Arden Christo segera menyiapkan kepulangan putri mahkota baru setelah Archie memerintahkannya. Arden Christo dibantu oleh Surti yang bersedih sembari memasukkan pakaian majikannya kedalam koper. Surti juga mengambil beberapa sepatu, tas, dan jam tangan milik Raden Ayu nya untuk dibawa pulang ke Portugal. Seluruh anggota keluarga yang berada di halaman melihat Serra masih berduka sendiri di kejauhan. Archie tetap ada disana menemani istrinya, walaupun Serra tidak ingin diganggu dulu.
Duka itu begitu dalam baginya, dalam sekejap saja semua dapat berubah. Tangan Tuhan sungguh tidak dapat ditebak, apapun kehendak-Nya akan menjadi kehendak-Nya. Serra tahu peristiwa ini akan tiba, tapi dia tidak menyangka hari ini waktunya. Ia kecewa, sungguh. Ia bahkan tidak diberitahu bagaimana perjalanan kepergian kakaknya. Ibunya bahkan tidak menelponnya, apalagi neneknya yang suka sesuka hati itu, Serra kecewa, sungguh.
Serra memeluk dirinya sendiri, ia mengusap air matanya, dan menyeka wajahnya. Ia berbalik berbicara kepada suaminya dengan lemah. "Ayo, kita kembali."
Archie merangkul Serra, dan meremas pundaknya dengan lembut. "Semuanya akan baik-baik saja, Serra. I'm here, always here." Archie mengecup punggung tangan istrinya dan membawanya kembali kedalam villa untuk berganti pakaian.
Di dalam kamar, Arden dan beberapa pelayan sibuk membereskan barang mereka. Arden terlihat bingung dan tepat ketika Archie tiba, pria itu berbicara, "Raden Mas, Putri Serra tidak membawa pakaian untuk berkabung. Jadi saya sudah menelpon ke Ajuda dan menyuruh mereka membawa pakaian hitam milik Putri Serra."
"Baik, berarti kita akan menunggu sebentar sebelum turun di bandara, ucap Archie mengangguk mengerti.
—
Setelah mendarat di bandara internasional Francisco Sá Carneiro, Serra dengan cepat berganti pakaian hitamnya, baju itu sederhana, lekukan lurusnya menambah kesan lebih sederhana dan tetap elegan dengan rambut kecokelatan yang disanggul rapi oleh Surti.
Tangan Archie siap mengenggeam jemari dingin itu. Serra menerimanya dan ketika pintu pesawat dibuka, Serra dapat melihat kilatan cahaya wartawan yang sudah menunggu mereka. Soalnya, dalam keadaan berkabung pun, ia harus tersenyum.
Prosesi pemakaman berlangsung tenang. Tak ada drama keluarga karena Serra tidak ingin itu, ia tidak akan membuat Skyline malu karena tingkah lakunya. Serra terus membungkukkan kepalanya sepanjang proses pemakaman. Air matanya kering, tak sanggup keluar lagi. Cukup sudah sekitar sembilan belas jam ia menangis di dalam pesawat. Kini yang dapat Serra lakukan adalah memanjat doa kepada Tuhan dan berharap Skyline ditempatkan di tempat terbaik disana.
—
"Serra, duduklah," ucap Regina menunjuk sofa didepanya dengan sudut matanya.
Serra mendesah pelan, dan duduk disana dengan menyesap teh yang ada di atas meja.
Regina menyodorkan sebuah berkas. Serra membukanya, disana ada beberapa tiket pesawat dan surat-surat penting yang Serra tidak ingin tahu. Alisnya mengerut. "Tugas kerajaan?" tanyanya acuh.
Regina ikut menyesap tehnya dan berkata, "Tolong selesaikan untukku, Serra. Christo akan menjelaskannya padamu."
Serra menatap sinis neneknya dan mendecih, "Hanya itu yang bisa Anda lakukan Your Majesty? Menjadikan aku budakmu?"
"Serra," sergah ibunya, Sierra dengan prihatin. "Serra dia ratumu." Sierra mempertegas dengan memelototi anaknya.
Serra tidak peduli dan memberikan berkas itu kepada Arden Christo yang sedari tadi sudah bersiap untuk menjelaskan kepada putri mahkota barunya. "Diam, Christo. Aku sedang berkabung, tunggu sampai besok, dan aku akan siap bekerja."
Serra meletakkan cangkir tehnya, dan menghormati buyut dan neneknya lali pergi meninggalkan ruang keluarga itu dengan air mata yang jatuh di pipinya.
—
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SERCHIE
RomantizmSERCHIE | © 2023, Ani Joy. All rights reserved. Ini adalah sebuah karya fiksi. Nama, karakter, insiden, dan Dialog adalah produk dari imajinasi penulis dan tidak akan dibangun sebagai nyata. Kemiripan apapun untuk peristiwa nyata atau orang-orang, h...