BAB 46

33 3 0
                                    

Pagi itu Mansion Mallory sangat sibuk. Pemakaman akan dilakukan sebentar lagi, seluruh anggota keluarga sudah bersiap-siap dan melakukan doa terkahir sebelum jenazah Herra dikuburkan di pemakaman keluarga kerajaan di New York. Roosita tertegun ketika melihat cucunya masih di tempat yang sama sejak semalam bersama kakaknya—Cecilia. Nenek tua itu juga lebih tertegun lagi ketika melihat Serra dengan mantel yang ia beri semalam beralu lalang memberitahu kepada para pelayan tugas-tugas mereka hari ini. Wanita itu tampak lusuh, maskaranya luntur, rambutnya di sanggul asal, dan bibirnya masih pucat.

Roosita menghampiri Serra yang sedang  mencium aroma bunga mawar putih dari vas yang baru saja diletakkan oleh pelayan mereka.

Ketika Serra membuka mata, hal yang pertama kali ia lihat adalah nenek dari suaminya. "Gusti Roosita," ucapnya pelan dan memberikan hormatnya kepada ibu suri itu.

Roosita prihatin kepada keadaan cucu-cucunya. Lebih prihatin lagi ketika melihat wanita yang sangat keras kepala dan suka membangkang menjadi lusuh dan tidak bertenaga. Roosita jelas lebih memilih melihat wanita itu berpakaian tidak sopan dan sangat terbuka daripada harus melihatnya seperti orang tak berumah di jalanan New York. Ya, sebegitu mengerikannga kondisi istri dari cucunya itu.

"Ikut aku sebentar," ucap Roosita dan membawa Serra ke kamarnya. Mau tidak mau Serra mengikuti langkah tuanya itu mirip seperti Roosita. Karena rasanya ia ingin dirawat saja dirumah sakit. Jujur, Serra sudah tidak kuat. Tapi mau bagaimanapun, ia harus menjalaninya karena sudah tugasnya sebagai istri dari Archie Mallory dan tuan rumah dari Mansion Mallory.

Roosita mendudukkannya di meja rias. Ia menyisir rambut coklat tua milik Serra, menyanggul rambut itu dengan rapi, dan memberikan pin untuk menahannya agar tidak jatuh. "Seorang calon ratu, tidak layak jika berpenampilan buruk rupa." Roosita tetap sarkas terhadap kata-katanya. "Istri dari cucuku tidak boleh terlihat menyedihkan, aku tidak sampai hati melihatnya apalagi orang lain." Nenek tua itu menepuk pundak Serra dan menatapnya dari balik cermin.

Ia juga membersihkan maskara yang luntur akibat tangisannya karena suaminya yang bersedih. Roosita kemudian memakaikan pelembab bibir yang memberikan warna sedikit cerah dan memperlihatkan wajah wanita itu yang mulai segar.

Serra tersenyum menghadap cermin. Menyentuh sanggul yang ditata oleh Roosita. Tidak ada yang menyanggul rambutnya serapi ini. Tidak ada yang merapikan dirinya seperti ini sebelumnya. Air mata Serra tumpah dan dari cermin ia menatap Roosita. "Terima kasih Eyang," ucapnya dengan senyum yang tulus.

"Apapun demi cucuku," balas Roosita terharus dan berusaha untuk tidak menangis karena ia tidak ingin merusak suasana lagi.

"Sekarang, bantu suamimu untuk melepas kepergian ibunya. Dia lebih membutuhkanmu disampingnya daripada kamu mengurusi semua pelayan hari ini. Biarkan itu menjadi tugas Sekar Mirah. Ia pandai mengatur dan gemar menyuruh."

Selepas pemakaman yang dihadiri oleh beberapa kerabat dan teman dekat. Mereka semua kembali ke Mansion dan Archie benar-benar lelah. Kepalanya terasa berat, matanya terasa panas, hidngnya yang terus tersumbat dan sekarang dia harus mendengar Agra Van Dalas yang menyolotinya di depan keluarga kerjaannya.

"You Verdogen! You killed Mommy, you killed her! Sudah kubilang kedatangannya membawa petaka Cecil! Kenapa kamu membawanya kembali kesini!" Agra berteriak, meracau tak jelas karena pengaruh alkohol.

"Estella pergi ke kamarmu, sekarang." Cecilia memerintah adik perempuannya untuk segera meninggalkan ruang tamu karena Agra akan melakukan hal bodoh.

Walaupun ia enggan, Estella mau tidak mau menuruti ucapannya kakaknya. Karena mau bagaimanapun juga, ia sudah terikat dengan Cecilia.

Di ruang tamu mansion, beberapa anggota kerajaan dari Akkadkamadjantara yang baru tiba pagi tadi seperti Sekar Mirah, Prabawa, Lalitha, dan Tidjil Maharaka ikut menemani dan berbela sungkawa kepada sepupu mereka—Archie. Mereka juga mengenal  Hera sebagai bibi yang perhatian dan penuh kasih sayang. Mereka menunjukkan hormat bagi Archie yang sedang kehilangan.

Mata Lalitha menatap kepergian Estella dengan heran. Di dalam hatinya ia bertanya-tanya apa hubungan Archie dan keluarga tirinya tidak baik? Lalitha memilih mengikuti Estella daripada harus mendengar pria seperti Agra marah-marah.

Semuanya tidak ada yang berani duduk kecuali Abrata Serra yang memijat pelipisnya, lelah sekali rasanya. Tubuhnya seperti diremuk , kepalanya pusing, dan perutnya terus menerus mulas. Ini sudah kali ketiga Serra merasa ingin muntah sejak semalam ia muntah terus menerus sebelum akhirnya memilih duduk di dekat prasmanan karena ia merasa lapar. Tetapi rasa kantuknya lebih besar ternyata daripada rasa laparnya.

"Agra don't make something stupid. The royal family here, they're my family. Give them respect!" Cecillia berdiri di tengah Agra dan Archie untuk memisahkan tensi di antara mereka. Archie terlihat mengepalkan tangannya dan berusaha payah menahan amarahnya. Energinya sudah cukup terkuras dan Agra benar-benar memancing emosinya.

"Kamu pikir kamu bisa hidup tenang setelah ini? Aku akan membalaskan dendam ku kepadamu, i'll make you responsible for this, Verdogen! You deserved to be miserable and you'll regret it for the rest of your life! Remember that, Verdogen, your life it's a bullshit! You deserved to die!"

"Agra!" Teriakan Cecilia membuat Archie menonjok pria itu sampai tersungkur.

"Aku akan memperingatimu, Agra. Ini untuk terakhir kalinya aku berbicara padamu. I'll never forget about what you talk, and what happened to me next. It'll be realization of your speech," ucap Archie geram mencengkram kerah kemeja Agra. "And you'll regret it."

Agra tertawa dan mendecih. "Never."

"Kamu gila, Agra. Minta maaf sekarang, he is your brother! God sake, Agra!" Cecilia hampir menangis ketika melihat Agra seperti orang gila. Dia kesetanan membenci Archie dan mempermalukan pria itu di depan keluarga mereka.

"You, Verdogen, and what happened now its because of you. Your fault and your curses."

"Stop, calling, him, VERDOGEN!" seru Serra. Ia sudah muak sekali dengan tingkah laku Agra Van Dallas yang kekanakan. "You? all this is your doing?!" Serra menunjuk Agra marah, "can't you speak well, Agra? You make my husband suffering for fucking this time! I command you, to not let your knee down to this house. Keluar dari rumah ini dan jangan tunjukkan batang hidungmu lagi. I'm so done with you."

Agra tertawa sinis. "Ah, so this is The Queen? Kamu tidak perlu mengusirku, i can walk by my self," ringis Agra dan meludah sembarangan sebelum pergi dari sana.

Serra sangat geram dan muak. Sebelum pria itu pergi dari hadapannya, Serra duluan memuntahkan isi perutnya sehingga tubuh Agra yang akan berdiri itu basa akibat muntah yang Serra keluarkan.

"What the fuck?!"

TBC

SERCHIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang