47. End

67 1 0
                                    

Delano menatap ke arah ibunya yang hadir dalam sidangnya ini. Ia sungguh merasa malu dan bersalah menatap ke arah ibunya.

Dela melangkah mendekati anaknya dan ia langsung menampar wajah Delano tepat di hadapan semua orang.

Plak!

"Tega kamu melakukan semua ini sama Elena!" Dela sangat marah kepada anaknya.

Teman-teman Delano juga terkejut ketika melihat seorang Delano ditampar.

Delano tidak kuasa untuk mengatakan apapun. Dia hanya terlalu takut untuk masuk ke penjara. Seharusnya ia juga tidak melanggar janji dengan ibunya sendiri.

"Kenapa kamu juga sekap Elena! Dia salah apa sama kamu, El! Dia yang telah nyelamatin mamah! Andai gak ada Elena pasti mamah tidak tau ada dimana El! Mungkin mamah juga sudah gila jadi gelandangan!" Dela tidak malu sedikitpun mengatakannya di depan semua orang.

Delano tau, ia salah dan Elena memang benar-benar telah baik kepada ibunya.

"Jangan diam saja! Apa kamu tau setelah semua ini terjadi? Elena bahkan tidak membenci ataupun menyesal telah menolong mamah. Dia anak yang sangat baik, Delano!" Dela menangis dan ia terus mengatakan kalo Elena adalah perempuan baik.

Delano akhirnya mengeluarkan air matanya. "Mah, maafin El ...."

"Bukan sama mamah, tapi sama Elena!" Dela langsung ditarik oleh seorang penjaga ketika terus melakukan keributan.

"Diam bu dan duduk kembali karena hakim akan segera datang." Dia menariknya dan Dela menurut untuk duduk.

Lain lagi dengan Chloe yang masih membenci dan tidak terima dengan semua keadaan ini. Ia matanya menatap penuh marah ke arah Elena yang duduk di samping Sandy.

Elena menghiraukan tatapan Chloe. Justru ia membalasnya dengan senyuman penuh kemenangan.

Sedangkan Sopia, ia menundukkan kepalanya. Bagaimanapun ia menyesal telah melakukan semua ini. Ia selalu berpikir untuk kembali ke masa lalu dan ia tidak akan memilih untuk berteman dengan Chloe.

Duke dan Maxwel sendiri hanya diam pasrah dengan semua keadaan di depannya. Mereka berdua terlihat tenang meskipun sebenarnya begitu takut dengan hukuman apa yang akan menimpa mereka.

Sedangkan Emil, ia memainkan jari jemarinya memikirkan apakah ia akan mengatakan semuanya kepada hakim atau tetap memilih diam?

Flash back on

"Ayah? Ibu?" Emil terkejut ketika melihat orang tuanya datang ke tempat dirinya di sekap.

Orang tuanya menangis melihat anaknya diperlakukan seperti itu.

"Emil? Kenapa kamu diikat seperti ini?" Ayahnya yang akan melepaskan ikatannya langsung dicegah oleh orang-orang yang berpihak kepada Elena.

"Jangan berani untuk melepaskannya atau kamu akan mati!"

"Yah, sudahlah aku tidak apa seperti ini. Semua akan berakhir besok." Emil tau meskipun semua akan berakhir besok tapi dirinya akan tinggal di penjara.

"Nak, katakan apa kamu memang telah membunuh orang?" Ibu dari Emil yang terduduk di lantai. Ia tidak sanggup berdiri dengan tegak ketika melihat anaknya diikat seperti itu.

Tiba-tiba Emil malah menangis dengan kencang. Ia akhirnya menangis juga meluapkan segala kesedihannya. "Ayah ... ibu maafin aku. Aku ... aku telah membunuh orang."

"Apa? Kenapa kamu berbuat seperti itu Emil!" Ibu dari Emil yang justru pertama kali memarahinya.

Sedangkan ayahnya hanya bisa diam tidak mampu berkata apapun.

"Semuanya tidak sengaja bu. Bukan cuma aku saja tapi sama teman-temanku. Kita menyekap dia dan tidak memberinya makan beberapa hari sampai dia akhirnya meninggal." Emil berkata sambil menangis.

Ternyata kesalahannya ini membuat hidupnya hancur dan tidak pernah merasa tenang. Dalam setiap langkah Emil selama ini, ia selalu dihantui rasa bersalah.

"Emil ... Emil ... kenapa kamu tidak mengingat konsekuensi dari semuanya? Apa ini yang kamu pelajari di sekolah?"

"Ayah, aku hanya terjebak saja. Semua ini ulah Chleo anak atasan ayah," ucap Emil memberitahukannya.

"Tapi, bagaimana dengan orang tuanya? Apa benar kamu juga yang telah membunuhnya sama teman-teman kamu?" Sang ayah kembali bertanya.

Emil menganggukkan kepala. "Kita bertiga tapi di sini aku cuma diam aja. Ayah, ibu, tolongin aku ... aku tidak mau masuk ke penjara!" Dia memohon kepada orang tuanya.

"Emil, kamu sendiri tau seperti apa orang tua kamu. Seharusnya kamu memikirkan semua ini sebelum melakukannya. Keluarga yang kamu bunuh sangat kaya. Ibu tidak bisa membantu kamu dan jika ibu bisa membantunya itu tidak mungkin karena kamu memang bersalah."

"Bu! Ibu kenapa katakan itu sama anak ibu sendiri!" Emil menangis dengan berteriak tidak mau jika dirinya berakhir di dalam jeruji besi.

"Kalo kamu berani melakukan ini berati kamu juga berani untuk bertanggung jawab." Kini suara ayahnya yang akhirnya meminta anaknya untuk menyerahkan dirinya.

Setelah tau sendiri kalo ia benar-benar telah menghilangkan nyawa orang lain. Ia tidak bisa berpendapat apapun.

Orang tua memang selalu menginginkan anaknya yang terbaik. Tapi, sebagai orang tua juga tidak bisa membenarkan anaknya jika ia memang bersalah apalagi sangat fatal.

"Tobat, nak. Setidaknya jika kamu mengakui kesalahanmu di sini, kamu tidak akan terlalu tersiksa diakhirat nanti."

"Emil ... benar kata ayah kamu. Besok kamu akan sidang sebagai tersangka, lebih baik sudahi semuanya dan akui siapa saja yang terlibat." Ibunya ikut mengimbuhi membuat Emil terdiam dengan helaan napas.

Flash back off

Tidak disangka kini semuanya telah berada di kursi tersangka masing-masing. Semuanya telah berjalan dengan lancar dan tinggal suara ketuk palu untuk menetapkan mereka bersalah beserta hukumannya.

Tok

Tok

Tok

Ke enam pelaku pembunuhan dari keluarga Elena benar-benar telah berhasil terungkap. Mereka akhirnya telah masuk ke dalam sel tahanan dengan Elenalah pemenang dari semua permainan ini. Bukankah sudah dapat dipastikan kalo kebenaran akan selalu diatas segalanya dan kejahatan akan selalu berakhir dengan penyesalan.

Elena berjalan keluar dengan memakai kaca mata hitamnya bersama Sandy yang merangkul adiknya penuh sayang.

Sandy mengangkat tangannya menghadap Elena.

Elenapun menepuk telapak tangan Sandy dan mereka saling berhigh five. "Jadi, setelah ini kamu akan ikut kakak tinggal di luar negeri atau tetap di sini, hm?"

"Kayaknya aku lebih suka tinggal di tanah kelahiranku sendiri deh kak." Elena sudah nyaman tinggal di sini. Ia juga sudah beradaptasi dengan lingkungan dan sekolah.

"Kalo itu kemauan kamu, kakak gak akan memaksa. Tapi, kamu juga harus hati-hati selama gak ada kakak." Sandy yang begitu khawatir jika soal adiknya.

TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Delano & ElenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang