"Bagaimana mungkin aku membiarkan tubuhku disentuh oleh dua pria? Bukankah itu gila?"
"Eoh. Kau sangat gila." sahut Jisung. "Percayalah, itu hanya tahap awalnya saja. Lama-lama kau pasti akan terbiasa."
"Tidak akan! Aku masih memiliki sedikit hati...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Pasti aneh, ya? Aku tidak pernah memakai pakaian seperti ini."
Jeno sempat tertegun selama beberapa saat melihat penampilan Jia yang sangat berbeda. Gadis itu tetap cantik dengan pakaian apapun, tapi melihat dia memakai pakaian yang berbeda dari biasanya, itu cukup spesial untuknya.
Cantik, dia sangat cantik sampai membuatnya terpaku.
"Sangat cantik," Jeno menggenggam tangannya.
Jia tertawa. "Aku agak malu."
"Kau cantik, kenapa harus malu?"
"Karena tidak terbiasa."
"Dibiasakan saja mulai sekarang." kekehnya. "Aku suka apapun yang kau pakai. Semuanya cantik."
"Aigoo, jangan katakan itu. Aku geli mendengarnya."
Jeno tertawa. "Apa kau anti romantis?"
Jia mengusap tengkuknya, "yah, sedikit."
"Jika aku memberimu bunga, apa kau akan suka?"
Jia sontak menggeleng keras. "Aku masih heran, kenapa banyak perempuan sangat bahagia hanya karena menerima bunga?"
"Padahal tumbuhan itu cepat layu. Bukankah uang lebih baik?" tambahnya.
Jeno tak bisa menahan tawanya. "Oh, kau sangat realistis."
"Haruskah aku memberimu kartuku?"
Heol.
Jia menganga terkejut. Menyesali apa yang telah mulutnya keluarkan.
"Oppa, jika kau lakukan itu hanya untuk pacar sementara mu, kau sudah gila."
"Aku memang sudah gila."
"Oh, shit." Jia mengumpat datar, membuat laki-laki itu tertawa lagi.
Jeno mengusap permukaan bibir Jia dengan tawa geli. "Ternyata mulutmu ini cukup ramah, ya?"
Jia tersenyum miring. "Tentu saja."
"Jadi, mau makan apa?" saat ini mereka masih di dalam mobil.
"Apa saja," jawab Jia.
Jeno mulai menyalakan mesin mobilnya, tertawa. "Tidak ada makanan yang namanya apa saja."
Jia tersenyum yang lebih mirip dengan kuda. "Bagaimana kalau hot pot?"
"Oke."
Sudah menjadi konsekuensi berkencan dengan idol, mereka tidak bisa makan bebas di tempat umum. Tempat yang mereka datangi kini cukup aman. Katanya, ada banyak idol yang berkencan disana. Sebab tempat tersebut mampu menjaga privasi.
Keduanya duduk berhadapan di lantai kayu yang ber-alaskan karpet hangat.
Jia tersenyum senang begitu seluruh makanan terhidang di meja. Daging dan sayuran segar itu tampak sangat menggoda. Ia memasukkan daging dan sayuran tersebut ke dalam kuah hotpot.