•••
Di sudut kelas yang ramai, Sena duduk dengan tatapan penuh rasa kesal. Hari ini, suasana kelas seharusnya berjalan lancar, tetapi Leon yang tampak lemas karena sakit, telah membuatnya merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkannya.
Pemuda itu memaksakan diri ke sekolah disaat tubuhnya memerah dengan suhu tubuh yang tinggi. Dilarang pun tak mempan bahkan Leon menangis tersedu-sedu ketika hendak ditinggal pergi sekolah.
Dan ya ... disinilah Sena berakhir. Di kelas Leon yang dipenuhi wajah asing yang menatap penasaran kearahnya. Sebenarnya UKS adalah tujuan awal Sena kala sampai di sekolah. Tapi pemuda disampingnya ini sangat keras kepala, ngotot ingin pergi ke kelas.
Pemuda rupawan, yang biasanya ramah dan aktif, kini hanya bisa duduk dengan punggung membungkuk, wajahnya pucat dan matanya sayu. Sena merasakan empati, tetapi di saat yang sama, ada rasa frustrasi yang tak tertahankan.
Leon, dengan badannya yang hampir melorot, mengandalkan Sena sebagai tempat bersandar. Bahunya yang biasa tegap kini terasa berat oleh beban harapan Leon yang ingin mendapatkan perhatian dan perawatan. Sena tidak bisa menghindar dia merasa terikat oleh rasa tanggung jawab. Dan berakhir terjebak dikelas Leon menunggu bel masuk berbunyi.
Seharusnya 30 menit menuju bel berbunyi tidak lah lama. Namun kali ini terasa begitu lama. Gadis itu berusaha untuk tidak mengalihkan perhatian dari Leon, tetapi setiap gerakan kecilnya membuatnya merasa semakin tertekan. Leon juga terkadang meliriknya dengan tatapan memohon, seolah meminta pengertian tanpa perlu mengucapkan kata.
Rasa kesalnya mulai membengkak ketika teman-teman sekelas Leon kian bertambah dan melirik ke arah mereka. Beberapa dari mereka tersenyum sinis, sementara yang lain berbisik-bisik, seolah menganggap hubungan mereka sebagai tontonan. Sena merasa seolah sedang berada di panggung, dan Leon adalah aktor utama yang memaksanya untuk berperan dalam skenario yang tidak dia inginkan.
Namun, saat dia menatap wajah Leon yang lemah serta tubuh yang kian memanas dan menggigil, hatinya sedikit luluh.
Saat bel berbunyi, menandakan awal pelajaran, Sena merasa sedikit lega.
"Leon ... udah bel." Lirih Sena mengguncang pelan bahu Leon supaya terjaga dari mimpinya.
"Euunghh ..." Bukanya tersadar Pemuda itu kian merapatkan tubuhnya kedinginan.
"Leonnn bangun, udah bel. Takut ada guru." Seru Sena mendesak pemuda itu untuk bangun. "Pak Deni juga kayanya udah ada dikelas aku." Tambahnya kala ingat seberapa disiplin pak Deni, yang saat ini mengajar mapel pertama dikelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄
FantasyThe End of The Pain. Dari sekian banyaknya waktu dan masa yang telah Sena lalui. Setelah berulang kali terjebak digaris waktu yang sama. Ia ingat semua dan Sena melakukan usaha terakhirnya. Mungkin memang takdirnya bukan untuk Asher. Sena memilih...