BAB 38

81 12 0
                                    

"Sekar," panggil Roosita ketika mendapati anaknya tengah mencabut bunga di taman belakang.

"Ya, Bu?" Sekar Mirah menepuk tangannya untuk membersihkan sisa tanah yang menempel. Sementara Roosita terlihat sibuk memandangi lapangan pacu di hadapannya.

"Siapa yang berkuda pagi-pagi sekali? Bukankah aku melarang ada penunggang yang mengendarai kudaku? Oh, tidak itu Harpi." Roosita memegang kepalanya yang sakit. Karena kuda kesayangannya ditunggangi oleh orang yang tidak bisa lunak terhadap Harpi.

Kuda hitam betina itu terlihat indah dengan surai yang beterbangan seakan ia terbang ketika ia berlari kencang. Sementara penunggangnua terlihat kewalahan untuk menghentikannya karena kakinya terus menghentak seakan memberikan isyarat kepada Harpi untuk terus berlari.

"Ibu, itu Raden Ayu. Dia sedang berkuda dengan Raden Mas Archie. Ibu lupa? Harpi bukan lagi kuda kesayangan ibu. Tugas Harpi sekarang hanya melahirkan keturunan yang kuat dan perkasa, seperti Gentayu—kuda pacu ibu yang selalu menang dalam pertandingan." Sekar Mirah bersemangat menceritakan kepada ibunya, sambil membawa Roosita mendekati lapangan pacu.

"Benarkah? Tapi Harpi adalah kesayanganku," ucap Roosita tidak mau menerima bahwa Harpi bukan kesayangannya.

"Apa berubah lagi? Tapi sudah lima tahun terakhir ibu tidak melihat Harpi, bahkan ibu terus membicarakan Gentayu," ucap Sekar Mirah heran.

"Benarkah?" tanya Roosita ikut bingung.

"Oh, dia sangat buruk berkuda. Suruh dia turun dari kudaku, Sekar. Cepat, cepat," kata Roosita dengan buru-buru turun ke lapangan pacu dan berteriak, "Turun! Turun kau! Kamu hanya akan menyakiti Harpiku. Hei! Turun sekarang!"

Serra yang tengah berkuda dan kesusahan untuk menenangkan kuda hitam bersurai panjang itu, sangat terkejut dengan kehadiran nenek suaminya. Wanita tua itu terlihat marah dan kudanya semakin kencang berlari karena kaki Serra terus menyentaknya. Sampai akhirnya wanita itu tidak sanggup lagi menahan talinya dan pasrah terjatuh dari atas kuda yang melewatinya dengan cepat.

"Akh!" ringis Serra ketika kaki kuda itu melewatinya dengan cepat.

"Cherry!" Archie segera turun dari kuda yang sedang dia training dan berlari melindung istrinya. "Coach! Help!"

Pelatih itu segera menarik tali Harpi dan menghentikan kuda betina yang tidak tahu harus berbuat apa. Roosita dengan cepat masuk ke lapangan dan mengelus Harpi dengan sayang. "Oh, sayangku. Kamu baik-baik saja sekarang, Harpiku, kamu aman disisiku."

Tatapan Roosita kini mengarah ke cucunya yang sedang tertatih ke pinggir lapangan. "Aku sudah katakan untuk tidak menyentuh Harpi! Apa yang kalian lakukan dengan kudaku?!"

"Eyang, Harpi adalah kuda latihan. Dia sekarang dirawat di istana. Harpi bukan lagi kuda pacu untuk perlombaan, Eyang lupa?" jawab Archie mencoba menenangkan neneknya.

"Aku tidak pernah lupa, kenapa semua orang mengatakan aku pelupa? Jelas-jelas Harpi adalah kuda pacu terbaik se-Indonesia!"

"Ibu, tenang, Bu. Kenapa Ibu emosi sekali?" tanya Sekar Mirah lemah lembut.

Roosita menarik napasnya dalam dan membuang kasar. "Siapa dia? Kenapa dia disini, dan menunggangi Harpiku?" tanya dengan nada rendah.

Serra tersenyum sinis. "Aku Kimberly, wanita simpanan cucumu."

Mata Roosita membulat bersamaan dengan terkejutnya Archie dan Sekar Mirah, serta pelatih yang ada disana.

"Serra," sergah Sekar Mirah dan menenangkan ibunya. "Ibu, ini Raden Ayu, istri cucu, Ibu. Ibu ingatkan?" Sekar Mirah mulai khawatir.

SERCHIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang