15. Teman yang Toxic

37 13 0
                                    

Dalam pertemanan yang penuh racun, kita belajar bahwa ada lebih banyak nilai dalam menjauhkan diri dari keburukan daripada memaksakan diri dalam hubungan yang merugikan.

~~~

"Ibu baik-baik saja setelah aku bawa ke psikolog, kan? Bagaimana perasaan ibu setelah kunjungan tadi?" Elena bertanya dengan penuh kepedulian. Dia tidak menutupi apapun dan telah menjelaskan sebelumnya tentang rencananya.

Dela mengangguk setuju tanpa keberatan. "Nama kamu siapa? Aku rasa belum pernah menanyakan namamu sejak pertama kali kita bertemu," tanya Dela, penasaran.

"Elena, Bu. Ibu bisa memanggilku Elena." Dia sudah duduk di ruang tengah bersama Dela, siap mendengarkan tanggapannya

"El ... lena?" Dela memanggil nama itu dengan nada familiar, meskipun ada keraguan di wajahnya. "Nama itu seperti sudah sangat dekat dengan ingatanku. Tapi siapa?" Dia hanya berbicara sendiri dengan hatinya.

Elena sendiri menganggukkan kepalanya. "Iya, jadi perasaan ibu setelah tadi kita ke sana bagaimana sekarang?"

"Elena, aku merasa sangat lega sekarang. Banyak pertanyaan yang diajukan, dan aku hanya memiliki satu ketakutan besar: aku tidak ingin kembali ke sana. Aku juga tidak mau keluar lagi. Rasanya berbahaya di luar," Dela mengungkapkan ketakutannya dengan nada penuh keputusasaan.

"Baiklah, jika begitu, aku bisa memanggil ahli psikolog untuk datang ke sini. Aku ingin ibu sembuh dari semua ini. Apakah ibu tidak ingat sama sekali siapa anak ibu?" Elena bertanya lembut, berusaha memecahkan misteri.

Dela mulai menangis mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak tahu namanya, tapi aku masih ingat wajah anakku."

"Baiklah, kalau begitu ibu bisa istirahat. Hari sudah malam nanti besok tidak perlu masak untukku." Elena tidak mau membuatnya kelelahan apalagi kondisi dia yang tidak baik-baik saja.

Dia tertidur pulas juga hingga sekarang langit sudah berubah warna menjadi putih menunjukkan kalo pagi telah tiba. Segera Elena bersiap untuk kembali beraktifitas sebagai seorang pelajar.

Elena tertidur nyenyak, dan saat pagi tiba, langit sudah berwarna putih. Dia segera bersiap untuk aktivitas sebagai pelajar. Saat hendak keluar, matanya tertuju pada album foto dirinya dan Alana. "Retak? Jaraknya juga bergeser? Apakah Bu Dela masuk ke kamar waktu gue gak ada?"

Elena sangat ingat kalo album fotonya tepat berada didekat buku  tidak ada jarak sama sekali. Tapi, yang dia lihat sekarang malah berjarak sekitar lima senti.

Dia juga mengingat kalo pintu kamar semalam terbuka dan segera turun untuk menanyai ke wanita tua yang dia tolong.

"Bu ...." Dia melihat Dela yang malah tengah memasak. "Ibu kenapa malah masak? Aku udah bilang gak perlu masakin aku."

"Elena, aku tidak keberatan lagian aku suka memasak." Dela mengatakannya dengan jujur.

Elena tidak bisa mengatakan banyak hal karena itu memang kemauan dia. "Bu apa ibu masuk ke kamar aku?"

"Kamar kamu?" Dela menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali. Aku saja tidak pernah naik ke atas. Apa barang kamu ada yang hilang? Sungguh aku tidak melakukannya. Aku tidak mencuri! Aku bukan maling!" Dia benar-benar kelihatan ketakutan ketika Elena hanya bertanya seperti itu.

Melihat ketulusan Dela, Elena merasa yakin bahwa dia tidak berbohong. "Tidak ada yang hilang. Tenang saja, ibu lanjutkan memasak."

Dia kemudian duduk di meja makan dengan banyak pikiran. "Apa seseorang masuk ke kamar gue? Apa ada maling? Tapi, jika maling, tidak mungkin dia mengembalikan bingkai album yang terjatuh." 

Teringat sesuatu Elena langsung naik ke atas lagi untuk mengeceknya. "Sial!" Dia berlari dan membuka lemari palsunya.

Dia tertawa kecil saat menyadari bandul kunci lemari yang tidak menghadap seperti biasanya. Karena Elena selalu menempatkan semuanya dengan rapi, perubahan kecil ini menunjukkan bahwa seseorang telah memasuki kamarnya. "Sial, tidak ada CCTV lagi."

"Semuanya gak bisa berantakan gitu aja. Gue gak boleh ketahuan." Elena tersenyum tipis, mengetahui seeorang telah menggeledah kamarnya.

•••••

Elena masuk ke dalam kelasnya ketika bunyi bel sudah lima menit berlalu. Tidak menyangka akan melihat Delano sudah datang lebih dulu.

"Telat? Keren juga lo bisa telat padahal kelihatan anak rajin. Oh, gue salah lo kan emang aslinya gini." Delano dengan usilnya. "Kenapa lo masih pura-pura? Padahal lo bisa aja nggak usah pakai-pakaian culun gini."

Maxwel yang mendengar hal itu membuka mulutnya. "Apa? Jadi beneran dia gak culun?!!"

Suara Maxwel yang keras menarik perhatian semua siswa, menyoroti Elena dan Delano.

Elena merasa kesal, terutama pada Maxwel dan Delano. Jika saja Maxwel tidak mengatakannya, semuanya tidak akan seperti ini.

"Bisa diam gak sih lo." Dia menekankan setiap katanya dengan berbisik kepada Delano.

Delano hanya menyeringai lebar. "Berani sama gue? Terserah gue mau ngomong apa."

Chloe saat ini sudah ada di depan Elena dengan tangan berkaca pinggang. "Sejak awal gue emang udah curiga sama lo. El, lo udah tau sendirikan? Jadi, ngapain lo masih duduk sama dia. Dia ini penipu!"

Elena diam dengan menatap malas Chloe. Jika bisa pergi dari sini juga dia sudah pergi dan tidak duduk bersama Delano.

Delano tertawa kecil menatap Chloe jijik. "Gue aja yang tau dulu biasa aja terus masalahnya apa sama lo? Gak usah ikut campur."

Chloe tidak tau apa yang sebenarnya terjadi dengan Delano. Mengapa dia sangat membela Elena.

Dengan helaan napas panjang. Elena mengusir Chloe dari hadapannya. "Pergi dari sini."

"Hah? Lo berani usir gue!" Chloe tidak terima padahal Elena mengatakannya karena ada guru.

"Chloe! Apa-apaan kamu! Jangan kasar sama teman sendiri!" Guru itu yang melihatnya langsung memarahi Chloe dan Elena tersenyum kecil merasa senang.

Chloe menghentakkan kakinya kesal. "Awas aja lo! Gue bakal bikin lo gak betah!" Dia mengatakannya dengan penuh penekanan dan emosi.

Sedangkan Emil yang melihat hal itu juga kesal. Dia membisikkan sesuatu ketika Chloe sudah duduk di sampingnya. "Chloe sepertinya emang dia gak culun deh. Benar kata El."

Sopia yang duduk di depan Chloe menambahkan. "Biarkan dia mengaku. Pulang sekolah, bawa dia ke belakang sekolah saja."

Delano & ElenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang