•••
Musim hujan telah tiba. Begitu kata orang-orang. Mereka bersorak gembira melihat awan mendung dan mendengar gemuruh guntur di kejauhan. Bagi mereka, hujan adalah hadiah alam yang ditunggu-tunggu, tetes-tetes embun yang memberi kesegaran bagi bumi yang haus. Tapi bagi Sean, musim hujan adalah kutukan yang menyelimuti segalanya dalam kesuraman.
Pemuda itu, tidak pernah mengerti apa yang menarik dari hujan. Baginya, setiap titik air yang jatuh dari langit adalah pengingat akan kehampaan dan kegelapan. Bayangan abu-abu di langit yang dulu cerah hanya menambah kekosongan dalam hatinya. Seperti yang Sean lihat sekarang, awan mendung menghalangi sinar matahari hanyalah tirai yang mengingatkannya tentang hal buruk.
Hujan membuat segalanya basah dan becek. Tanah yang tadinya keras dan kering, sekarang terendam oleh genangan air yang menyiksa. Jalanan menjadi licin dan berlumpur, membuat langkah terasa berat dan tidak pasti. Mobil-mobil melaju dengan lambat, klakson terdengar dari kejauhan, dan semuanya terasa seperti perjuangan sia-sia melawan alam yang sedang marah.
Malam-malam hujan adalah yang paling Sean benci. Suara tetesan air yang memukul jendela, seperti ketukan tak henti-hentinya yang ingin masuk ke dalam pikiran. Angin dingin menyusup masuk melewati celah-celah pintu dan jendela, menggigilkan tulang dan memicu kenangan-kenangan yang lebih baik ia lupakan. Tidur adalah mimpi belaka di malam-malam seperti ini, ketika pikiran pemuda itu terombang-ambing dalam laut pikiran yang dalam dan gelap.
Transportasi terganggu, rencana berantakan, dan ketidaknyamanan tak terhitung jumlahnya. Tas-tas berat dan payung terbalik, sering kali hancur setelah satu atau dua kali digunakan. Setiap kali Sean berusaha untuk tetap kering dan terlindungi, hujan selalu menemukan cara untuk menembus pertahanannya dan kembali merusak dirinya.
Ia merasa tersingkir, terisolasi di dalam kegelapan yang dibawa oleh awan-awan mendung. Setiap kali hujan turun, pemuda itu merasa seperti kebahagiaan dan harapannya direnggeut oleh air yang tak kenal ampun. Mungkin bagi yang lain itu adalah waktu untuk introspeksi dan refleksi, tetapi bagi Sean, hujan hanya menggiringnya lebih dalam ke dalam kegelapan yang ia coba lupakan.
Ada yang bilang bahwa hujan adalah simbol kesuburan dan kehidupan baru. Bahwa tanah basah oleh air hujan akan menghasilkan hasil panen yang melimpah dan alam akan bersorak gembira. Tetapi bagi Sean, itu hanya omong kosong yang mengalir dari bibir orang-orang yang belum pernah merasakan penderitaan yang dibawa oleh hujan.
Pemuda itu membenci hujan bukan hanya karena ketidaknyamanannya, tetapi juga karena itu adalah pengingat yang menyakitkan akan kerentanan dirinya sebagai manusia. Hujan mengingatkan kita bahwa manusia tidak dapat mengendalikan apapun.
Mungkin suatu hari ia akan belajar untuk menerima kehadiran hujan dengan damai. Mungkin suatu hari Sean akan melihat keindahan di balik tetes-tetes air yang jatuh dari langit. Tetapi untuk saat ini, ia hanya bisa duduk di sini, di bawah meja tepat disamping balik jendela yang berkabut oleh uap air yang hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄
FantasyThe End of The Pain. Dari sekian banyaknya waktu dan masa yang telah Sena lalui. Setelah berulang kali terjebak digaris waktu yang sama. Ia ingat semua dan Sena melakukan usaha terakhirnya. Mungkin memang takdirnya bukan untuk Asher. Sena memilih...