Elena berjalan dengan tatapan lurus ke depan. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia melihat perempuan yang tengah diikat itu masih tidak sadarkan diri.
"Apa yang terjadi sama dia?" tanya Elena menatap kepada anak buahnya.
"Dia sempat bertengkar dengan Chloe." Anak buah dengan nama Ferdian itu memberitahukan kepadanya.
"Bangunkan sekarang." Elena tidak mau semakin lama membuat mereka hidup bebas. Dia ingin segera memasukkan mereka semua.
"Hey bangun!" Ferdia mencoba menggoyangkan tubuhnya tapi tetap nihil. Kemudian dia segera menyiramkan air satu ember yang sudah disiapkan sebelumnya.
Byurrr
Hingga Emil membuka matanya dengan begitu kaget. "Heh lo kenapa siram gue?" Dia yang tidak bisa menggerakkan tubuhnya juga baru menyadarinya. "Lepasin gue! Kenapa gue diikat seperti ini!"
Emil terus memberontak hingga ketika kepalanya menatap ke arah lurus. Dia melihat seorang yang begitu familiar dalam hidupnya sekarang. "Elena? Lo—"
Dia menyeringai dengan kejam. "Iya, kenapa? Ini semua perbuatan gue."
"Sial! Apa salah gue? Padahal gue nurut kalo lo kasih perintah! Lepasin gue atau bakal gue buat lo menyesal Elena!" Emil memberontak tapi semakin dia bergerak. Semakin merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Kepala gue ... apa yang terjadi? Lo juga yang udah perban gue?" Saat ini kepala Emil memang telah diperban dan itu semua karena Elena yang memerintahkannya.
"Langsung aja ke intinya. Berapa pin rekening lo cepat katakan!" Elena tentu akan mengambil kembali uang yang telah dia transfer.
Enak saja dia mendapatkan uang sebanyak itu. Memang dia pikir dirinya akan menyia-nyiakan uang sebanyak itu hanya untuk seorang yang telah mengakibatkan kembarannya meninggal.
"Gak! Gue gak mau mengatakannya lagian mau apa lo?" Emil tidak mau kalo uangnya hilang.
Elena sudah duduk di kursi dan dia menatap Ferdian untuk memberinya pelajaran karena tidak mau menuruti perintahnya.
Emil sendiri menatap ke arah laki-laki bertubuh besar dengan wajah menyeramkan itu. "Mau apa lo! Jangan macam-macam!" Dia panik karena di tangannya sekarang telah memegang sebuah alat untuk menyetrum dirinya. "Elena! Lo keterlaluan sekali! Suruh dia jangan melakukannya!"
"Kalo lo kasih tau pinnya," ucap Elena santai tapi sepertinya Emil tidak akan mengatakannya sebelum dia merasakan sengatan dari setruman itu. "Lakukan sekarang!"
Ferdian kemudian langsung menempelkan stun gun yang sudah diatur dengan ketegangan kecil.
Drtttt
Drtttt
Membuat Emil benar-benar tidak memiliki tenaga. Hanya tiga detik yang dilakukan Ferdian. Tapi, membuat Emil sudah seperti diujung tanduk.
"Gimana? Mau lagi? Atau lo mau kasih tau gue berapa pinnya?" Elena masih duduk dengan santai. Kakinya menyilang seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi terhadap Emil.
'Awas aja gue akan penjarain lo, Elena!' Dia berteriak dalam hatinya.
"Ferdian kasih sengatan lagi buat dia. Sekarang tambahkan volumenya biar sekalian dia mati!" Elena hanya menakutkan Emil saja.
"Oke! Gue akan kasih tau lo. Pinnya enam-enam sampai empat kali." Dengan perasaan kesal dia memberitahukannya.
Elena mendengarnya merasa senang dan dia segera mentransfer uang seratus juta miliknya. Tidak menyangka ternyata Emil mempunyai banyak uang juga. Pasti hasil dari porotin orang.
"Tenang aja gue cuma transfer uang seratus juta milik gue." Dia mengatakannya sambil menatap Emil penuh senyuman.
"Kenapa lo lakukan ini sama gue? Kalo lo emang gak mau kasih gue uang sebanyak itu gak usah kasih!" Emil tidak mengerti mengapa Elena terus mencari masalah dengannya.
Sayangnya Elena tidak tau kalo saudara kembarnya meninggal dengan terjerat pinjol juga. Itupun karena ulah Emil. Jika saja Elena tau pasti dia akan semakin membuat Emil sengsara dan dia akan membuat uang Emil masuk ke dalam rekeningnya detik ini juga.
"Sekarang lo kasih tau gue apa rahasia Duke?" Elena kini menanyakannya juga. "Sepertinya lo udah kasih tau ke Sopia sampai dia nangis gitu."
Emil sangat heran mengapa Elena ini sangat ingin tau rahasia Duke. "Apa urusannya sama lo? Lo aja udah ambil uangnya lagi. Jadi, buat apa gue kasih tau lo."
Dengan menghela napas panjang. Elena menatap Ferdian. "Setrum dia tanpa ampun!"
Emil yang mendengar itu segera berteriak. Ternyata dirinya tidak boleh membuat Elena marah atau yang ada dia akan kena akibatnya. "Baiklah-baiklah! Gue akan kasih tau!" Pada akhirnya apa yang diinginkan oleh Elena terjadi juga.
"Cepat! Semuanya tanpa tersisa," ucap Elena tidak membutuhkan waktu lagi. "Ferdian, lo bisa pergi dan lakukan tugas yang sudah gue berikan ke lo."
Ferdian menurut dan segera pergi setelah Elena menyuruhnya. Kemudian Emil segera mengatakannya. "Duke gak suka sama Sopia sebenarnya."
Elena yakin bukan hanya itu saja. "Terus?"
"Terus itu makanya dia nangis. Lo tau kan kemarin dia putus gitu aja padahal yang ada masalah Delano sama Chloe. Tapi, dengan mudahnya Duke minta putus karena dia emang gak suka sama Sopia." Emil yang menceritakan singkatnya saja tanpa memberikan alasan sebenarnya.
"Gue gak yakin cuma itu aja alasannya. Sopia nangis sampai buang tisu banyak. Katakan atau malam ini lo gak akan gue kasih makan." Ancam Elena tidak main-main.
"Apa? Lo akan kurung gue sampai malam?" Emil tidak menyangka dan tentunya Elena menganggukkan kepala.
"Katakan aja semuanya. Rahasia apa yang lo punya sampai lo peras Duke? Bukan tentang dia yang gak suka Sopia, kan?"
"Oke, gue kasih tau lo. Tapi, sebelumnya kenapa lo kurung gue kayak gini? Apa alasan lo?" Emil harus tau lebih dulu.
"Jangan buat gue bertindak kasar atau lo akan tau seperti apa kemarahan gue." Elena memasang wajah penuh menyeramkan. Wajahnya memang terlihat dingin dan tidak bersahabat.
"Duke suka sama perempuan lain dan dia sekarang udah di alam yang beda sama kita. Percuma aja gue kasih tau lo karena lo gak akan tau siapa dia." Tentunya Emil malas untuk mengatakan semuanya. Lagian untuk apa yang ada mulutnya akan berbusa menceritakan tentang orang yang telah pergi.
Elena membenarkan posisi duduknya. Apa itu jangan-jangan Alana? "Siapa dia?"
"Alana, dia perempuan yang disukai sama Duke. Udah deh lo gak akan kenal," ucap Emil sekali lagi.
"Apa? Jadi, Duke suka sama Alana?" ucap Elena yang mampu didengar oleh Emil. Tapi, dia belum sadar kalo Elena adalah kembarannya.
Emil mengernyitkan dahinya. "Lo kenal dia? Gue kasih tau lo sekalian deh kalo sebenarnya Duke hampir lecehin Alana waktu itu. Tapi, berhubung gue datang jadi dia cuma kasih kecupan di lehernya." Dengan santai dia menceritakan kepada Elena sambil mengingat kejadiannya. "Tapi, lo jangan kasih tau ke Sopia tentang ini karena part yang Duke mau lecehin Alana gak gue kasih tau dia. Soalnya kasihan," lanjutnya lagi membuat Elena menangis seketika.
Jadi, bukan Delano yang telah memberikan kecupan di leher Alana? Tapi, semuanya ulah Duke? Dia salah paham tentang Delano. Laki-laki itu tidak seburuk apa yang dirinya pikirkan.
"Elena? Lo kok malah nangis? Jangan bilang lo kembarannya." Emil yang sekedar mengatakannya asal ceplos langsung membuat otak yang tidak seberapa itu tersadar. "Apa? Kembaran? Atau jangan-jangan lo kembaran Alana? Alana ... Elena ...."
"Gak mungkin! Lo berdua aja gak mirip. Lo bukan kembaran Alana, kan El?" Emil yang sudah begitu pucat ketika bertanya. Jika Alana mempunyai kembaran artinya ini tidak aman untuk kehidupannya. Apalagi kkembarannya adalah Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delano & Elena
Novela JuvenilElena Elizabet, gadis yang harus mengungkap banyak rahasia tentang kematian kembarannya dan juga orang tuanya sendiri. Menyamar sebagai gadis culun untuk mencari tau kebenarannya malah membuat dia terjebak dengan cinta seorang yang selamanya tidak b...