20. Ayo kita lakukan

15 4 0
                                    

Aku termenung di dalam kamarku, terbaring di ranjangku dan tidak bergerak sama sekali sejak pagi tadi, sejak aku sadar aku dibohongi, sejak aku sadar aku telah melakukan kebodohan besar, dan sejak aku melihat kepala dua temanku ditebas dengan tidak manusiawinya.

Rasa-rasanya mataku sakit karena menangis sepanjang hari, tapi aku tidak tahu bagaimana menghentikannya. Bahkan suaraku juga habis karena terus terisak. Aku belum pernah merasa sekacau ini, aku tidak sanggup saat melihat kepala Soraya dan dipenggal di hadapanku. Parahnya, bangsa Rukshale membohongiku.

Aku kehilangan Soraya dan Rama, aku juga kehilangan tiga telur naga yang aku selamatkan. Semuanya telah kacau, dan aku yang membuat semuanya kacau. Benar kata orang-orang yang membenciku, aku hanya gadis desa yang tidak tahu apa-apa, aku hanya beruntung bisa terikat dengan dua naga.

"Elok, kamu terus menangis," kata Kamal.

Aku menoleh ke ranjang di sebelahku, di mana Kamal dan Zaheer duduk di sana sambil memandangku kasihan. "Maafkan aku."

"Untuk apa?" tanya Kamal.

Aku bangkit untuk pertama kalinya setelah seharian penuh berbaring. "Maaf karena sudah melakukan hal bodoh dan merasa paling benar. Karena aku, kita kehilangan Soraya dan Rama. Aku salah besar karena telah percaya begitu saja, aku sangat salah karena menyerahkan tiga telur naga. Aku telah menyerahkan masa depan Viraksa."

"Elok...." Zaheer turun dari ranjang dan duduk di sampingku, memelukku sebentar sambil berkata, "Kamu hanya ingin membantu. Aku tahu itu."

Kamal ikut menghampiriku, dia bersimpuh di hadapanku dan memegang tanganku sambil menatap mataku. "Aku bisa paham dengan keadaanmu. Kamu mungkin merasa bebanmu terlalu banyak karena perkataan orang-orang yang menganggap kamu adalah orang yang dijanjikan, orang yang berada dalam ramalan cerita rakyat Viraksa."

Temanku itu diam sejenak, menarik napas panjang lalu berkata, "Kamu tidak perlu berguna untuk orang lain, kamu tidak perlu percaya dengan semua perkataan orang. Kamu hanya perlu menjadi dirimu sendiri, Elok. Persetan dengan semua orang yang bilang kamu adalah penerang dalam malam panjang, bagiku kamu tetap sahabatku, Elok."

Aku meremas tangan Kamal, masih menangis, tapi air mataku sudah habis. "Lalu sekarang aku harus bagaimana? Keadaan sudah hancur karenaku. Nasib dunia sudah aku serahkan, saat aku menyerahkan tiga telur naga itu."

"Keadaan belum benar-benar hancur," kata Zaheer. "Telur-telur naga itu belum tentu menetas, Elok. Kita hanya perlu berdoa, semoga telur naga itu tidak akan menetas."

"Telur itu harus tetap menetas, Zaheer. Para naga bisa benar-benar hilang dari dunia jika tiga telur itu tidak menetas," kataku. "Aku berharap telur-telur itu bisa kembali ke dekapanku."

"Lalu sekarang apa rencanamu?" tanya Kamal. "Aku dan Zaheer akan selalu siap jika kamu menginginkan bantuan."

"Kamal benar," sambung Zaheer.

"Tidak. Aku tidak ingin melakukan apa-apa lagi. Cukup sampai di sini."

"Kamu tidak boleh menyerah, Elok," kata Kamal dengan sedikit keras. "Kamu sadar kalau keadaan telah kacau karenamu, kan? Bukankah harusnya kamu berpikir untuk bertanggungjawab?"

"Kamal, apa maksudmu?" tanya Zaheer. "Kamu membuat Elok semakin sedih."

Kamal berdiri dari simpuhnya. "Aku bicara benar. Elok telah membuat kacau keadaan hingga Soraya dan Rama harus berakhir mengenaskan. Bukankah dia harus bertanggungjawab?"

Zaheer bangkit dengan wajah marah. "Dengar, Kamal. Ada atau tidaknya Elok di tempat ini, dua temanmu itu tetap akan berakhir mati. Kita sama-sama tahu kalau Soraya dan Rama telah ditahan lama oleh orang Rukshale, sebelum kita datang ke sini."

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang