Meski waktu berlalu dan mimpi buruk berlalu, kebenaran selalu memiliki cara untuk muncul ke permukaan
~~~
Setelah melewati beberapa bulan semua orang yang terlibat dengan kematian Alana benar-benar bisa tidur dengan tenang. Namun, mereka mendadak mendapat kabar bahwa orang tua dari Alana ternyata selama ini menyelidiki kasus kematian anaknya yang menurut mereka mengganjal.
Chloe sangat panik saat ini di dalam mobilnya bersama kedua temannya yang tidak lain adalah Emil dan Sopia.
"Gimana kalo kita buat mereka kecelakaan, Chloe?" Sopia yang sudah keringat dingin memikirkannya.
"Kita masih tujuh belas tahun masa kita harus hidup di sel tahanan sih! Gue gak mau!" Emil semakin panik. "Udah kita buat mereka celaka aja. Gue setuju sama saran Sopia."
"Chloe jangan diam aja dong! Bicara! Lo mau kita semua masuk penjara?" Sopia menatap kesal temannya.
Bukannya memberikan solusi, dia malah terus melamun tidak jelas.
"Sabar! Gue juga lagi mikir!" Balas Chloe dengan kesal. "Ya udah pakai rencana lo itu. Gue telepon orang buat kecelakaan palsu."
Setelah Chloe menelpon seseorang dan memerintahkannya. Mereka sedikit lega namun bukan berarti mereka sudah tenang.
"Kita tunggu di sini aja bentar lagi mobil orang tuanya Alana lewat dan orang suruhan gue udah siap." Chloe berbicara dengan mudah tanpa berpikir kalo konsekuensi dari semua ini akan semakin besar.
Sementara itu, di dalam mobil orang tua dari Alana terlihat menyeramkan. Orang tua itu terlihat marah ketika baru mengetahui kalo anaknya mati bukan karena bunuh diri.
"Mas, kita harus cepat sampai ke kantor polisi dan serahin buktinya. Aku gak terima!" Wanita itu terlihat marah ketika mengetahui juga kalo anaknya sering dibully di sekolah.
"Mas juga gak terima! Lagian mas udah ngerasa ada yang gak beres sama kematian putri kita. Mereka harus masuk ke penjara!" Sang ayah dari Alana tentu sangat marah dan tidak bisa membiarkan semua ini.
Tuttttt ....
Wanita dengan tiga anak itu tiba-tiba mendapatkan telepon dari putrinya yang satunya.
'Elena? Iya, ada apa sayang? Ibu sekarang mau ke kantor polisi.'
'Kantor polisi bu? Kenapa? Apa ada masalah?'
'Kematian Alana sayang, kematian kakakmu itu bukan karena bunuh diri tapi karena mereka—'
"Mas, awas di depan!!!" teriak sang istri ketika terkejut melihat di depan mobil mereka ada sebuah truk yang mendekat dan begitu besar.
"Kenapa gak bisa remnya—!"
"Arghttttttttt!"
Sedangkan telepon yang masih tersambung membuat Elena menjadi cemas dan takut. "Bu? Ada apa? Ayah! Ibu!!!"
Hingga dia mendengar dengan jelas suara mobil yang bertabrakan dengan kendaraan lain.
Mobil putih itu terseret sejauh sepuluh meter dan orang tua dari Alana maupun Elena juga tentunya ikutan terpental.
Sang ibu masih bisa bernapas sedikit meskipun kepalanya sudah terbentur dan mengeluarkan banyak darah. "Mas ... mas ... bangun ...." Dia yang masih bisa mengeluarkan suaranya meskipun dengan lirih.
Mendengar ada suara dari ibunya membuat Elena kembali berbicara.
'Bu, bu ada apa? Semuanya baik-baik saja, kan?'
'Elena ... ibu gak kuat sayang. Kalo kami sudah tidak ada. Kamu harus janji sama ibu buat penjarain mereka yang udah buat kakakmu meninggal—'
Kemudian wanita itu benar-benar sudah tidak bernapas lagi. Dia ikut pergi menyusul suami dan anaknya.
Elena berteriak dengan keras ketika dia memanggil-manggil nama ibunya tapi tidak ada balasan darinya lagi.
'Ibu!!!!'
Ketika dia menangis tiba-tiba dia mendengar suara seseorang dari seberang telepon ibunya yang masih aktif. Membuat Elena terdiam untuk tidak bersuara.
"Chloe, lo yakin orang suruhan lo gak akan ngadu kalo kecelakaan ini karena disengaja?" Sopie bertanya dengan panik.
"Udah santai aja." Chloe kini sangat tenang ketika tidak ada lagi orang yang akan memasukkan dia ke dalam penjara. "Sekarang lo berdua cari bukti yang mereka bawa."
"Tapi, kalo mereka masih hidup gimana, Chloe?" Emil bertanya dengan merinding melihat banyak darah bercucuran dari kepala juga tubuh mereka. "Gue ngeri banget lihat tubuh mereka banyak darahnya."
"Emil! Lo ini gak bisa lihat? Mereka udah parah gitu dan lo masih ngira masih hidup? Cepat cari buktinya keburu ada orang lihat!" Chloe sangat marah ketika temannya ini tidak mau menuruti perintahnya.
"Solar ... lari sebentar lagi mobilnya meledak!" Sopie memberitahukan kepada mereka dan semuanya berlari menjauh.
Seketika tanpa hitungan menit mobil putih meledak dengan begitu keras.
"Udah, lebih baik kita pergi aja dari pada di sini yang ada dicurigain nanti." Sopia mengajak teman-temannya untuk segera pergi meninggalkan tempat kecelakaan.
Sementara itu, di sisi lain ada seorang berbaju hitam yang melihat semua kejadian dengan tersenyum simpul.
•••••
Elena sekarang ini tengah menangis histeris ketika dia sendiri mendengar dengan jelas bagaimana orang tuanya meninggal. "Kak ... orang tua kita sama Alana ... mereka meninggal karena dibunuh."
Dia menangis memeluk erat tubuh kakaknya. Dia adalah Sandy Elizabet yang merupakan anak pertama dari pasangan Elsa dan Beta.
Tangannya mengusap lembut surai kepala adiknya untuk menenangkannya. "Apa kamu yakin El? Bukannya ayah sama ibu mengatakan kalo Alana meninggal karena bunuh diri?"
Sandy tentu bingjng harus percaya sama siapa. Tapi, mana mungkin adiknya akan menangis seperti ini jik itu tidak benar.
Elena mendongakkan kepalanya menatap Sandy. "Gak percaya sama aku, kak? Sebelumnya aku juga udah bicara sama kakak kalo Alana gak akan bunuh diri seperti itu. Ayah sama ibu bicara kayak gitu karena mereka belum nemuin buktinya mungkin. Mereka pasti gak mau buat kita khawatir di sini. Tolong percaya sama aku, kak. Orang tua kita juga udah meninggal karena mereka." Elena tidak tau mengapa kakaknya sangat sulit untuk percaya dengannya.
"Elena stop! Tadi, siang aja kakak masih teleponan sama ibu."
Elena mengeluarkan ponselnya dan dia mengeluarkan rekaman dari telepon dengan ibunya tadi. Untung saja dia sempat merekamnya barusan. "Kalo kakak gak percaya sama aku. Coba dengarkan ini!"
Sandy menerimanya dan dia mulai memutarnya. Betapa terkejutnya ia ketika mendengarnya sendiri. "Ayah, ibu, Chloe mereka—"
"Iya, kak. Mereka udah nggak ada dan itu karena orang bernama Chloe, Emil, sama satu perempuan lagi aku gak tau siapa namanya. Aku cuma dengar nama mereka berdua." Elena kemudian menghapus air matanya. "Aku akan buat mereka semua masuk penjara. Aku gak akan biarin mereka bisa hidup tenang, kak!"
Sandy sebagai anak pertama juga tentunya merasa emosi dan tidak terima ketika orang tua dan adiknya mati karena dibunuh. "Elena, kakak juga gak akan biarin mereka hidup tenang."
Elena menggelengkan kepalanya. "Gak, kakak di sini saja temanin grandma kalo kakak ikut pulang siapa yang jagain grandma?"
"Kakak gak bisa biarin kamu sendirian, El. Kakak gak mau kehilangan kamu juga." Sandy tentunya tidak akan membiarkan orang yang dia sayang juga pergi.
"Aku bisa jaga diri dan kakak tentu tau seperti apa aku. Aku gak mudah dikalahkan dan gak bisa ditindas. Aku akan balas perlakuan mereka kak." Elena kemudian langsung mengemasi barang-barangnya untuk pulang ke negara asalnya.
"Kalo begitu telepon kakak kalo ada sesuatu jangan sungkan buat minta bantuan sama kakak." Sandy merasa berat hati melihat adiknya harus pergi sendirian tanpanya.
Tapi, ia juga harus menemani grandma yang tidak bisa ditinggal sendirian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Delano & Elena
Ficção AdolescenteElena Elizabet, gadis yang harus mengungkap banyak rahasia tentang kematian kembarannya dan juga orang tuanya sendiri. Menyamar sebagai gadis culun untuk mencari tau kebenarannya malah membuat dia terjebak dengan cinta seorang yang selamanya tidak b...