18. Strategi

35 13 0
                                    

Terkadang, untuk melawan kegelapan, menipu musuh yang jahat bukanlah kebohongan, melainkan strategi untuk membuka jalan menuju kebenaran yang lebih besar.

~~~

Semua mata menatap ke arah seorang yang bertepuk tangan dengan antusias.

"Keren! Gue suka gaya lo!" ujar Delano dengan nada memuji, sambil melangkah mendekati Elena.

Elena diam untuk mengamati Delano. Ada apa dengan dia? Mengapa semua sikapnya selalu tidak bisa ditebak.

"Lo ... kenapa selalu marah sama dia? Lo kalah saing?" Delano mengeluarkan ejekan, tatapannya tajam dan penuh sindiran kepada Chloe.

Tangan Chloe mengepal, wajahnya merah karena amarah. "El, jaga bicara lo! Gue? Takut kalah saing? Dengan tawa kecil penuh meremehkan, dia melanjutkan, "Yang benar aja!"

Saat Chloe bersiap melanjutkan kemarahan, bel berbunyi, dan guru memasuki kelas. Semua orang memilih untuk diam, suasana seketika berubah.

Tatapan Elena mengarah kepada ketiga perempuan yang memiliki sangkut pautnya dengan kematian adiknya. Hari ini, dia bertekad untuk menggali lebih dalam.

'Oke, Elena, tampaknya mereka tidak bisa lagi ditoleransi. Saatnya mengambil tindakan tanpa belas kasih,' batin Elena, wajahnya menampilkan kerutan penuh kebencian terhadap mereka.

Hal itu ternyata mampu dibaca oleh Delano. Jangan salahkan jika Delano tau karena sejak kecil dia selalu berurusan dengan dunianya yang kejam. "Gak nyangka lo gak kuat jadi culun kan? Cape sandiwara?"

Elena mengarahkan tatapannya yang menakutkan kepada Delano.

"Ngeri, sekarang berani natap gue begitu?" Delano terus berbicara, menyuruh Elena untuk memberikan jawaban.

Tapi, akhirnya dia memilih diam karena Elena yang tidak pernah menjawab ucapannya. 'Alana ... Elena ... nama mereka hampir mirip. Apa benar mereka kembar?'

Mendadak tatapan Delano langsung mengarah kepada Elena. Bukannya perempuan itu juga tidak suka dengan Chloe?

Namun, Elena tetap bungkam, menyebabkan Delano bertanya-tanya. 'Alana ... Elena ... nama mereka hampir mirip. Apa mereka benar-benar kembar?'

Mendengar seorang mengatakan itu jantungnya langsung berdetak dengan kencang.

"Apa lo kembarannya dia?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Delano sukses membuat Elena menatapnya.

Lama Elena menatap mata tajam itu. "Siapa Alana?"

Tawa sinis Delano menggelegar, menambah suasana tegang di kelas hingga guru melemparkan spidol ke arahnya. "Delano!! Diam atau keluar dari kelas!"

•••••

Duke menarik tangan Chloe kasar ketika bunyi bel terdengar.

Sopia yang merupakan mantan Duke menatapnya tidak suka. "Lepasin! Lo kenapa tarik-tarik dia!"

Chloe juga menepiskan tangannya dari Duke. "Apaan sih lo! Gak jelas banget!"

Maxwel, yang sudah menunggu di luar kelas, mendekat. "Yaelah, nurut aja, susah banget! Lo bertiga harus ikut kita," ujarnya sambil menatap mereka bergantian.

"Ikut lo berdua? Males banget! Ingat ya kita udah gak sefrekuensi lagi!" Emil berseru dengan nada tinggi.

Duke menghela napas panjang dan dia membisikkan sesuatu kepada Chloe. Karena jika Chloe mau ikut dengannya maka Sopia atau Emil akan mengikutinya.

"Apa! Lo serius? Demi apa?!" Chloe sangat terkejut mendengarnya. Dia tidak bisa membiarkan ini terjadi dan menghancurkan hidupnya.

Sopia yang penasaran dengan apa yang dibisikkan oleh Duke bertanya kepada Chloe. "Kenapa?"

"Lo semua harus ikuti gue cepat," ucap Duke yang berjalan lebih dulu dengan diikuti oleh mereka semua dari belakang. Sopia dan Emil terus bertanya kepada Chloe.

"Ada apa Chloe? Dia bilang apa?" Sopia terus bertanya.

Chloe menggigiti bibir bawahnya. "Bisa diam gak sih lo? Lo juga bakal tau nanti!" Emosi dia memarahi Sopia.

Duke berjalan dengan cepat untuk menuju ke taman belakang sekolah. "Buruan keburu bel masuk!" Dia menengok ke belakang.

Sementara itu, Elena, yang baru saja memasuki kantin, memperhatikan mereka yang terburu-buru, membangkitkan rasa ingin tahunya. "Mereka kemana?"

Saat kaki kanannya baru saja akan melangkah untuk mengikuti mereka dari belakang. Seorang menarik tangannya. "Lo mau apa? Cepat ikut gue!" Dia menarik dengan kasar.

Namun, Elena bukan lagi perempuan culun yang pasif. "Lepas! Gue bukan Elena yang culun lagi!"

"Gue mau bicara penting," ucap Delano dengan tegas, meski Elena tetap bersikeras mengikuti mereka.

"Kalo gitu cepat!" Akhirnya Elena menurut.

"Oke, kalo lo mau bahas ini di sini." Delano tidak keberatan dan melanjutkan, "Jawab jujur kalau lo—"

Elena menarik pergelangan tangan Delano ke tempat yang sepi. Dia ingin memastikan bahwa ucapan Delano adalah hal penting dan tidak ingin ada orang lain yang mendengarnya. "Bilang sekarang!" katanya sambil melepaskan tangan Delano ketika mereka sampai di gudang.

Delano tertawa kecil "Ternyata lo udah bisa menebak kalau gue mau ngajak lo ke gudang. Jangan-jangan lo emang pantas jadi babu gue?" Tawa Delano penuh dengan nada sinis.

"Kalo gak penting, gue pergi." Elena tidak membiarkan dirinya menghabiskan banyak waktu dengan laki-laki itu.

"Kalo lo bukan kembaran Alana. Apa alasan lo nyari masalah sama Chloe? Apa lo benci dia?" Delano memajukan wajahnya mendekati wajah Elena.

Tangannya dengan polos menoyor kepala Delano. "Kalo gak mau kepala lo gue jadiin sup iga mending jaga bicara lo!"

Delano tidak suka pertanyaannya diabaikan dan dia mencengkeram dagu Elena kasar. "Katakan sekarang! Lo kembaran dia atau tidak!"

"Leppsyin gweee dulueee," ucap dia yang tidak bisa berbicara dengan benar.

Delano menurutinya dan dia menghempaskan wajahnya. "Kalo gitu katakan sekarang!"

Elena mengusap dagunya yang telah disentuh oleh tangan Delano yang kotor. "Bukannya gue udah jelas bilang ke lo, Alana siapa? Kenapa sekarang malah dikatain kembaran? Lo kira nama sama wajah gue pasaran apa!" Dia yang berpura-pura untuk begitu marah.

"Lo yakin?"

"Yakin," jawab Elena dingin.

"Kalo gitu apa lo musuh Chloe?" Delano benar-benar ingin tahu tentang Elena. "Juga pasti lo punya alasan kenapa pura-pura culun. Ingat kalo gue gak mudah lo bodohi."

Elena benar-benar merasa kesal dengan Delano. Kenapa juga dia harus ikut campur urusannya. "Oke, gue jujur tapi kalo gue jujur lo jangan pernah ganggu gue lagi. Gimana?" Dia ingin menjauhi Delano.

Delano mengedikkan bahunya. "Di sini, bukan lo yang berhak ngatur, tapi gue. Keputusan ada di tangan gue mau berhenti ganggu lo atau tidak." Semakin dia diatur, semakin Delano bertekad untuk membantah.

Elena menghela napas panjang. "Terserah lo, yang pasti gue gak suka lo terus ganggu gue. Ingat, gue pura-pura culun cuma untuk balas dendam ke Chloe karena motor kesayangan gue dihancurkan oleh dia!"

"Hah? Motor?" Delano terlihat berpikir, sepertinya berita tentang Chloe menindas motor orang di jalan pernah terdengar. "Jadi, lo orangnya?"

"Iya! Itu gue. Jangan sekali lagi sebut gue kembaran Alana-Alana siapa itu! Gue gak suka dijadikan kembaran orang yang gak gue kenal! Paham?" Elena mengatakannya dengan penuh tekad, lalu berbalik pergi dengan senyuman penuh kemenangan. "Oke, satu masalah selesai. Lanjutkan rencana berikutnya."

Delano & ElenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang