Jangan terlalu percaya dengan orang lain meskipun itu orang terdekatmu sekalipun.
~~~~~
Chloe merasa hatinya seperti dihantam badai ketika melihat Delano yang telah mencium Elena. Seketika, rasa cemburu membakar dalam dirinya, membuatnya tak bisa lagi menahan amarah.
Begitu jam istirahat berbunyi Chloe menghampiri meja Delano. "El, lo kenapa cium dia? Apa lo gak ngeharagi gue?" tanyanya dengan suara bergetar penuh kesedihan.
Setelah ciuman itu, Delano merasa seperti dilingkupi badai emosi, hatinya berantakan. Sorot mata Delano menandakan rasa bersalah yang mendalam.
"El, gue masih cinta sama lo. Lo mau kan kita balikan?" Chloe menggenggam tangan Delano, berharap bisa menariknya kembali ke dalam pelukan cintanya. "El, lo dengerin gue gak?" Dengan penuh keberanian, Chloe menangkup wajah Delano, mencoba memaksa tatapan mata mereka bertemu.
Namun, tatapan Delano berubah menjadi bara api kemarahan. Dia mendorong Chloe hingga jatuh ke lantai dengan kekuatan yang mengerikan.
Bruk!
"Lo mau gue perlakukan kasar?! Apa lo mau lihat gue benar-benar marah hah?!" Delano berjongkok di samping Chloe, suara kemarahannya menggelegar tanpa ampun.
"El ... gue cinta sama lo. Lo gak boleh kayak gini sama gue," ucap dia masih tetap mencoba mendekatinya.
"Murahan! Lo selingkuh dari gue dan masih berharap balikan? Jangan harap!" Kemudian dia pergi memilih untuk mencari tempat yang sepi.
Chloe mengepalkan tangannya merasa marah. "Sial! Semua ini karena perempuan sialan itu!" Meskipun sebenarnya dia tidak benar-benar mencintai Delano, kenyataan bahwa dia kalah dari Elena membuatnya meradang.
"Sadar diri aja, lo gak usah ngotot buat balikan," ejek Duke dengan tawa mengejek.
•••••
Di sisi lain, Emil merasakan kesegaran saat menyesap minuman dinginnya. Dia mengunyah makanan Thailand yang belum pernah dia coba sebelumnya.
Grek!
Elena menendang meja dengan kasar, hampir membuat makanan dan minuman di atasnya berhamburan.
"Ya! Lo gila? Gak lihat ini makanan enak banget untuk aja gak tumpah," omel Emil kepadanya.
"Gue ke sini bukan buat lihat lo makan. Gue tau lo udah dapat vidionya cepat kirim," ucap Elena kepadanya. Dia sudah menunggunya sejak siang tapi dia tidak kunjung mengirimnya.
Emil mengusap mulutnya lebih dulu dengan sapu tangan. "Santai dong. Iya, gue emang udah dapat vidionya. Btw, kok lo bisa tau?"
"Lo coba jadi reporter? Buruan kirim sekarang," perintah Elena yang sudah tidak sabar.
Bukannya menuruti kemauan Elena tapi Emil tertawa lebar. "Sepertinya ini berharga banget buat lo."
"Jangan main-main sama gue." Elena tau saat ini pasti Emil mencoba untuk memerasnya. Apalagi mengingat dia meminta uang begitu banyak kepada Duke.
"Siapa yang main-main? Ini bisnis dan sepertinya harga untuk vidio ini sangat mahal," ucapnya dengan senyum penuh jahat.
Elena menyandarkan tubuhnya di kursi sembari tertawa kecil mendengarnya. "Oh ... jadi lo lupa dari mana lo bisa beli ponsel itu?"
"Gue ingat kok tapi itu kemarin dan sekarang udah beda lagi. Jadi kalo lo mau vidio ini kirim gue uang lima puluh juta." Dengan entengnya dia mengatakan hal itu. "Kenapa? Lo punya black card gak masalah dong kirim gue uang segitu."
"Jadi lo emang mau main-main sama gue? Gimana kalo Chloe tau temannya udah ambil vidio itu?" Elena mencoba untuk mengancamnya.
Bukannya takut ternyata Emil malah membiarkannya terjadi. "Gak peduli gue bisa ancam ke dia buat sebarin."
"Elena ... Elena ... makanya jangan bodoh jadi orang." Emil mencoba untuk mendapatkan uang dari Elena. "Kirim aja uangnya dan gue bakal share vidio ini."
Senyum Elena terbit dan Emil yang melihatnya merasa ada yang tidak beres.
"Kalo gitu gue kirim ini ke dia," ucap Elena memutar rekaman suara yang kemarin Emil ucapkan tentang Chloe.
Pasti Emil akan takut jika Chloe tau ini. Bahwa dia menjelek-jelekkan Chloe di belakangnya. "Gimana? Gue tekan ini langsung ke kirim ke Chloe."
Emil sangat terkejut dan dia menjadi tegang. "Elena? Lo— kurangajar!"
Jujur saja kalo Emil mengatakan semua tadi kepada Elena hanya supaya dia mentransferkan uang. Vidio tersebut juga mana mungkin dirinya berani untuk menyebarkannya yang ada pekerjaan orang tuanya yang akan menjadi korban.
"Oke ... oke ... gue akan kirim vidio ini ke lo. Tapi, awas aja kalo lo gak hapus rekaman itu!" Emil tidak tau kalo Elena ternyata pintar juga.
"Kirim dulu baru gue hapus," balasnya dan Emil menurut karena takut.
Melihat hal itu, Elena tersneyum dan segera bangkit dari tempatnya duduk. "Thanks Emil ...." Tersenyum dengan penuh arti.
Bukannya Elena menghapus rekaman itu. Dia malah pergi begitu saja membuat Emil mengejarnya dengan rasa kesal. "Elena! Elena! Sialan lo mau kemana! Hapus rekamannya!" Dia berteriak keras.
Sedangkan di pintu masuk, dia menabrak tubuh Chloe. Sungguh kebetulan yang tidak disangka. "Emil? Lo ngapain sama dia?"
"Upst, ada orangnya di sini? Gimana Mil kalo gue kasih tau?" Dengan sengaja Elena mengatakan hal itu.
Emil sangat merasa di ujung kematian.
"Apa maksudnya?" Chloe bertanya kepada Elena dan menatap temannya. "Katakan sama gue. Apa maksud dia? Dan rekaman apa yang tadi lo coba bilang?"
Sopia sendiri hanya berdiri tanpa berminat untuk menggangu. Dia lebih menikmati untuk menonton saja.
Elena tertawa lebar membuat semuanya bingung. "Santai aja gak ada apa-apa. Rekaman dia habis nyanyi suaranya jelek banget tadi."
Kemudian setelah mengatakan hal tersebut. Dia pergi begitu saja meninggalkan Emil yang memainkan jarinya merasa takut.
"Ikut gue sekarang," ucap Chloe kepada Emil menuju privat room.
Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan dengan tatapan Chloe yang tidak hentinya menatap Emil. "Gue yakin lo sedang sembunyiin hal sama gue. Katakan apa itu?" Dia masih berbicara baik kepadanya.
Sopia mendongakkan wajah Emil yang sejak tadi menatap ke bawah. "Sejak kapan lo dekat sama dia?"
Tiba-tiba Emil menangis dengan keras lagian ruangan ini kedap suara. "Maafin gue, Chloe! Sebenarnya gue lakuin ini karena lo."
"Gue?"
Emil menganggukkan kepalanya dan melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya gue udah tau alasan dia benci sama lo, Chloe. Dia orang yang udah lo telindas motornya malam itu dan gue ke sini buat bujuk dia biar gak laporin ke polisi. Dia mau laporin lo ke polisi soalnya."
Chloe sangat terkejut mendengarnya. "Apa? Jadi, dia orangnya? Pantas aja bawaannya dari pertama masuk dia kelihatan benci banget sama gue." Kini dia sudah tau alasannya dan tidak penasaran lagi. "Kalo gitu lo gak perlu cemas karena gue bakal hadapi dia."
Emil tersenyum dengan penuh arti ketika Chloe percaya saja dengan apa yang telah dirinya katakan.
Memang ternyata kalo manusia tidak membutuhkan cantik saja tapi otak yang pintar supaya tidak mudah tertipu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Delano & Elena
Ficção AdolescenteElena Elizabet, gadis yang harus mengungkap banyak rahasia tentang kematian kembarannya dan juga orang tuanya sendiri. Menyamar sebagai gadis culun untuk mencari tau kebenarannya malah membuat dia terjebak dengan cinta seorang yang selamanya tidak b...