12. Rembulan, Sang Naga

115 19 1
                                    

Aku terbangun saat mendengar sebuah dentuman keras dari luar kamarku. Saking kencangnya dentuman itu membuatku seketika terbangun dan membuka mata. Awalnya aku pikir hanya aku yang mendengar dentuman itu, tapi Kamal di ranjang sebrang juga terbangun. Kami berdua seketika bertatapan.

"Ada apa?"

Kamal menyibak selimut, dia lalu mengambil pedang di samping nakas. "Ada sesuatu yang telah terjadi."

Kami berdua makin yakin ada sesuatu yang telah terjadi saat mendengar gemercing baju besi Tentara Pertama dan sura tampak dari banyak orang. Dari dalam kamar aku dan Kamal juga mendengar sura teriak-teriakan dari banyak orang di luar. Teriakan-teriakan itu terdengar panik dan tergesa-gesa.

Aku segera bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah jendela. Aku menyibak hordeng dan menatap keadaan di luar. Aku terkejut bukan main, di lur sana sudah terjadi pertempuran. Aku melihat cahaya biru yang membungkus tempat ini mulai hancur. Cahaya biru seperti gelembung itu mulai terlihat bolong-bolong, bersamaan dengan itu pasukan Baghra mulai masuk dan bertarung dengan tentara Keluarga Purnama.

"Perisai tempat ini telah hancur," ujar Kamal di sampingku.

Aku menggeleng tak percaya. "Bagaimana mungkin... Soraya bilang perisai ini tidak akan hancur."

"Naga-naga itu...." Kamal menunjuk dua naga yang terbang di langit malam. "Baghra akan segera masuk ke tempat ini."

Tempat setelah mengatakan itu aku melihat dua naga milik Baghra menyenburkan api yang meluluhlantakkan bala tentara Keluarga Purnama. Aku melihat pasukan yang terdiri dari Tentara Kedua berusaha menghentikan dua naga besar itu, namun pada akhirnya mereka semu mati dilahap api sang naga. Aku membeku menatap pemandangan di depan, menatap api yang mulai menjalar ke seisi bangunan.

Aku dan Kamal kembali dikejutkan dengan sebuah dentuman keras yang terdengar berbarengan dengan terpentalnya pintu kamar kami. Di sana aku melihat Wulan datang bersama Arya dan Jaka. Wulan baru saja menggunakan sihir anginnya untuk mebobol pintu kami yang terkunci. Ketiganya menghampiri kami dengan wajah panik.

Aku baru saja akn bertanya, namun Wulan sudah lebih dulu menjelaskan. "Mereka berhasil masuk, tempat ini sudah tidak aman."

"Tapi Soraya bilang tidak akan ada yang bisa menembus perisai ini, bagaimana mungkin?" tanyaku.

Jaka menjelaskan, "Sang Malam, dia mengirim beberapa penyihir terkuatnya untuk membantu Baghra merebut bangunan ini. Mereka berhasil membuat perisai tempat ini rusak."

Kamal gantian bertanya, "Lalu di mana Soraya dan yang lain?"

"Dia dan saudara yang lain terjun ke lapangan untuk bertempur bersama para tentara," jawab Arya. "Soraya mengutus kami bertiga untuk membawa kalian pergi dari tempat, karena tempat ini sudah tidak aman. Khususnya untuk kamu, Elok."

"Kenapa aku?"

"Sang Malan mengutus penyihir-penyihir terkuatnya untuk membawamu. Pertempuran ini bukan semata-mata untuk merebutkan bangunan ini, namun juga untuk mengambilmu." Wulan menepuk bahuku. "Sang Malam mengincarmu, Elok. Dan kami tidak akan membiarkan kamu jatuh ke tangannya."

"Kenapa kalian begitu mementingkan aku?" Aku terus bertanya, merasa bingung dengan semua ini.

"Tidak ada waktu lagi untuk bertanya, Elok. Sekarang ayo ikuti aku," ujar Jaka.

Jaka keluar pertama, setelah Jaka keluar Arya menarik tanganku untuk mengikutinya. Di belakangku ada Kamal, dan di belakang Kamal ada Wulan yang berjaga. Saat keluar dari kamar aku dikejutkan dengan pemandangan yang aku lihat. Seisi bangunan nampak seperti kapal pecah, musuh berhasil masuk yang membuat pertempuran terjadi di dalam sini hingga menimbulkan kegaduhan.

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang