11. Kerasukan

22 5 0
                                    

Setelah berhasil melumpuhkan armada Negara Arymbi yang berniat memasuki perbatasan Kota Tua, aku dan teman-temanku benar-benar kelelahan. Pagi menjelang siang itu aku langsung masuk ke dalam kamarku, padahal sebelumnya aku berniat menemui Meutia untuk membahas semuanya. Tapi aku kelelahan.

Alih-alih pergi ke alam mimpi, aku kini malah berada di dekat sebuah mata air jernih dan bersih. Di dalam mata air itu aku melihat sosok yang aku kenal tengah berendam. Dia Sunar, adiknya Soraya, Penyihir Api yang bisa mengendalikan cahaya. Tidak jauh darinya, aku melihat serigala hitam yang merupakan sahabat kecilku, Tompel.

Aku sontak memanggil laki-laki itu, "Sunar!"

Alih-alih yang terucap sebuah kata, yang terdengar malah hanya sebuah pekikan dari seekor naga kecil. Saat itu aku sadar, aku kembali berpindah tubuh. Kini aku kembali memasuki tubuh naga kecilku, Senja. Entah bagaimana nagaku ini bisa berada bersama Sunar, tapi sepertinya mereka selalu bersama setelah pertarungan beberapa hari lalu dengan Jaka.

Aku terbang dari pohon ke arah Sunar, bahkan aku tahu caranya terbang tanpa perlu belajar. Aku hinggap di salah satu batu dekat laki-laki itu. Sunar langsung menoleh, menatapku yang kini juga menatapnya. Awalnya dia diam, sampai akhirnya tersenyum dan bergerak ke arahku.

"Senang bertemu denganmu lagi, Elok."

Aku sempat terkejut saat mendengar ucapan itu, namun aku ingat perkataan Arya saat aku masuk ke dalam pikiran nagaku yang bernama Cahaya. Aku bisa menyimpulkan saat pikiranku masuk ke tubuh naga-nagaku, warna bola mata mereka akan berubah menjadi ungu. Mungkin itu yang membuat Sunar bisa tahu dengan siapa dia bicara sekarang.

"Aku tidak sendiri kali ini, aku bersama Tompel dan naga kecilmu. Aku tidak tahu, tapi Senja selalu mengikuti kami semenjak pertarungan aku dengan Jaka." Laki-laki itu tersenyum, terkekeh pelan. "Bagainana kabar teman-temanmu?"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban kalau mereka baik-baik saja. Aku sangat ingin bertanya sebenarnya ke mana Sunar ingin pergi, tapi tidak akan berhasil. Aku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun saat aku berada dalam tubuh seekor naga.

"Perang belum selesai, Elok," ujar Sunar tiba-tiba.

Aku memiringkan kepalaku sabai pertanyaan, "Apa maksudmu?"

Seolah bisa paham dengan gerak tubuhku, Sunar kembali berkata, "Sang Malam belum benar-benar mati. Dia akan kembali. Sekarang kaki tangannya menyebar di penjuru negeri ini, mendatangi banyak orang-orang berpengaruh untuk mengajak mereka bergabung."

Aku makin tidak mengerti apa maksud perkataannya, sampai akhirnya Sunar bertanya, "Mungkin kamu penasaran kenapa aku dan Jaka bertarung beberapa hari lalu, kan? Dan, mungkin kamu bertanya kenapa Jaka bisa mengeluarkan tinta hitam dari tubuhnya, kan?"

Aku sontak mengangguk sebagai jawaban, "Iya."

"Saat Jaka dan para Penyihir Angin lainnya mengorbankan diri mereka untuk melawan mahluk bayangan agar kalian bisa pergi dari Gunung Virama, sesuatu terjadi," ujar Sunar. "Tanpa kita semua tahu, Mahluk Bayangan itu bisa masuk ke dalam tubuh seseorang dan membajak tubuh mereka."

Aku terkejut mendengar penuturan itu. Namun aku kembali menyimak saat Sunar berkata, "Kerasukan, itu yang terjadi."

"Mahluk Bayangan di tabir hitam itu takut dengan matahari, mereka hanya bisa hidup di malam hari, atau di dalam tabir bayangan itu. Mereka menggunakan tubuh-tubuh orang-orang itu agar bisa bertahan hidup di tengah paparan sinar matahari."

"Lalu apa yang terjadi?" Aku bertanya, meski yang keluar hanya pekikan naga kecil.

Sunar seolah tahu apa yang aku tanyakan, dia menjawab, "Saat mahluk-mahluk itu masuk ke dalam tubuh seseorang, mereka bisa berpikir sepintar inangnya, mereka akan memiliki kekuatan yang sama kuatnya seperti inangnya. Mereka bisa menggunakan itu semua tanpa harus belajar."

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang