5. Agni

120 25 2
                                    

Malam telah tiba, tidak terasa kami telah menempuh perjalanan berjam-jam. Aku juga tidak menyangka kalau fisik serigala gunung sekuat itu. Mereka membawa beban di punggung, namun mereka dapat berlari dan melompat dalam waktu yang lama. Semakin malam, udara semakin dingin. Aku mengencangkan mantelku, sesekali menggosok tanganku yang dibalut sarung.

Kami harus beristirahat, tidak mungkin aku memaksakan tiga serigala kami untuk terus berjalan. Aku, Kamal dan Nadia pun berhenti di tepi sungai. Saat turun dari serigalanya, Nadia langsung menjatuhkan tubuhnya di tanah. Dia menarik napas panjang dengan kaki diluruskan, sementara serigala kami langsung mengambil minum di sungai. Aku pun mengeluarkan botol, dan mengisi air di sungai untuk minum.

"Kita istirahat untuk beberapa jam," ujarku. "Lebih baik kita semua tidur dulu untuk mengisi tenaga."

"Kita tidak boleh tidur semuanya. Ada satu yang harus berjaga." Kamal menyambung, "Kita sedang berada di alam bebas, kita tidak bisa pastikan apa yang akan mengintai kita saat tidur."

"Kamal betul, bagaimana jika nanti ada beruang yang menyerang kita?" ujar Nadia.

Kamal terkekeh. "Burak, Tompel dan Kayumanis bisa melindungi kita dari beruang atau macan kumbang, namun jika mahluk lain yang menyerang aku tidak yakin kita akan selamat."

Mendengar itu wajah Nadia langsung pucat. "Mahluk apa yang kamu bicarakan, Kamal?"

Kamal baru saja akan menjawab pertanyaan Nadia, namun sebelum hal itu terjadi aku sudah memotong, "Jangan banyak bicara, lebih baik sekarang kalian tidur, aku akan berjaga."

Kamal menolak. "Untuk yang pertama ini biar aku yang berjaga. Kita masih berada di hutan-hutan belantara. Instingku tentang hutan lebih kuat darimu, Nymeria. Sebaiknya kamu tidur saja. Mungkin di peristirahatan selanjutnya kamu bisa berjaga."

Aku menggeleng. "Mungkin instingmu lebih kuat, namun yang bisa melihat jelas dalam kegelapan dengan jarak yang jauh hanya aku. Aku bahkan bisa melihat semut di pulau sebrang. Untuk jaga malam, aku yang ambil. Kamu tidur saja."

Kamal ingin memberikan bantahan, namun aku memotongnya. "Aku adalah komandan dalam regu ini, kamu ingat?"

Kamal menghela napas, ia pun mengangguk menyetujui. Setelah Kamal tidak melawan lagi aku memungut ranting-ranting kayu di sekitar kami, kemudian mengumpulkannya di tengah-tengah. Nadia ikut membantuku, sementara Kamal tampak mengasah pisau-pisaunya di dekat sungai. Saat ranting kayu sudah terkumpul, aku memanggil Senja.

"Senja!" panggilku. Mataku menatap ke atas, mencari sebuah pergerakan. Dan benar saja, dari salah satu pohon Senja keluar dan terbang ke arah kami. Naga itu pun mendarat di sampingku.

Aku tersenyum, mengusap keningnya sambil berkata, "Agni, Senja."

Setelah aku mengatakan itu, Senja langsung menyemburkan api dari mulutnya. Tidak butuh waktu lama, tumpukan ranting-ranting pohon itu pun terbakar. Apinya menyala dan sudah cukup menghangatkan kami selama semalaman.

"Dari mana kamu belajar kata itu, Elok?"

Aku menoleh ke arah Kamal yang tengah berjalan ke arah kami. Wajahnya terkejut, bibirnya tersenyum. "Kata yang mana, Kamal?"

"Yang barusan kamu katakan untuk menyuruh Senja mengeluarkan api naga," ujar Kamal.

Aku pun membalas dengan kekehan. "Oh, itu. Aku pernah melihat Laksana dan Lim melakukannya saat mereka menyuruh naga-naga mereka mengeluarkan api. Mereka akan berkata, Agni."

Kamal tersenyum. "Senja benar-benar menjadi milikmu, Nymeria. Naga adalah hewan yang ganas dan sulit dikendalikan. Dia tidak akan mau melakukan perintah seseorang jika orang itu belum memiliki ikatan khusus dengannya, dan Senja baru saja menuruti perintahmu untuk melakukan Agni."

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang