•••
Di dalam mobil yang berhenti di tepi jalan, tetesan hujan masih menghujam kaca, menciptakan suara lembut yang berpadu dengan suara mesin mobil yang bergetar pelan. Udara di dalam terasa sedikit lembab, seiring embun tipis mulai terbentuk di kaca jendela. Asher kembali menutup kaca mobilnya setelah bertanya pada pemilik ruko di pinggir jalan. Pria paruh baya itu memberi penjelasan singkat tentang arah menuju pusat perbelanjaan terdekat, meski kalimatnya terputus-putus oleh suara hujan yang semakin deras.
Asher berniat pergi sebentar ke mal untuk membeli pakaian salin Sena dan dirinya. Ia sadar bahwa di apartemenya tidak ada pakaian salin, yang mengharuskan dirinya membeli keperluan tersebut.
Pemuda berparas rupawan itu menghela napas, mengusap tetesan air di rambutnya dengan cepat, lalu menatap ponsel di dashboard-layarnya hitam, kehabisan daya sejak beberapa menit lalu. Keadaan itu memaksanya untuk keluar dari mobil dan menanyakan lokasi langsung pada orang-orang sekitar.
Ini bukan kali pertama Asher kesini. Ia memang pernah mengunjungi apartemennya yang terletak di kawasan ini beberapa kali saat orang tuanya masih ada. Namun itu sudah lama sekali, di tambah jalanan di daerah ini memiliki pola yang membingungkan, dengan gang sempit yang saling bersilangan dan papan petunjuk yang kurang jelas.
Hawa dingin terperangkap di dalam mobil saat ia menaikkan kaca jendela, menambah kadar menggigil pada tubuh. Asher melirik ke arah Sena yang terlelap di jok penumpang sebelahnya. Wajah Sena terlihat lelah, rambutnya masih setengah basah, sisa dari hujan tadi. Beberapa helai rambut menempel di dahinya, dan pakaian Sena yang lembap membuat tubuhnya sedikit menggigil, bibirnya bergetar kecil.
Dengan gerakan lembut, Asher menaikkan suhu penghangat mobil, memastikan udara hangat menyelimuti kabin, memberikan kenyamanan bagi Sena yang terlelap.
Asher menyentuh dahi Sena dengan punggung tangannya, merasakan suhu tubuh yang mulai memanas. Kekhawatiran terpancar jelas di matanya. Ia menggosok kedua telapak tangannya, mencoba mengumpulkan sedikit kehangatan, lalu menempelkannya pada pipi Sena yang lembut. Gadis itu sedikit menggeliat, namun tetap tertidur nyenyak.
"Jangan sakit Sena ..." Lirih Asher memberi sedikir rasa hangat yang bisa ia beri.
"Ash ... dingin ..." Gumam Sena dalam tidurnya, membuat Asher tersenyum kecil, namun tak bisa menyembunyikan kecemasannya.
"Iya ... sebentar lagi sampe." Lanjut Asher menjawab gumaman Sena.
Pemuda itu kembali fokus ke jalan di depannya, mencoba mengingat petunjuk yang diberikan oleh pemilik ruko tadi. Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah mal sederhana.
Asher memarkirkan mobil di halaman terbuka mal, karena tak memiliki parkiran basement. Ia menarik napas dalam-dalam, bersiap menerjang hujan sekali lagi. Dengan langkah cepat, hampir berlari, ia menyeberangi halaman parkir, tubuhnya kembali sedikit basah disapu air hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄
FantasyThe End of The Pain. Dari sekian banyaknya waktu dan masa yang telah Sena lalui. Setelah berulang kali terjebak digaris waktu yang sama. Ia ingat semua dan Sena melakukan usaha terakhirnya. Mungkin memang takdirnya bukan untuk Asher. Sena memilih...