31. Pusaran Angin

90 13 22
                                    

Aku bermalam di istana Virama kemarin bersama yang lain. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, bayang-bayang Sang Malam selalu menghantui tiap aku memejamkan mata. Alhasil, aku hanya tidur kurang dari dua jam. Aku kembali terbangun saat fajar, sebelum matahari terbit. Aku keluar kamarku dam berjalan sendirian menyusuri lorong istana yang remang-remang.

Aku mengencangkan mantelku agar tubuhku tetap terjaga dari dinginnya cuaca di Gunung Virama. Aku menyusuri lorong, melewati beberapa prajurit yang berjaga. Aku tiba di beranda istana, dari sana aku bisa melihat para naga yang tengah beristirahat di halaman istana. Para naga baru saja diberikan makanan berupa beberapa kambing dan sapi untuk menjaga stamina mereka.

Aku menuruni undakan dan berjalan ke arah dua nagaku yang terbaring lelah dan lemah. Gerhana dan Cahaya langsung mengangkat kepala mereka saat merasakan pergerakan yang aku ciptakan. Dua nagaku terus memperhatikanku dengan seksama. Saat sampai di depan mereka, aku dibuat sedih ketika melihat banyaknya luka bekas pertempuran di tubuh keduanya.

Aku mengusap bagian sayap Gerhana. "Kasihan sekali kalian...."

Aku lalu melihat ke arah tanah, di mana banyak tulang-belulang dari sapi dan kambing yang hangus terbakar. "Apa kalian sudah cukup kenyang?"

Cahaya lalu merespon perkataanku dengan menyudulkan kepalanya ke arahku hingga membuatku tertawa. "Anak yang manis."

"Ngomong-ngomong, apakah kalian tidak penasaran dengan rumahku?" Dua nagaku tampak merespon dengan wajah penasaran. "Istana ini bukan rumahku, ini rumahnya Kamal. Rumahku ada di tengah pemukiman yang tidak begitu jauh dari sini. Apa kalian tidak ingin berkunjung ke rumahku? Tentu, rumahku juga akan menjadi rumah kalian."

Dua nagaku itu merespon perkataanku dengan meniupkan angin dari mulutnya. Keduanya lalu berdiri bersamaan dan menggerak-gerakkan tubuhnya untuk merenggangkan saraf-saraf di dalam. Gerhana lalu merunduk, menyuruhku untuk naik ke atas pelana.

Aku terkekeh. "Jadi, kalian berdua ingin melihat rumahku?"

Setelah bertanya seperti itu, aku langsung naik ke atas pelana Gerhana. Naga merahku itu mengaum semangat membuat beberapa prajurit yang berjaga ketakutan, lalu Gerhana mengepakkan sayapnya dan terbang di langit fajar Gunung Virama. Aku menoleh ke belakang dan menyaksikan Cahaya mengaum dan mengikuti aku dan Gerhana.

Untuk beberapa saat aku dan dua nagaku terbang beriringan di langit Virama sambil menyaksikan matahari yang perlahan terbit. Meski habis bertempur, kedua nagaku itu tidak berubah. Mereka masih bisa terbang dengan cepat dan bergerak dengan elok. Gerhana menungkik ke bawah membuatku mengencangkan pegangan, lalu dia merendahkan terbangnya ke sebuah mata air di sana.

Gerhana terbang tepat di atas salah satu mata air di gunung ini. Aku melihat ikan-ikan kecil melompat seolah menyambut kami, sementara di atas sana aku melihat Cahaya terbang bersama kawanan burung yang baru keluar dari sangkar untuk mencari makan. Keadaan saat itu benar-benar membuat pikiranku tenang.

Akhirnya aku dan nagaku tiba di halaman rumahku yang tidak terlalu besar, tapi tidak juga terlalu kecil. Keduanya mendarat di halaman depan, aku langsung turun dari pelana saat Gerhana merendahkan tubuhnya. Aku diam sejenak di depan sambil memandangi rumahku yang sudah lama tidak aku tinggali itu. Semua masih sama, hanya saja tumbuhan-tumbuhan liar mulai tumbuh di sekitar sana.

"Senja...."

Aku cukup terkejut dengan kehadiran seekor naga kecil yang berdiri di beranda rumahku. Aku memastikan beberapa saat apakah itu memang benar bayi nagaku, dan ya, aku tidak pernah salah. Setelah berpisah dengannya di Langit Jatuh, kini aku kembali bertemu dengan sosok naga kecil pemberian mendiang Ayahku, Raja Viraksa ke 17.

Senja terbang ke arahku, dia terbang meliuk-liuk di antara aku dan kedua nagaku yang lain. Senja mengaum yang terdengar mirip seperti suara burung beo, sampai akhirnya dia mendarat tepat di hadapanku. Saat itu kami berdua saling bertatapan, sebelum akhirnya aku bersimpuh untuk lebih dekat dengannya.

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang