1. Eksekusi Dan Kebangkitan

22.2K 680 2
                                    

Hai semuanya! Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa untuk mengikuti akun saya dan vote cerita ini jika kalian menikmatinya.

Love you all!

HAPPY READING

..........

Dinginnya besi belati terasa begitu nyata di leherku. Sorak-sorai haus darah dari kerumunan bagaikan badai yang mengamuk, nyaris menenggelamkan detak jantungku yang berpacu.

 Mentari pagi yang seharusnya hangat, kini terasa seperti tatapan dingin yang menusuk.

"Clarissa Avalon, Duchess of Avalon, dinyatakan bersalah atas pembunuhan Duke Adrian Avalon," suara hakim menggelegar, setiap kata bagaikan palu yang menghantam jiwaku.

"Hukumannya adalah... PEMENGGALAN!"

Dunia seakan berhenti berputar. Aku memejamkan mata, air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya tumpah membasahi pipiku. 

Ini tidak mungkin terjadi. Aku tidak membunuh Adrian, suamiku yang kucintai. Tapi siapa yang akan percaya pada seorang wanita yang telah dicap sebagai penjahat keji?

"Tidak!" teriakku, suaraku serak dan putus asa. "Aku tidak bersalah! Aku tidak membunuh Adrian!"

Namun, jeritanku tenggelam dalam gemuruh sorakan massa yang haus akan pertumpahan darah. 

Algojo mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, kilatannya menyilaukan mata. Aku memejamkan mata, pasrah menerima takdir yang kejam ini.

Kapak algojo itu terayun, membelah udara dengan desingan maut. Aku memejamkan mata, pasrah menerima takdir. 

Namun, yang kurasakan bukanlah rasa sakit yang menusuk, melainkan... kehampaan.

Perlahan, kelopak mataku terbuka. Kegelapan pekat menyelimuti pandanganku, seperti kain beludru yang menutupi langit malam. 

Aku mencoba menggerakkan tangan, namun hanya hampa yang kugapai.

"Apakah ini... kematian?" gumamku, suara sendiri terdengar asing di telingaku.

Tiba-tiba, secercah cahaya muncul di kejauhan, bagaikan kunang-kunang yang menari-nari dalam kegelapan. 

Cahaya itu semakin terang, semakin dekat, hingga akhirnya membutakan. Aku terhuyung mundur, melindungi mata dengan tangan.

Saat cahaya meredup, aku menemukan diriku berada di sebuah ruangan yang sangat berbeda. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan indah, lantai marmernya berkilau memantulkan cahaya lilin yang bertebaran. 

Bunga-bunga putih bermekaran di setiap sudut, memenuhi ruangan dengan aroma manis yang menenangkan.

Di tengah ruangan, berdiri sosok misterius berjubah putih. Tudungnya menutupi wajahnya, namun auranya yang tenang dan berwibawa memancar kuat.

"Selamat datang, Clarissa Avalon," suaranya bergema lembut, namun penuh kuasa. 

"Kau telah diberi kesempatan kedua."

Aku terkesiap, jantungku berdebar tak karuan. Kesempatan kedua? Mungkinkah ini mimpi?

Sosok berjubah putih itu mendekat, setiap langkahnya seolah menenangkan jiwa yang gelisah.

 "Kau telah menjalani kehidupan yang penuh penderitaan," katanya, suaranya selembut belaian angin musim semi. 

"Namun, takdir memberimu kesempatan untuk mengubah segalanya."

Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Siapa kau?" tanyaku, suara serakku nyaris tak terdengar.

Sosok itu tersenyum, senyum yang hangat dan penuh pengertian. "Aku adalah penjaga waktu," jawabnya. 

"Dan kau, Clarissa Avalon, adalah jiwa yang terpilih."

Aku terdiam, mencoba mencerna kata-katanya. Kesempatan kedua... jiwa yang terpilih... Apa artinya semua ini?

Pria berjubah putih itu tersenyum lembut, seolah membaca kegundahanku. "Ya, Clarissa Avalon," katanya, suaranya bagaikan alunan musik yang menenangkan jiwa, 

"Kau telah dikirim kembali ke masa lalu. Tepatnya, pada hari pernikahanmu dengan Duke Adrian."

Pernikahan? Adrian? Nama itu bagaikan petir yang menyambar di telingaku. Kenangan masa lalu berkelebat di benakku, bagaikan potongan-potongan film yang diputar ulang. 

Pernikahan mewah yang penuh kepalsuan, tatapan dingin Adrian yang menusuk, dan akhirnya... kematiannya yang tragis.

"Aku... aku kembali ke masa lalu?" tanyaku dengan suara bergetar, air mata mulai menggenang di pelupuk mataku.

Pria itu mengangguk, matanya yang teduh memancarkan kehangatan. 

"Ini adalah kesempatanmu untuk mengubah takdirmu, Clarissa. Balas dendamlah pada mereka yang telah menghancurkan hidupmu, dan temukan kebahagiaan sejati yang pantas kau dapatkan."

Kata-katanya bagaikan mantra yang merasuk ke dalam jiwaku, membangkitkan semangat yang sempat padam. 

Balas dendam? Kebahagiaan? Mungkinkah aku benar-benar bisa mendapatkannya?

Tiba-tiba, cahaya putih menyilaukan kembali menyelimutiku. Aku memejamkan mata, merasakan tubuhku melayang ringan, seolah terbawa angin. Ketika membuka mata, aku sudah tidak lagi berada di ruangan itu.

Ketika kelopak mataku terbuka, aku disambut oleh cahaya mentari pagi yang hangat dan kicau burung yang riang. Aku mengerjap, masih terbius oleh mimpi aneh yang baru saja kualami. Namun, saat pandanganku mulai jelas, aku tersentak kaget.

Ini bukan kamar tidurku yang dingin dan suram di penjara bawah tanah. Ini adalah kamar tidurku yang dulu, di Avalon Manor, dihiasi dengan permadani mewah dan furnitur berukir indah. Jantungku berdebar tak karuan. Mungkinkah ini nyata?

Aku bangkit dari tempat tidur, kaki telanjangku menyentuh lantai marmer yang dingin. Aku bergegas menuju cermin besar di sudut ruangan, dan terpaku melihat pantulan diriku.

Wajahku terlihat lebih muda, kulitku lebih cerah, dan mataku... mataku bersinar dengan semangat yang sudah lama padam. Aku menyentuh pipiku dengan tangan gemetar, merasakan kelembutan kulit yang sudah lama tak kukenal.

"Ini... tidak mungkin," gumamku, suara tercekat di tenggorokanku.

Namun, kenangan akan eksekusiku yang mengerikan, tatapan dingin Adrian yang menghantuiku, dan tuduhan palsu yang menghancurkan hidupku, semuanya terasa begitu nyata. 

Mungkinkah... mungkinkah aku benar-benar kembali ke masa lalu?

Sebuah tekad membara muncul di mataku, menggantikan rasa bingung dan tak percaya. Jika ini memang kesempatan kedua, aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku akan mengubah takdirku, dan yang terpenting, aku akan menyelamatkan Adrian dari kematian tragisnya.

"Aku tidak akan membiarkan sejarah terulang," janjiku pada diri sendiri, suara lirihku dipenuhi dengan tekad baja. 

"Aku akan menjadi Clarissa yang baru, Clarissa yang kuat dan tak terkalahkan."

Second Life  Villain's |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang