BAB 53

28 1 0
                                    

Kini, usia kehamilan Serra semakin dekat dengan hari lahirnya keturunan pertamanya dan Archie Mallory. Di bulan yang tinggal menghitung hari ini, Serra tidak diperbolehkan bepergian sendiri dan harus ditemani oleh Surti dan dua abdi laki-laki yang siap dua puluh empat jam per tujuh mengawasinya dari jarak lima meter. Sebenarnya Serra sangat tidak nyaman, tapi peraturan kerajaan membuatnya harus mengikuti protokol baru itu. Karena anak yang dikandungnya digadang-gadang akan menjadi putra mahkota selanjutnya.

Pertemuan para tetua adat dan keluarga inti kerajaan siang itu sangatlah sensitif. Mereka membahas mengenai siapa yang akan bertahta selanjutnya mengingat Gusti Tedjo tidak memiliki keturunan yang dapat menggantikannya. Tetua adat menyusulkan kepada keluarga untuk musyawarah. Penerus tahta haruslah berada di garis keturunan Gusti Roosita.

Saat ini, para tetua sedang menjabarkan siapa yang layak, dan kemungkinan besar memimpin Akkadiamadjantara. Ya, benar, keturunan pertama dan laki-laki dari Dasarata Mallo, yaitu Archie Mallory. Namun, keputusan itu lemah. Karena konflik antara Dasarata Aksara Mallo dan istrinya Hera Djovanka Mentari membuat status Archie menjadi lemah dimata tetua. Tetapi semua keputusan berada di wasiat yang ditinggalkan oleh Dasarata Omkara Tedjo, Raja ke sepuluh kerajaan Akkadiamadjantara.

Gusti Tedjo adalah anak pertama dari Gusti Ruumini, dia tidak memiliki keturunan dan menurut hukum, yang seharusnya memimpin adalah adiknya, yaitu Dasarata Aksara Mallo. Namun sayang, hidupnya yang tak panjang dan konflik antara dirinya dan kerajaan membuatnya lebih dulu tiada. Anak laki-lakinya adalah Dasarata Archie Mallory yang dapat mewarisi tahta. Namun, statusnya sebagai pewaris masih diragukan karena konflik yang telah disebutkan. Kandidat terkuat yang dapat memegang tahta adalah Dasarata Hariya Kawi. Anak ketiga dari pasangan Gusti Roosita dan suaminya. Pria paling sibuk dari anggota kerajaan lain itu, kini menyempatkan waktunya untuk hadir disana dan menghembus napas berat ketika namanya disebutkan.

"Aku tidak menginginkan tahta itu. Jikapun aku terpilih, maka aku akan menunjuk orang lain untuk menanggung beban sebesar itu," ucap Hariya Kawi dengan tegas.

"Hariya, tolong ibumu ini sekali saja. Kamu tidak pernah pulang, istri dan anakmu kamu titipkan disini seolah mereka adalah uang pangkal mu. Apa kamu tidak peduli sama sekali dengan keluarga ini?" tanya Roosita tajam. Ia sangat frustasi dengan anak bungsunya. Pria itu tidak memiliki ambisi untuk memelihara kebudayaan nenek moyang mereka. Dia lebih memilih hidup di kota, berbisnis, dan bebas di luar sana.

"Ibu tau sendiri, jikapun aku bertekad untuk memimpin. Maka aku akan memimpin pasar saham dunia daripada harus menjalani hidup dengan tanggung jawab membawa nama kerajaan ini." Perkataan Hariya Kawi membuat semua orang yang berada disana terkejut mendengar pernyataan tersebut. Hariya Kawi mencoreng namanya sendiri dihadapan para tetua adat dan keluarganya.

"Aku berserah kepada Taj Rukmasana, aku percaya kepada Daom. Apa yang telah ia putuskan, itulah keputusan terbaik."

"Dasarata Hariya Kawi, Anda dilarang memasuki Akkadiamadjantara mulai saat ini. Anda tidak menunjukkan sikap hormat kepada leluhur, dan Anda semena-mena terhadap ajaran dan budaya kami." Kepala adat meminta pria itu untuk segera meninggalkan aula rapat segera.

Sekarang Mirah dan Prabawa sangat terpukul dengan apa yang diucapkan oleh kepala keluarga mereka. "Mirah, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan memintamu untuk ikut denganku," ucap Hariya mengelus pucuk kepala istrinya.

"Sayang sekali, istrimu harus ikut denganmu, Hariya," ucap Gusti Ruumini yang tertawa ditengah ketegangan suasana aula.

Leher Hariya tercekat. Ia segera meminta pembelaan dengan ibunya. "Bu?"

Roosita menghela panjang dan berkata kepada tetua adat. Ia memohon agar hanya Hariya yang harus meninggalkan kerajaan ini. Jangan istri dan anaknya, karena mereka tidak salah apa-apa.

Dari lima tetua adat, hanya dua orang yang setuju dengan permintaan Gusti Roosita. "Dari aturan yang tertulis, barangsiapa merendahkan apa yang telah diajarkan kepada keturunan Antawirya, maka haram baginya untuk menginjakkan kaki di tanah Akkadiamadjantara. Begitupun dengan garis keturunannya, sial bagi mereka jika terus mengabaikan aturan ini."

Roosita memejamkan matanya, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh tetua adat itu. "Aku akan menanggung akibatnya."

"Bu," sergah Hariya segera berlutut di kaki ibunya. "Ibu maafkan aku, jangan ambil keputusan ini Bu. Aku siap meninggalkan Akkadiamadjantara, lepaskan Mirah, Bu. Dia sudah terlalu lama disini," cicit Hariya kepada ibunya.

"Ibu, jangan. Aku dan Prabawa akan ikut Mas Hariya. Ibu jangan mengambil risiko nya Bu." Sekarang Mirah ikut berlutut dihadapan mertuanya.

"Harus aku jalani, aku tidak akan membiarkan tahta ini jatuh kepada orang lain," ucap Roosita secara terang-terangan dihadapan semua orang. Jujur untuk saat ini, dia tidak akan goyah. Dia tidak akan membiarkan rumahnya dirusak oleh orang lain. Roosita tau akal busuk adik-adiknya. Mereka membuka kerja sama dengan orang asing, lalu menjadikan Akkadiamadjantara sebagai budak negara lain. Membiarkan mereka semua mengerikan kekayaan Akkadiamadjantara. Roosita tidak akan membiarkan itu terjadi. Rumah ini miliknya, sejak ayah ya berkuasa dan pendahulunya berkuasa. Rumah ini miliknya, tidak akan ia berikan tahta itu kepada yang bukan selain keturunannya.

"Aku akan bertanggung jawab penuh. Aku akan meminta maaf kepada leluhur, karena kamu anakku. Kesalahanmu adalah kesalahanku, tidak ada anak yang salah. Jika anak salah, berarti kesalahan itu datang dari orang tuanya. Aku akan menjalani ritual. Hariya, persiapkan dirimu untuk menduduki Taj Rukmasana." Roosita secara tegas dan lantang berbicara kepada anak-anaknya. Sementara Ruumini dan Rakanansatya saling melirik dan menahan amarah mereka.

"Aku tidak mau Ibu. Aku tidak akan duduk di atas tahta itu," desis Hariya ketakutan kepada ibunya yang berusaha kuat itu.

"Hariya!"

Pria itu menggeleng.

"Jika seseorang telah ditunjuk untuk menduduki Taj Rukmasana dan orang itu menolak. Maka keturunannya memiliki kuasa penuh untuk menggantikannya," jelas tetua adat setelah menyaksikan perdebatan ibu dan anak itu. "Yang berarti Dasarata Prabawa Kawi, memiliki hak penuh untuk menduduki tahta Taj Rukmasana."

Gusti Ruumini membulatkan matanya dan dengan cepat berbicara. "Aku setuju, aku sangat setuju. Prabawa adalah kandidat yang paling memenuhi prospek untuk tahta itu, Mbak Roosita. Dia anak dari keturunanmu, dan itu tujuanmu kan."  Ruumini sedikit bersemangat karena dia sedang memikirkan rencana lain untuk merebut Taj Rukmasana.

SERCHIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang