

"Mama jangan, aku mohon biarkan Skyline bersama kita." Sierra tersedu menangis memohon kepada ibunya. "Mama jangan egois! Karena Skyline tahta Ajuda masih bertahan. Karena anakku, kerajaan ini masih bisa berdiri. Nao, Mae. Sampai kapanpun, aku tidak akan melepas putriku."

"Sierra, kamu berani menentangku? Kamu lupa aku siapa?" Regina begitu murka dan tidak tahan akan sikap menantunya. Dia adalah Ratu, penguasa Portugis dan sekitarnya. Siapa yang berani menentangnya, dia tidak akan segan menghukumnya.

"Aku tidak akan pernah lupa. Anda adalah Ratu, dan ingatlah, Anda juga seorang ibu, dan nenek dari anakku."

-

Akkadiamadjantara

"Cherry?" Archie memanggil istrinya yang tidak tahu dimana. Pria itu sudah mencari istrinya hampir keseluruhan sudut istana. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan wanita itu akan ditemukan.

Archie terus melangkah sampai ke depan Pawon Ageng, disana tertulis anggota keluarga kerajaan dilarang memasuki gerbang-gapura yang berdiri tegak dengan ornamen khas Nusantara. Archie mendecak, dan berjalan lebih jauh. Ia menuju tempat tinggal para pelayan dan tidak menemukan istrinya disana. Archie dapat melihat, beberapa pelayan yang sedang membuat sabun, dan menjemur daun-daun kering yang biasa dijadikan teh. Begitupun dengan beberapa lainnya yang terlihat tengah memberikan pakan ternak mereka. Archie memandang mereka semua, dan otaknya memikirkan sesuatu-apa keputusannya sudah benar? Apa keputusannya bulat? Apakah Akkadiamadjantara akan tetap seperti ini jika ia meninggalkan mereka?

Perasaan Archie diselimuti kegelisahan. Ia bahkan tidak tahu bahwa beberapa dari mereka mungkin adalah keturunan selir terdahulu, tetapi kehidupan mereka jauh dari kata sempurna. Mereka harus terus menerus secara turun temurun mengabdikan hidup mereka untuk Akkadiamadjantara. Ditengah kegelisahannya, Archie dipanggil oleh seorang pelayan.

"Raden Mas," panggilnya. Itu adalah Prayitno. Pelayan yang bertugas sebagai penyicip makanan sebelum dihidangkan di istana.

"Pak Itno," jawab Archie sopan. Pria itu sedikit mengerutkan alisnya karena keheranan. "Kenapa Pak?" tanyanya lagi untuk memastikan.

Gelagatnya, Pak Prayitno seperti menyimpan sesuatu. Archie mendekat dan benar saja, orang tua itu langsung membisikkan sesuatu kepadanya. Archie mengangguk paham, dan segera menuju ke tempat yang telah dibisikkan Pak Prayitno.

Sesampai dia, Archie merasa lega. Istri yang ia cari selama ini, ternyata tengah berbicara santai bersama Nyai Apsarini dan para pelayannya. Archie tersenyum melihat tawa dari bibir tipis itu. Senyuman itu, telah lama didambakannya-karena Serra jarang tersenyum. Kehadiran Archie dengan cepat diketahui, dan mereka semua menunduk hormat-kecuali Serra yang terheran dan segera sadar akan kemunculan suaminya.

Archie dibuat salah tingkah dan langsung ke intinya. "Ah, maaf. Aku mencari istriku, jika berkenan bolehkah aku membawanya?"

Nyai Apsarini tersenyum kepada Serra dan mengangguk. "Sepertinya acara minum teh kita sudah berakhir, Raden Ayu."

Serra melirik sinis kepada suaminya, kemudian tersenyum kepada Nyai Apsarini. "Tidak masalah, Nyai. Kita bisa minum teh lagi esok."

Nyai Apsarini tersenyum getir. "Jika Tuhan mengizinkan, Raden Ayu."

"Nyaiii," sergah Dayita gemas karena sedari tadi Nyai Apsari seakan memilih kata-kata yang tidak tepat.

Nyai Apsarini tertawa melihat ekspresi Dayitanya. "Apa kamu sudah siap mengikuti ujian dayang, Dayita?"

Dayita menghela dan memandang Serra sebentar. Sepertinya wanita itu tidak mengerti. Dayita dengan bersemangat mendekatkan duduknya dan bercerita kepada Serra. "Ujian dayang adalah sebuah rangkaian yang wajib diikuti oleh semua pelayan istana yang ingin menjadi dayang, Raden Ayu. Biasanya kami akan dipilih sesuai dengan kriteria tertentu. Namaku direkomendasikan oleh Nyai Apsarini karena baginya aku adalah salah satu kandidat yang cocok untuk ujian ini. Jika aku beruntung, aku bisa bekerja di Antawirya, menjadi pelayan Raden Ayu, atau menjadi pelayan petinggi kerajaan lainnya."

"Atau kamu bisa menggantikan aku, Dayita," ucap Nyai Apsarini lemah.

"Nyaiii, aku tidak mau. Aku sudah katakan, keinginanku adalah menjadi pelayan pribadi Raden Mas Prabawa," jawabnya bersemu malu.

Serra tertawa mendengarnya. Dayita begitu manis dan menggemaskan. Perempuan seusianya memang seharusnya sudah memikirkan pria. Tetapi karena sikapnya yang manis itu, sangat sayang jika dia terlalu cepat mengenal pria. Bisa saja, ia dibodohi karena kepolosannya itu.

"Baiklah, kalau begitu. Aku permisi dulu. Obatnya jangan lupa diminum, Nyai. Aku akan sedih jika kamu juga menolak saranku untuk meminum obat." Serra berkata dengan lembut sambil menggenggam jemari Nyai Apsarini dengan hangat.

"Ya, terima kasih, Raden Ayu."

Ketika Serra berdiri, semua pelayan termasuk Nyai Apsarini menunduk menghormatinya. Serra menjadi tidak enak, karena Nyai Apsarini sedang sakit. Tapi mau bagaimanapun, sudah kewajiban mereka untuk tunduk dan hormat terhadap penguasa. Serra membuang wajahnya dan segera berjalan meninggalkan Archie.

Napasnya menderu, rasanya semua oksigen yang masuk tidak cukup untuk dirinya. Serra membutuhkan oksigen lebih, matanya mencari kesana kemari, karena ia mendapat serangan panik. Tubuhnya bergetar dan tak sampai semenit ia jatuh tepat di dekapan suaminya.

Serra menggeleng keras. "Aku tidak mau! Aku tidak mau! Aku ingin pergi! Aku ingin pergi, tolong bawa kabur aku," lirihnya dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Serra? Serra kamu kenapa?" Archie dengan panik ikut bersimpuh bersama istrinya.

"Archie, aku tidak ingin menjadi Ratu. Aku tidak ingin tahta, i don't want The Glory for The Queen." Serra menggeleng kuat dan memeluk Archie dengan erat. "Aku tidak menginginkan semua ini, Archie. Tolong aku..."

"Cherry, hey... Your not. Your not gonna be, aku disini. Aku disini bersama kamu. Akan aku pastikan tahta itu tidak jatuh kepadamu. Aku berjanji, Serra."

Disaat itulah mata mereka bertemu, untuk kali pertama setelah beberapa tahun lamanya, Serra kembali mendambakan Archie dengan sangat. Tangisan Serra pecah, pelukan suaminya semakin erat. Tepat disaat matahari terbenam, kisah kasih mereka dimulai. Perasaan yang memudar kembali tumbuh dengan cepat. Rasa benci itu entah sejak kapan merenggut hati Serra, dan kini tepat disaat Archie memeluknya, mendekapnya dengan hangat dan penuh perlindungan, tembok yang ia bangun bertahun-tahun lamanya untuk pria itu, hancur hanya dengan janji yang telah dibuat dipelantara Pawon Ageng pada saat matahari terbenam.

-

TBC

SERCHIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang