40

505 47 41
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Bersimpuh di atas tanah yang basah, menyatu dengan dinginnya bumi yang terhampar luas, dan ditimpa ribuan tetes hujan yang jatuh, memiliki kenikmatan tersendiri.

Asher dan Sena duduk berhadapan di bawah langit kelabu, membiarkan hujan membasahi tubuh mereka. Waktu seakan berhenti, sejenak membiarkan luka hati Sena perlahan mereda.

Tangis yang tadi mengguncang tubuh gadis itu mulai hilang, tetapi pelukan mereka tetap erat. Seolah-olah dunia luar lenyap, meninggalkan hanya mereka berdua dalam keheningan yang penuh kehangatan.

"Ash..." Suara Sena bergetar, lembut, namun cukup untuk memecah sunyi yang mengelilingi mereka.

"Hum?" Asher menatap wajah Sena dengan sorot mata yang penuh perhatian.

"Aku iri ..."

Asher mengerutkan kening. "Iri? ... Sama siapa?" Tanyanya, nada suaranya tetap lembut, tanpa tekanan. "Kenapa?"

Sena memejamkan matanya, membiarkan hujan yang terus turun menghapus sisa-sisa air mata di pipinya. Ia menajamkan telinga, mendengarkan tawa renyah seorang anak kecil yang tak jauh dari tempat mereka duduk.

Suara itu datang dari ujung jalan, di mana seorang gadis kecil sedang menari-nari di tengah hujan, ditemani seorang pria dewasa yang ikut tertawa bahagia sambil menggenggam tangan si kecil.

"Dia terdengar begitu bahagia," Bisik Sena, hampir tak terdengar, mengacu pada anak kecil itu.

"Dia punya seseorang yang menyayanginya, yang memperlakukannya dengan lembut ... Aku iri."

Asher terdiam. Ia membiarkan gadis itu melanjutkan.

"Aku iri karena dia mendapatkan apa yang selama ini aku mau. Aku iri karena dia bisa merasakan kasih sayang yang selama ini nggak pernah aku dapatkan. Aku iri ..."

Sena menghela napas panjang, suaranya bergetar, lalu kembali melemah. "Aku iri ... dan aku benci diri aku karena merasa seperti ini."

Asher tak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengangkat wajah Sena dengan kedua tangannya, membingkai pipinya yang basah oleh hujan. Matanya menatap lurus ke mata Sena, seolah ingin menghapus rasa sakit yang selama ini disembunyikannya.

"Sena ... dengar gue." Suaranya pelan, tapi tegas. "Lo nggak perlu iri sama dia yang mendapatkan kasih sayang dari seorang bajingan."

Asher menjelaskan secara perlahan, "Bajingan seperti itu nggak layak buat lo."

"Tapi, Ash..."

"Sena," Potong Asher dengan nada yang lebih lembut, "Lo nggak butuh dia ... Lo punya gue."

"Gue ada di sini buat lo, dan gue bakal lakuin apa pun buat bikin lo bahagia-lebih bahagia dari apa yang dia bisa kasih." Ujarnya terdengar serius dan sungguh-sungguh.

𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang