Ciuman kecil yang dirasakan di lehernya membuat Jennie mendorong tubuhnya ke belakang, merasakan sensasi hangat ketika sebuah tangan pun memeluknya dengan erat.
Senyum kecil coba dia sembunyikan, namun gagal total. Pipinya memerah dan perlahan, matanya setengah terbuka karena gangguan kecil yang di sebabkan oleh satu orang.
Lisa, tentu saja.
“Aku sedang tidur. Bisakah kau berhenti menggangguku, Lis?” Gumam Jennie.
Meski begitu, dia menikmati cara Lisa memeluknya. Wajah Lisa terbenam erat di lehernya. Ciuman kecil berubah menjadi gigitan.
“Bangun, putri tidur. Kau harus makan malam.” Lisa balas bergumam, suaranya tidak terlalu jelas karena sibuk mencium Lisa.
Jennie hanya berdehem, membiarkan Lisa melakukan apapun yang diinginkan. Tangan Lisa menyelinap ke dalam pakaiannya, meremas payudaranya dengan perlahan.
“Lis,” Ucap Jennie tanpa usaha. “Kau bilang kita tidak bisa melakukan itu.”
Mengingat kembali kejadian beberapa jam lalu ketika gairah mereka kembali memuncak, Lisa menghentikan segalanya karena terlalu beresiko untuk melakukan hal tersebut saat Jennie baru saja keluar dari Rumah Sakit.
“Aku hanya menciummu. Tidak melakukan apapun.” Ucap Lisa.
“Tentu. Tentu saja.” Jennie memutar mata.
“Serius, aku hanya ingin menciummu. Lagipula, orang tuamu ada di sini.”
“Apa?!” Jennie memekik, tiba-tiba Tuhan memberikannya tenaga setelah Lisa mengatakan itu.
Lisa terkekeh, memberi ciuman kuat terakhir di lehernya sebelum menarik diri. Jennie memutar tubuhnya dan mereka saling bertatapan.
Lisa mencondongkan tubuh. Mereka mencium bibir satu sama lain. Jennie meraih rahang Lisa, memiringkan kepalanya hingga mereka bisa memperdalam ciuman mereka.
Sekali lagi, tangan Lisa menyelinap. Kali ini ke dalam celananya dan dia meremas pantatnya dengan lembut.
“Apakah kau sungguh sebegitu terangsangnya, Lisa?” Tanya Jennie, tertawa saat ujung jari Lisa nyaris menyentuh sisi vaginanya.
“Diam, sudah sangat lama, tahu?” Lisa menggerutu.
“Tapi serius? Siapa yang ada di apartemenmu? Ayahku atau... keduanya?”
Senyum Lisa memudar, Jennie sudah tahu jawabannya dan dia menyesal sudah bertanya. Bolehkah dia kembali tidur saja?
“Keduanya.” Balas Lisa. Kali ini, dia sungguhan menarik diri. “Ayo bangun. Cuci muka. Kau juga harus makan. Yah, ayahmu setidaknya membawakan makanan untuk kita.”
“Baiklah. Setidaknya, ayahku yang terbaik.” Gumam Jennie sambil duduk, menyingkirkan selimut dari tubuhnya, menapakkan kaki di lantai.
“Maksudmu di bandingkan ibumu?” Cibir Lisa.
“Ya, di bandingkan wanita itu.”
Lisa menatap Jennie dengan geli, tapi Jennie mengabaikannya. Dia mengikat rambut menjadi sanggul asal, kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Setelah itu, Jennie kembali pada Lisa. Mereka berdua saling mengaitkan jari mereka ketika keluar dari kamar.
Kedua orang tuanya — setidaknya ayahnya — sedang sibuk melakukan sesuatu di dapur. Jennie melepaskan diri dari Lisa untuk memeluk ayahnya.
“Halo, sayang. Aku sedang menyiapkan makan malam untuk kita.” Ucap Peter memeluk Jennie. “Bagaimana keadaanmu hari ini?”
“Banyak tidur tapi baik. Aku merasa badanku cukup segar.” Ucap Jennie. “Wah, aku rindu sekali makanan rumahan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
JENLISA - BEAUTY OF A SIN [GIP] ✔️
Fanfiction[21++] "𝙺𝙰𝙼𝚄 𝙰𝙳𝙰𝙻𝙰𝙷 𝙺𝙴𝙸𝙽𝙳𝙰𝙷𝙰𝙽 𝙳𝙰𝚁𝙸 𝚂𝙴𝙱𝚄𝙰𝙷 𝙳𝙾𝚂𝙰. 𝙳𝙰𝙽 𝙹𝙸𝙺𝙰 𝙼𝙴𝙽𝙲𝙸𝙽𝚃𝙰𝙸𝙼𝚄 𝙼𝙴𝙼𝙰𝙽𝙶 𝙳𝙾𝚂𝙰, 𝙰𝙺𝚄 𝚂𝙸𝙰𝙿 𝙼𝙴𝙽𝙰𝙽𝙶𝙶𝚄𝙽𝙶 𝙿𝙴𝙳𝙸𝙷𝙽𝚈𝙰 𝚂𝙸𝙺𝚂𝙰𝙰𝙽 𝙸𝚃𝚄 𝚄𝙽𝚃𝚄𝙺 𝙱𝙸𝚂𝙰 𝙱𝙴𝚁𝚂�...