36. Sebelum Malam Tiba

80 15 25
                                    

Saat itu aku merasa langit benar-benar panas, udara yang berhembuspun menghasilkan hawa panas bagi tubuh. Hal itu karena sebuah pertarungan sengit dan panas antara para Penunggang Naga. Para naga tidak berhenti menyemburkan api mereka untuk mempertahankan diri dan melumpuhkan musuh.

Pertarungan di udara antara aku bersama Penunggang Naga dari Ibu Kota benar-benar sengit. Kami melawan belasan naga Sang Malam tanpa takut, padahal jumlah kami tidak banyak. Aku tidak menyangka kalau kami bisa bertahan cukup lama di udara, kami bisa mengimbangi serangan membabi buta dari lawan yang cukup banyak.

Faktor utama pendukung aku dan para Penunggang Naga Kota Tua masih berdiri di udara adalah Ramzi dan para Penyihir Bayangannya, mereka membantu pertempuran kami di langit. Ramzi dan pasukannya berkali-kali membuat para naga itu kewalahan, seperti mengecoh mereka dengan bayangan-bayangan hitam.

Setelah terbang membuat kacau Pasukan Naga Sang Malam, Ramzi kini mendarat di pelanaku, dia duduk di belakang dengan napas terengah-tengah. "Sebentar lagi mereka akan kalah! Ini adalah regu yang bagus!"

"Itu karena kamu dan teman-temanmu, Ramzi!" Aku tertawa. "Bersiap-siap, kita akan menungkik!"

Gerhana menungkik ke bawah cukup tajam, lalu memberikan serangan ke salah satu naga. Gerhana menyembul ke atas dan menggigit leher naga tersebut, hal itu dimanfaatkan oleh Ramzi. Pria itu langsung melompat ke naga musuh kami itu.

Ramzi mencekik si penunggang naga dari belakang dengan lengannya. "Ini akan menjadi akhir darimu, kawan!"

Setelah mengatakan itu, Ramzi langsung melempar si penunggang dari naganya. Dia terjatuh, berteriak sebelum akhirnya tenggelam di antara awan-awan hitam.

"Berhasil, lagi!"

Setelah berhasil melumpuhkan penunggangnya, Ramzi kembali melompat ke atas pelana nagaku. Naga merahku sudah melepaskan cengkraman gigitnya pada leher naga musuh kami. Gigitannya cukup parah, naga itu terluka dan terbang pergi menjauh melarikan diri.

"Kamu biarkan saja naga itu?" tanya Ramzi menatap kepergian musuh naga kami.

"Seekor naga tidak berarti apa-apa tanpa penunggang, biarkan dia pergi," jawabku.

Aku, para Penunggang Naga dari Kota Tua, Ramzi dan Passukan Bayangannya terus bertarung habis-habisan di atas langit. Kami bertarung seolah tidak ada hari esok, kami saling membantu dan bekerja sama. Hal itu cukup berhasil, banyak Penunggang Naga dan naga musuh yang kami lumpuhkan.

Belasan naga Sang Malam berhasil kami lumpuhkan dengan enam naga yang kami punya dan para Penyihir Bayangan. Aku tidak menyangka kalau kita akan berhasil, aku tidak menyangka kalau kami benar-benar menjadi pemenangnya di udara. Musuh kami kocar-kacir dan pergi mencari perlindungan.

"Kita berhasil, Ramzi," ujarku pada Ramzi yang masih duduk di pelana belakang.

Aku lalu mengusap tubuh Gerhana dengan mata berkaca-kaca. "Kita berhasil, sayang. Kamu hebat, kita semua di sini hebat."

"Sekarang tinggal sisanya, Pasukan Naga musuh sudah berhasil kita kalahkan. Itu berkat bantuan Penunggang Naga dari Kota Tua, aku bersyukur atas itu."

Aku baru saja akan membalas perkataan Ramzi, namun tiba-tiba aku merasakan tubuhku lemas. Aku memegangi kepalaku yang sakit secara tiba-tiba, seperti ditusuk ribuan jarum. Belum berhenti sampai di sana, aku merasakan telingaku berdengung dengan kencang hingga menimbulkan rasa yang benar-benar sakit.

"Elok, apa yang terjadi denganmu?" tanya Ramzi khawatir.

Aku mungkin akan jatuh dari pelana jika saja Ramzi tidak menahanku. Aku makin panik saat Ramzi berkata, "Elok, telingamu mengeluarkan darah."

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang