BAB 38

3.1K 399 28
                                    

Seharusnya Jennie merasa bergembira. Ketika harapannya sejak dulu terkabul saat ini, apa lagi yang dia inginkan? Dia harusnya bahagia dengan kehadiran kedua orang tuanya yang kini berkumpul lagi.

Tapi betapa pun Jennie ingin merasa bahagia, aneh melihat ibunya sendiri muncul begitu saja di hadapannya. Ibu yang telah meninggalkannya sejak dia SD itu tiba-tiba muncul. Dan Jennie tidak mengerti mengapa dengan mudahnya ayahnya menerimanya begitu saja.

Karena Jennie tidak bisa. Dia merasa mual setiap ibunya menyentuhnya. Sejujurnya, dia sangat benci sentuhan ibunya itu.

Beraninya dia tersenyum dan menyentuhnya setelah dia menghilang selama bertahun-tahun? Ya Tuhan, Jennie benar-benar mual saat ini.

"Hei, kau baik-baik saja?"

Jennie menoleh, menatap Irene yang meraih tangannya dengan cemas. Calon tunangannya, Jennie berkata berulang kali dalam benaknya.

Ayahnya tidak berbohong ketika dia bilang dia berusaha menjodohkannya dengan Irene. Dua bulan ini, ayahnya sering sekali mengundang Irene untuk makan malam bersama.

Irene manis. Dia sangat hangat dan terbuka pada keluarganya. Tapi, betapa pun manisnya Irene, Jennie tidak pernah merasa bahagia.

Sering kali, dia pernah berpikir untuk pergi dari rumah. Tapi bahkan untuk sekedar berjalan bebas saja, dia memiliki penjagaan yang membuat Jennie benar-benar merasa tercekik.

Bagaimana kehidupannya yang tenang dan bahagia kini berubah menjadi penuh kesengsaraan? Dia benar-benar ingin kehidupannya yang dulu.

Dia merindukan Lisa.

Saat nama itu muncul di benaknya, mata Jennie langsung berkaca-kaca. Dia merasa tercekik dalam kehidupannya saat ini. Dia muak. Berkabung dalam kesedihan sepanjang hari sepertinya telah menjadi makanan sehari-hari bagi Jennie terutama di malam hari.

"Hei," Kata Irene, mengusap pipi Jennie yang basah karena air mata. "Kau mulai membuatku cemas, Jennie. Ada apa?"

"Aku merindukan Lisa." Kata Jennie. Percuma rasanya dia menyembunyikan perasaannya sendiri.

Ekspresi Irene berubah dalam waktu singkat. Dia menoleh pada kedua orang tua Jennie yang berada di dapur. Dia berdehem sambil menegakkan tubuh, menatap Jennie dengan prihatin.

"Sudah dua bulan dia pergi, Jennie." Gumam Irene.

“Aku tahu Irene. Bukannya aku tidak sabar bahwa Lisa sudah pergi selama itu.” Kata Jennie. Kesedihan terdengar jelas dari suaranya.

“Lalu kenapa? Kenapa kau tidak bisa melupakan Lisa? Kenapa kau tidak bisa membuka hatimu untukku saja?”

Jennie menggelengkan kepalanya. Masalahnya tidak semudah itu. Bahkan tanpa kehadiran Lisa di hidupnya, dia tahu perasaannya pada Lisa sangat dalam sehingga dia tidak bisa melupakan Lisa begitu saja.

“Aku terlalu mencintainya, Irene. Aku sangat mencintainya sehingga rasanya aku tidak mampu lagi mencintai orang lain.” Kata Jennie. Seharusnya, Irene tahu itu. Dia sudah sering mengatakan hal itu pada wanita di depannya itu.

“Tapi sudah dua bulan. Dia bisa saja sedang mencoba kencan dengan orang lain.” Kata Irene.

Membayangkan Lisa mencoba kencan dengan orang lain membuat dia merasa mual. Sejujurnya, dia benar-benar merasa ingin muntah. Dia melebarkan mata, menutup mulut dan berlari ke kamar mandi.

Ini adalah kesekian kalinya dia merasa mual entah pada pagi atau malam hari. Tepatnya sejak Lisa pergi dan Jennie tidak tahu apa yang salah.

Tapi yang dia tahu, dia jelas tidak hamil karena sebelum pergi, alat kehamilan jelas menyatakan bahwa hasilnya negatif. Lalu, kenapa mual ini tidak kunjung reda juga?

JENLISA - BEAUTY OF A SIN [GIP] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang