Ch. 30 - Dunia itu Sempit

42 4 1
                                    

Kau dan aku sepasang orang asing
Yang membawa kisah masing-masing
Bertemu karena sakit berbeda
Berjuang untuk sembuh yang sama

Lekas Pulih—Fiersa Besari



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ezra mengantar Meta pulang ke rumahnya setelah Meta menceritakan semua kejadian masa lalunya yang sama sekali belum ia ceritakan pada orang lain, selain ayahnya. Sedikit lega, karena Ezra begitu memahaminya. Ezra mendadak menjadi hangat, membuat Meta terasa nyaman.

Di setiap perjalanan, Meta selalu menyenderkan kepalanya ke punggung Ezra. Meta mengeratkan jaket milik Ezra yang Ezra kasih untuknya karena takut kedinginan.

Saat sudah sampai di pekarangan rumah Meta, Ezra mengantar Meta ke depan rumah, lalu mengetuk pintu. Tak lama, pintu itu terbuka menampilkan pria paruh baya yang Ezra tahu pasti adalah Ayah Meta.

Dengan segera, Meta menghamburkan pelukannya ke ayahnya. "Meta? Kenapa?" tanya ayahnya lembut.

"Meta suruh istirahat dulu aja, Om. Nanti saya yang akan ceritakan," tutur Ezra.

Ayah Meta mengangguk seraya tersenyum, kemudian menyuruh Ezra untuk masuk, lalu mengajak gadis kecilnya ke kamar. Menyuruhnya untuk segera mengganti baju. Wili mengelus pucuk anaknya dan menyuruhnya untuk tidur karena terlihat sekali dari raut wajahnya, menandakan bahwa Meta sangat lelah.

Ezra yang sedari tadi di ruang tamu, matanya menyapu sekeliling ruangan. Terlihat banyak penghargaan yang sudah Meta capai. Tapi sayang, Meta memilih untuk memendam. Ada satu penghargaan mengatasnamakan Maira Serophina. Dan yang paling membuat Ezra terkejut, itu adalah penghargaan internasional. Maira meraih juara 2.

"Maira Serophina?" gumam Ezra.

"Itu istri Om," ujar Wili tiba-tiba mengagetkan Ezra.

Wili membawakan handuk untuk mengeringkan rambut Ezra yang basah, kemudian memberikan Ezra minuman hangat.

"Meninggal saat melahirkan Meta. Maira adalah violinist hebat saat itu. Banyak sekali pencapainnya untuk negara. Tapi saat Maira berhenti karena hamil, kondisi finansial kami sulit, tidak ada bantuan apapun dari negara ini. Maira telat mendapatkan pertolongan dari dokter, yang saat itu sedang pendarahan hebat." Wili tersenyum getir ketika kembali mengingat masa lalunya yang pahit.

Ezra hanya bisa menatap iba Wili, lalu menepuk punggungnya pelan—memberi semangat. Banyak penghargaan untuk negara, tapi tidak ada timbal balik. Sungguh miris negara ini. 1001 kebaikan akan dilupakan ketika melawan orang yang berduit.

"Kamu Nak Ezra, ya?" tebak Wili.

"Iya, Om. Kok, tahu?"

"Meta sering menceritakan tentangmu."

Kanvas RusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang