Satu hari, dua hari sampai akhirnya sudah satu minggu lamanya aku dan Kamal menetap di Langit Jatuh, lebih tepatnya di rumah Purnama Bersaudara yang menjadi Istana Kedaulatan kota tersebut. Sudah lima hari setelah perang, sudah lima hari juga setelah Lim mengungkapkan sebuah wasiat Raja yang mengejutkan semua orang, terutama aku.
Setelah Lim menyampaikan semua berita yang berhubungan dengan Raja dan jatuhnya Ibu Kota, aku tidak bisa tenang. Aku sering menyendiri dan melamun. Aku memikirkan semua yang terjadi setelah kami aku turun gunung. Aku memikirkan semua yang akan terjadi di masa depan, tentang aku yang katanya ditunjuk sebagai perwaris takht, dan juga tentang malam itu, malam panjang yang akan datang.
Aku berdiam diri di pinggir sungai sambil memikirkan semua itu. Aku kurang tidur, aku tidak nafsu makan dan aku masih belum bisa percaya kalau aku adalah orang yang ditunjuk oleh Raja—yang merupakan orang tua kandungku—untuk meneruskan takhtanya dan memimpin negeri ini. Dia memberikanku seekor bayi naga kecil yang baru menetas setelah puluhan tahun berada di dalam cangkang.
Saat tengah asik melamun, aku dikejutkan dengan auman seekor naga dari atas. Aku mendongak, dan aku dapatkan seekor naga terbang di atas pohon-pohon, melewati aku di bawahnya. Aku sontak terkejut, karena yang aku lihat bukanlah naga milik Lim atau dua naga milik Baghra yang kini tanpa tuan. Naga yang baru aku lihat memiliki warna hijau.
"Tompel!" Aku memanggil serigala hitamku yang meringkuk di atas batu.
Tompel sontak bangun dan segera melompat dari batu. Serigala itu seolah tahu apa yang ada di pikiranku, dia membungkukkan tubuhnya untuk mempersilakan aku untuk naik ke atas punggungnya, aku pun langsung naik ke atas sana. Lalu setelah aku telah nyaman di atas sana, aku memerintahkan serigala hitamku untuk berlari secepat mungkin.
Aku masih bisa mendengar auman naga itu saat Tompel berlari di bawah pohon-pohon rindang, aku masih bisa melihat ujung ekor naga yang terbang itu dari bawah. Aku khawatir kalau serangan akan kembali datang, karena yang aku lihat sekarang adalah naga hijau dengan seeorang penunggang di atasnya. Siapa dia?
Namun Tompel tak akan bisa menyamai posisi naga itu, naga itu menghilang beberapa saat setelah aku mengejarnya bersama serigalaku. Meski begitu, aku terus menyuruh Tompel untuk berlari lebih cepat agar sampai di bangunan hitam. Dalam beberapa menit setelah melompati tanah-tanah yang terjal dan bebatuan besar, akhirnya kami tiba di bangunan hitam, Istana Langit Jatuh.
Tompel berlari menyebrangi jembatan untuk sampai di dalam bangunan. Saat kami sudah masuk, Tompel langsung berhenti ketika melihat naga hijau yang aku lihat tadi terbang di atas kami sudah mendarat di beranda. Anehnya semua orang sudah berkumpul di sana seolah menyambut kedatangan naga dan penunggang di atasnya.
Di atas beranda Purnama Bersaudara berkumpul, aku melihat Kamal dan Lim juga ada di sana. Lim maju menuruni satu undakan, "Raden Adjeng Meutuia, pemimpin dari dari Kota Tua tercinta, selamat datang."
Aku menoleh ke atas naga itu, di mana ada sesosok wanita tua dengan rambut hitam yang sudah ditumbuhi uban-uban. Dia tersenyum, lalu turun dari atas naganya. Lim, Kamal dan Purnama bersaudara turun dari beranda bangunan dan bergerak mendekat. Mereka semua tersenyum dan memberi hormat saat wanita tua itu sudah turun dari atas naganya. Sampai saat ini aku masih bertanya, siapa dia?
"Lama tidak bertemu, Soraya. Terakhir kali aku bertemu denganmu di pengormatan terakhir atas meninggalnya suamiku tujuh tahun lalu."
Soraya terkekeh. "Senang bisa bertemu denganmu lagi, Meutia."
Wanita yang dipanggil Meutia itu beralih ke Arya. "Arya? Aku hampir lupa denganmu. Terakhir aku bertemu denganmu, kamu masih suka menangis saat melihat nagaku."
Arya membalasnya dengan senyuman. Ramzi di sampingnya menimpal, "Dia telah berubah."
"Kamu datang sendiri? Terbang dengan naga dari Kota Tua ke Langit Jatuh?" tanya Soraya. "Sebagai seorang pemimpin harusnya kamu sadar kalau itu terlalu berisiko, pergi tanpa pengawalan khusus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Malam
FantasyDi dalam dalam gunung Viraksa hidup seorang gadis bernama Elok, yang merupakan anak haram dari Raja Viraksa. Sekilas Elok hanyalah gadis biasa yang tak memiliki kelebihan selain mata ungunya yang bisa melihat dalam gelap atau rambut birunya yang ind...