BAB 39

3.4K 405 20
                                    

Tidak pernah dalam dua bulan terakhir, Jennie bangun dengan perasaan bahagia. Tapi hari ini, meski dia masih merasa sedikit hampa saat menyadari dia bangun tidur tanpa seseorang di sampingnya, dia merasa senang.

Dia tersenyum saat bangun tidur. Dia mandi dalam waktu singkat. Dia mencari gaun berwarna cerah. Sejujurnya, ini kali pertama dia mengenakan gaun lagi.

Dia teringat saat dulu Lisa melarangnya mengenakan gaun apalagi dengan gaun yang terbuka. Dia juga ingat Lisa melarangnya mengenakan rok pendek.

Jadi ketika Lisa pergi, Jennie berusaha untuk tetap melakukan apa yang Lisa larang berharap dengan tetap melakukan apa yang Lisa larang, dia akan membuat Lisa senang jika mungkin suatu hari nanti mereka bertemu lagi.

Meskipun sampai sekarang, dia tidak bertemu dengan Lisa lagi yang membuat Jennie cukup kecewa.

Dia mengabaikan rasa kecewa itu dan dia pergi ke lantai bawah untuk pergi sarapan. Biasanya, dia paling benci sarapan tapi dia tidak ingin mengabaikan kesehatannya lagi mulai sekarang.

Ada sesuatu yang harus dia jaga.

Dengan pemikiran itu saja, dia diam-diam tersenyum saat turun dari anak tangga. Orang tuanya sudah berada di meja makan lebih dulu. Dia benci makan masakan ibunya. Jadi, dia memutuskan untuk mengambil dan memanggang tiga potong roti yang dia beri selai coklat.

“Sejahatnya aku meninggalkanmu saat kecil, aku tidak pernah meracunimu, tahu?” Kata ibunya itu tiba-tiba.

Jennie tahu apa maksudnya. Dia hanya bersikap tetap tenang.

“Aku sedang hamil. Aku khawatir jika aku makan berlebihan, aku akan mual lagi. Kau pernah hamil, kau tahu seberapa tidak nyamannya mual di pagi hari.” Kata Jennie.

“Kau masih mau mempertahankan itu?” Tanya Peter di depannya, menatap perutnya dengan tajam. Seolah bahkan belum hadir saja, Peter sudah siap untuk membenci cucunya karena ini berhubungan dengan Lisa.

“Tentu saja.” Kata Jennie.

“Apakah kau pikir, membesarkan seorang anak itu mudah? Apalagi sendirian!”

“Siapa bilang aku akan membesarkan anak ini sendirian?” Tanya Jennie sambil menggigit rotinya, menatap kedua orang yang kini melebarkan mata.

Peter menggeram, tangannya mengepal di atas meja. Jelas, pria itu sangat kesal dengan jawaban Jennie.

“Jangan harap kau akan kembali dengannya lagi, Jennie Kim.”

“Kenapa? Kau yang melakukan kesalahan dan menyakiti Mia. Kau jangan bersikap benci seolah Mia telah melakukan sesuatu padamu, ayah.” Kata Jennie.

Dia berusaha untuk menahan diri sejauh ini. Tapi semakin kesini, sepertinya Peter selalu saja membuat kesan seolah Mia yang membuat keadaan runyam.

Padahal semua orang tahu, Peter yang membuat Mia pergi. Hanya karena dia menemukan lagi wanita yang jelas-jelas sudah pergi sejak dulu dan entah bagaimana muncul lagi begitu saja.

“Jangan pernah sebut nama itu di rumah ini, Jennie Kim.” Kali ini ibunya merespon. “Kau benar-benar menguji kesabaranku.”

“Oh, ya? Bagaimana? Kau pikir, kau berhak marah karena...”

“Diam!” Ibunya membentak dan melemparkan pisau ke arahnya.

Dengan keberuntungannya, Jennie menghindar. Tapi dia merasakan pipinya tergores. Dia mendesis saat rasa perih di rasakan. Dia memegang pipinya sendiri dan dia menyadari darah keluar dari pipinya.

Tidak banyak tapi tetap saja. Beraninya seorang ibu melemparkan pisau ke anaknya sendiri? Apakah sungguh dia masih bisa di sebut seorang ibu?

Sambil berdiri, Jennie melemparkan tatapan tajam ke arah ibunya yang tampak masih marah karena dia menyebut nama Mia. Dia menyambar tasnya, masih menatap ibunya dengan tajam.

JENLISA - BEAUTY OF A SIN [GIP] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang