6. Mereka Menginginkanku

60 8 0
                                    

Aku mengepakkan sayapku membelah cakrawala. Aku berputar-putar di antara awan-awan putih dengan bahagia. Tubuhku memang tidak sebesar naga-naga lain, tapi aku bisa menyelusup ke tempat-tempat sempit. Aku turun dari awan dan masuk ke area pepohonan di tengah hutan. Aku terbang meliuk-liuk di antara pohon-pohon di sana.

Aku melihat seekor kelinci yang tengah memakan rumput-rumput hijau di sana. Pas sekali, aku tengah lapar. Kelinci itu melarikan diri ketika melihat diriku, namun aku tidak diam. Aku terbang mengejarnya dan dalam sekali tiupan, kelinci itu langsung tewas terbakar oleh api yang keluar dari mulutku.

Aku mendarat, lalu segera menyantap daging kelinci yang gosong itu dengan lahap. Rasa lapar di perutku perlahan hilang, namun tiba-tiba aku mendengar sebuah auman serigala. Aku menggerakkan kepalaku untuk melihat ada apa di sana, tidak lama aku mendengar suara dentuman.

Aku meninggalkan hasil buruanku, lalu terbang mencari asal suara itu. Tidak butuh waktu lama aku dapat menemukan sumber suara. Dari atas aku melihat dua orang pria tengah bertarung. Mereka bertarung dalam jarak dekat, saling memberikan pukulan dan tendangan.

Seorang pria dengan jubah biru menghantamkan tangannya ke dada pria yang menggunakan jubah kuning di depannya. Dari tangan pria berjubah biru itu keluar tiuapan angin kencang hingga membuat pria berjubah kuning itu terpental cukup jauh.

Sosok serigala hitam yang sedari tadi menggonggong itu tampak marah. Dia melompat ke arah pria berjubah biru yang ternyata adalah Penyihir Angin itu, lalu mencabik wajahnya dengan cakarnya. Pria itu berteriak, lalu menghantamkan angin pada serigala itu hingga terhempas jauh.

Tunggu, bukankah itu Tompel?

Aku terkejut dengan pertemuan ini, dia menggongong ke arahku seolah memanggilku. Aku sedikit merendahkan terbangku, dan aku bisa melihat siapa dua orang pria yang tengah bertarung itu. Mereka adalah Jaka dan Sunar. Aku melihat Sunar sudah tidak berdaya di ujung sana ketika menerima pukulan Jaka.

Apa yang terjadi? Mengapa kakak-beradik itu saling menyerang? Aku sangat terkejut melihat mereka berdua, aku pikir keduanya telah gugur di dalam tabir bayangan di Gunung Virama. Ini kabar baik, tapi tetap menjadi buruk saat aku melihat keduanya saling menyerang.

Jaka mengusap wajahnya yang berdarah karena cakar, menatap serigala hitam yang kini tergeletak tidak berdaya. "Serigala sialan."

Aku lalu menoleh ke arah Sunar yang kini pelan-pelan bangkit sambil memegangi dadanya.

Jaka tersenyum miring. "Kamu belum menyerah, Adik?"

Tubuh Sunar sudah lunglai, namun dia berusaha untuk berdiri. Matanya memerah karena lelah dan tubuhnya bergetar. "Jangan panggil aku begitu, karena aku bukan adikmu!"

Sunar menghentakkan kakinya ke tanah, lalu terdengar suara gemuruh di sana. Dari dalam tanah menyembul sebuah api yang kini bergerak atas kendali laki-laki itu. Sunar memasang kuda-kuda, lalu melemparkan kobaran api itu ke arah Jaka.

Aku menoleh kembali menoleh ke arah Jaka, dia sudah menghilang. Lalu saat aku kembali menoleh ke arah Sunar, sebuah cahaya biru melesat dan menghantam tubuh pria itu. Sunar kembali terguling jauh. Aku hampir lupa kalau Jaka memiliki bakat bergerak dengan cepat.

Jaka tertawa, merenggangkan tubuhnya. "Kamu tidak sekuat yang aku pikirkan."

Sunar sudah tidak berdaya kali ini, dia hanya terbaring di tanah dengan tubuh penuh luka. "Kamu... merenggutnya dariku."

Jaka tertawa. "Dan sekarang aku akan merenggutmu juga, Adik."

Jaka berjalan ke arah Sunar sambil memutar-mutar tangannya. Dari gerakan tangannya itu muncul sebuah pusaran angin, awalnya. Aku terus memperhatikan sampai akhirnya angin di tangannya berubah menjadi sebuah bayangan hitam yang menggulung-gulung. Aku sangat mengenal sihir itu.

Sebelum Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang