2. Pelajaran Dimulai

30 3 0
                                    

Hiraeth, sebuah nama yang tidak asing di telinga sebagian besar masyarakat Viraksa. Hiraeth merupakan sebuah kelompok bagi para pencuri kelas kakap. Bisa dibilang juga, Hiraeth merupakan sebuah organisasi bagi orang-orang yang dibuang dari lingkungan. Mereka kerap sekali menjarah harta-harta orang, khususnya harta orang-orang kaya.

Entah sudah berapa tahun kelompok itu berdiri, namun aku sudah mendengar nama itu sejak aku kecil. Meski besar, Hiraeth sangat ahli menyembunyikan identitas mereka sehingga tidak ada yang tahu siapa mereka dan di mana mereka. Saat beraksi, orang-orang itu menutupi wajah mereka dengan kain hitam.

Kapal terbang milik para perompak ini perlahan mendarat di sebuah titik. Aku tidak bisa tahu di mana kita sekarang, karena sepanjang perjalanan aku, Kamal atau Nadia hanya duduk di geladak. Meski begitu, aku yakin kita tidak pergi terlalu jauh dari titik terakhir aku meninggalkan nagaku.

"Sampai!" ujar seorang pria di kemudi utama.

Beberapa orang langsung bergerak untuk mempersiapkan pendaratan. Perlahan tapi pasti, aku merasa kapal ini mulai mendarat di permukaan. Tidak lama setelah itu, tubuhku dan kedua temanku langsung ditarik berdiri.

"Tolong jangan kasar," ujarku dengan galak pada pria yang akan menarikku. "Aku bisa jalan sendiri."

Tidak mau membuang energi, aku langsung melangkah duluan.

Aku, Kamal dan Nadia dituntun oleh beberapa dari Hiraeth menuruni kapal. Untuk beberapa saat kami hanya diam tanpa tahu akan diapakan kami. Aku, Kamal dan Nadia hanya memperhatikan para kru kapal yang turun dari kapal sambil membawa hasil jarahan mereka, di antaranya ada barang-barang kami.

Setelah semua kru kapal sudah keluar, kapal itu kembali diterbangkan oleh para Penyihir Angin Hiraeth. Entah ke mana kapal itu akan dibawa pergi, namun kepergiannya malah meninggalkan kebingunganku. Bagaimana tidak? Sekarang kami berada di sebuah ladang dengan tanah tandus dan cuaca yang panas.

"Sebenarnya kita mau dibawa ke mana?" Kamal bertanya dengan kesal. "Di sini tidak ada apa-apa, hanya ada tanah tandus dan cuaca yang panas. Kalian ingin menjadikan kami ikan asin di sini?"

Tidak ada di antara orang-orang itu yang menjawab, sementara itu pimpinan dalam kelompok Hiraeth yang merupakan seorang pria dengan cincin kembar Ramzi di jari manisnya mulai menyuarakan perintah pada anak buahnya.

Aku terus memperhatikannya, tidak bisa lepas. Sejak kapal terbang sampai mendarat, pria itu tidak mengenakan penutup pada wajahnya membuatku bisa melihat bagaimana rupanya. Aku mengenalinya, aku sempat bertemu dengannya.

"Dia Penunggang Naga hitam yang pernah menyerang kita di Ibu Kota saat berada di tengah pasukan Sang Malam," bisikku pada Nadia.

Nadia tidak menjawab, namun dia memperhatikan pria itu dengan teliti. "Aku tidak mengingatnya."

Aku berhenti bicara saat melihat dua orang di antara mereka mengambil posisi kuda-kuda serendah-rendahnya, dua orang itu berdiri berhadapan dengan jarak beberapa meter. Keduanya lalu menggerakkan tangannya ke depan secara perlahan, lalu kaki kanannya mereka hentakan ke depan dengan bertenaga.

Aku hampir terjatuh saat merasakan sebuah getaran tiba-tiba, lalu kembali memperhatikan dua orang itu. Kini mereka mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu menghempaskan tangan itu ke bawah dengan penuh tenaga seperti membelah sesuatu. Dalam waktu cepat muncul sebuah pusaran angin dari udara yang menungkik ke bawah.

Kali ini aku fokus, memperhatikan pusaran angin itu yang berputar-putar dan menghantam tanah. Dalam wkatu dua puluh detik, angin itu secara perlahan membelah tanah kering di hadapan kami-kami. Tanah itu pelan-pelan bergeser dan membuka sebuah jalan layaknya gerbang.

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang