Di tengah reruntuhan kenangan dan air mata, tekad bersinar seperti bintang di malam kelam. Dalam setiap kesedihan, keberanian lahir, mengubah luka menjadi keadilan. Tak ada kekuatan lebih besar daripada hati yang bertekad untuk menegakkan kebenaran dan memastikan setiap kesalahan mendapatkan balasannya.
~~~
Elena Elizabet melangkah kembali ke rumah yang penuh kenangan setelah sekian lama, air matanya membasahi wajah cantiknya. Rasa sakitnya seperti pisau yang menusuk hati, tangisnya adalah campuran kesedihan dan kemarahan. Dia bertekad untuk mencari bukti dan membuat mereka yang bertanggung jawab menerima akibatnya.
"Yakinlah, Ayah, Ibu, Alana—aku akan mengungkap semuanya dan membawa mereka ke penjara," janji Elena pada dirinya sendiri. Chloe dan Emil adalah target utamanya, dan dia tahu sisanya akan mudah diidentifikasi karena mereka pasti saling berhubungan.
Dia memasuki kamar Alana dengan hati yang penuh emosi, mengamati nuansa lembut dan bau parfum khas Alana yang tenang. Di meja belajar, Elena menemukan diary milik saudaranya. Saat membaca halaman yang bertanggal 22 Juni 2024, air mata Elena semakin deras. Tulisan itu mengungkapkan ketakutan dan kesedihan Alana yang selama ini tersembunyi.
"Diary Alana?" Elena sepertinya merasa sedikit senang ketika melihat diary itu. Ia yakin beberapa tulisan dari saudaranya akan membantunya mencari tau tentang mereka.
Hari Senin tanggal 22 juni 2024
"Bukannya ini baru kemarin banget sebelum hari dimana Alana pergi dari rumah?" Elena berbicara sendiri ketika dia membaca tanggal ditulisnya diary itu.
Elena, gimana kabar kamu? Aku kangen sekali sama kamu. Aku harap bisa bertemu sama kamu dalam waktu dekat ini.
Belum liburan sekolah jadi kita gak bisa ketemu ya^^
Aku nangis tiap malam El. Aku gak tau kenapa gak berani melawan mereka. Padahal kalo aku cerita sama ayah, ibu, mereka pasti gak akan terima dan bawa kasus ini ke polisi.
Tapi, aku terlalu takut El. Mereka jahat dan mereka gak punya hati.
Elena membacanya dengan air mata yang membasahi wajahnya dengan emosi yang langsung membara. "Apa-apaan Alana ini! Kenapa dia gak cerita sama ayah, ibu, atau aku dan kak Sandy!"
Dia membuka lembar demi lembar lagi untuk mencari tau apa yang terjadi sama saudaranya selama ini. Namun, nihil hasilnya.
"Kenapa gak ada tulisan lagi?" Dia membuka lembar buku dengan kasar karena sudah begitu emosi. "Sialan! Sebenarnya yang dimaksud mereka sama Alana siapa? Apa itu Chloe sama Emil lagi?"
"Sabar ... gue harus bisa tenang. Sepertinya emang mereka karena gak mungkin mereka bunuh orang tua kita kalo gak bersalah. Mereka takut kalo buktinya diserahin ke polisi jadinya bunuh ayah sama ibu." Elena berbicara sendiri untuk berpikir tentang kemungkinan yang terjadi.
Elena terdiam di tepi kasur milik saudaranya dengan waktu cukup lama. Dia memikirkan rencana apa yang harus dilakukan untuk mencari tau dimana mereka berada.
"Sekolah! Pasti semua berawal di sekolah." Elena merasa senang karena menemukan sedikit jalan keluar untuk menemui mereka.
Segera Elena menelpon kakaknya untuk melakukan surat kepindahan sekolahnya yang di luar negeri. Dia harus masuk ke sekolahnya Alana untuk mencari tau kebenarannya.
Setelah berbincang cukup lama akhirnya keesokan harinya dia akan mendaftar di SMA Sembilan Enam.
Alana kini harus segera menyiapkan semuanya. Ia tidak boleh bersantai meskipun baru saja tiba dari luar negeri.
Sekarang ini ia tengah berada di sebuah supermarket untuk membeli bahan-bahan makanan sebagai persediaannya sehari-hari. Bukan hanya itu, ia juga membeli apa yang harus dibeli untuk besok.
Dia mengendarai sepeda motor yang memang ada di rumahnya. Jadi, tidak perlu susah payah menggunakan taksi atau grab.
"Huft, ternyata ramai juga kalo malam." Dia tentunya melihat maps sembari menikmati suasana kota malam hari sambil menyetir.
Tittttt
Tittttt
Elena yang tentunya baru kembali mengendarai sepeda motor langsung merasa oleng ketika seseorang menelakson dirinya dari belakang dengan kencang. "Sabar ... untung gak jatuh."
Dia hendak melihat siapa orang yang dengan tidak sopannya hampir membuat dirinya jatuh. Tapi, seperti cahaya kilat motor itu berjalan.
Wushhhhh
"Gila, dia gak waras ya naik motornya? Nyari mati?" Elena tidak tau kalo jalanan seramai ini ada orang gila yang mengendarai motornya udah kayak hantu.
Wushhhh
Wushhhh
Kemudian dari belakang juga ada dua motor yang menyusul dengan kecepatan sama hingga akhirnya membuat Elena yang tidak fokus benar-benar menabrak pembatas jalan.
Bruk!
"Sial! Kurang ajar mereka!" Elena merasa tidak terima. Dia hendak berdiri untuk memperbaiki motornya yang ikut terjatuh juga.
Namun, lagi dan lagi kini kendaraan beroda empat malah hampir menabraknya.
"Punya mata gak si lo! Kalo gak bisa naik motor gak usah naik motor!"
Seorang dari dalam mobil itu membuka kaca mobilnya dan mengatakan hal tersebut ke Elena.
Bruk!
Bahkan mobil itu malah sengaja menelindas motor matic milik Elena lalu pergi begitu saja tanpa merasa bersalah.
"Telindas? Dia gak waras?" Elena tentu tidak terima. Dia langsung memotret plat mobil tersebut sebelum benar-benar menjauh. "Lihat aja gue viralin tuh anak mampus."
Zaman sekarang serba sosial media. Apalagi Elena mempunyai followers yang bisa dibilang banyak di sosial medianya. Setelah memotret kondisi motornya sekarang.
Dia tentunya membuat postingan di akun twitternya.
Sorry banget nih gue kecewa sama warga sini. Baru aja pulang dari LN malah ada orang gak punya attitude. Udah tau gue baru jatuh nabrak pelintas jalan malah dikatai gak bisa naik motor.
Udah gitu motor gue ditelindas. Please, memangnya ini negara punya bokap lo apa!
Gue foto plat mobilnya, tolong kawal dia biar setidaknya punya attitude dan tanggung jawab udah telindas motor gue!
*Pictures
Elena tersenyum kecil merasa puas setelah mengirim curhatannya. Pasti tidak lama kemudian semua warga di sini apalagi yang bisa IT akan mencari tau siapa mobil berplat nomor tersebut.
"Udah hancur gini mau diapain lagi." Elena malah menendang motornya sendiri merasa kesal.
"Apes banget sialan!" Dia kemudian memesan grab dan meninggalkan motornya begitu saja.
Tidak lama menunggu, Elena saat ini sudah berada di dalam mobil dan dia terkejut tentunya ketika malah melihat dengan jelas raut wajah orang yang baru saja mengatainya.
"Stop, pak! Stop!"
"Ada apa kak? Kenapa berhenti? Sebentar lagi akan sampai."
Elena menurunkan kaca mobilnya. "Pak, kenal perempuan yang pakai dress itu?"
"Itu ... gak kenal kak. Dia masih muda tentunya bapak gak kenal."
"Kalo gitu tunggu sebentar pak. Aku turun dulu." Elena segera turun dan dia menatap ke arah mereka sambil mendengarkan apa yang sedang diributkan.
Suara mereka benar-benar begitu keras. Apalagi ada tiga laki-laki juga.
"Masalah remaja sekarang ternyata. Yaelah ternyata ceweknya emang murahan pantas aja gak punya attitude," ucap Elena mendengar pertengkaran mereka yang di depan umum seperti ini.
Dia menatap ke arah parkiran. "Gue harus bikin mobilnya juga hancur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Delano & Elena
Teen FictionElena Elizabet, gadis yang harus mengungkap banyak rahasia tentang kematian kembarannya dan juga orang tuanya sendiri. Menyamar sebagai gadis culun untuk mencari tau kebenarannya malah membuat dia terjebak dengan cinta seorang yang selamanya tidak b...