•••
Tahukah? Ada yang lebih menyakitkan dari luka. Yang lebih menyakitkan dari luka adalah menceritakan dari mana luka itu berasal, kenapa luka itu ada, siapa yang menorehkanya dan bagaimana luka itu bisa terbentuk.
Percayalah, menceritakan itu semua lebih menyakitkan dari luka. Karena harus mengingat rasa sakitnya, dan menimbulkan tanya yang memperkeruh lukanya. Setiap kata yang diucapkan membawa kembali rasa sakit yang telah berusaha dikubur dalam-dalam.
Keduanya terdiam, tak bersuara. Membiarkan rintik hujan mengisi kekosongan. Sena dan Asher duduk dilantai beralas karpet bulu yang hangat. Bersandar pada kaki sofa, menghadap ke kaca besar yang menampilkan panorama malam di pinggiran kota.
Waktu berlalu tanpa suara. Sena masih menutup mulutnya rapat-rapat, matanya kosong menatap ke depan. Asher, di sampingnya, menunggu dengan sabar. Netra hitamnya menahan amarah yang sejak tadi bergejolak di dada, amarah yang bukan untuk Sena, tapi untuk orang yang berani menaruh luka pada gadis itu.
Hingga suara serak mengudara, menampung berbagai rasa yang terdengar memilukan.
"Kamu tahu ..." Sena menatap kosong kedepan, seolah mencari jawaban di balik panorama yang buram.
Suaranya mengalun pelan, tapi setiap kata terasa seperti luka yang menganga. "Mereka bilang ... ayah adalah cinta pertama bagi seorang anak perempuan. Cinta yang membuatnya merasa aman, merasa dihargai, dan merasa dilindungi."
Asher menoleh menemukan manik kelabu itu bergetar saat mengucapkan kata ayah.
Tanpa dijelaskan pun pemuda itu tahu, siapa pelaku yang melukai Sena. Tak perlu dijabarkan, dengan ucapan tersirat pun Asher mengerti. Nada suara, sorot mata, dan nafas memburu gadis itu menjelaskan semuanya.
Ada jeda, gadis itu menghela napas dalam-dalam, matanya berkaca-kaca, namun tak satu pun air mata jatuh-seolah ia sudah terlalu sering menangis hingga air matanya kering. "Tapi ... kenapa ceritaku berbeda? Kenapa dia bukan cinta pertamaku? Kenapa justru dia yang menjadi luka pertama? Luka yang begitu dalam hingga sulit dijelaskan."
Dia yang seharusnya menjadi perisai, malah menjadi pedang yang menusuk.
Melipat dan memeluk erat kedua lututnya, menjadikan kedua lutut itu sebagai tumpuan dagu. Kepalanya tertunduk, suaranya mulai bergetar. "Waktu kecil, aku selalu bertanya-tanya ... kenapa papahku berbeda? Kenapa tatapan itu selalu penuh kekecewaan dan kebencian? Kenapa setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti pisau yang menusuk hati?"
"Aku gak ngerti ..." Sena terdengar frustasi. "Bukankah seharusnya dia mengajarkan arti kasih sayang? Tapi kenapa yang kudapat hanya rasa sakit yang mendalam?" Suaranya bergetar hebat menahan segala emosi yang bercampur.
"Aku mencoba memahami, mencoba mencari alasan di balik semua ini. Apa aku salah? ... Apa ada yang kurang dariku? ... Apa aku terlalu banyak meminta, hanya karena ingin diperlakukan seperti anak perempuan lain yang mendapatkan cinta dari ayahnya? ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄
FantasyThe End of The Pain. Dari sekian banyaknya waktu dan masa yang telah Sena lalui. Setelah berulang kali terjebak digaris waktu yang sama. Ia ingat semua dan Sena melakukan usaha terakhirnya. Mungkin memang takdirnya bukan untuk Asher. Sena memilih...